Angga, Riska, Revan dan Laura, tengah duduk bersama diruang keluarga.
Mereka sedang menunggu kedatangan Ervan dan Maura, saat sore tadi, Riska telah meminta Ervan untuk datang ke rumah sesuai dengan perintah Angga.
Riska yakin, jika kali ini kepercayaan Angga akan kembali ada untuk Ervan.
"masih lama"
"bilangnya lagi dijalan, macet kali pah"
"memangnya dimana Ervan sekarang"
"tinggalnya gak tahu dimana, tapi yang jelas sekarang Ervan lagi jemput Maura dulu"
Revan melirik Laura, bagaimana kalau orang tuanya tahu jika Ervan ternyata tinggal bersama Maura, Laura menggeleng dan kembali terdiam.
Laura tak sadar jika Revan tengah memperhatikannya, sejak duduk dikursi itu, Laura seperti sedang berkomunikasi.
Laura menggeleng dan berekspresi berubah-ubah, Revan mengernyit melihatnya.
Entah apa yang ada dalam fikiran Laura saat ini, yang jelas Revan tetap berharap semua akan tetap baik-baik saja.
"apa masih lama"
"sabar, pah"
"lama sekali, jam berapa sekarang"
"iya sabar, mungkin sebentar lagi"
"kalau gak serius, gak usah bilang papah segala"
Riska tersenyum, suaminya memang selalu seperti itu, tidak bisa sabar, telat sedikit saja pasti ngomel.
"Laura, mana kembaran mu itu, lelet"
Laura menoleh tanpa memberikan isyarat apa pun, Laura juga tak tahu dimana Maura.
Setelah beberapa saat hening, yang ditunggu pun datang.
Ervan dan maura telah sampai disana, mereka kini telah berkumpul, Laura tersenyum melihat semangat dari 2 orang mereka tunggu itu.
"apa harus selambat ini, Ervan"
"maaf pah, tadi dijalan, ban mobilnya bocor jadi lama"
Angga berdecak kesal, ada saja jawaban Ervan itu.
"jadi gimana sama kelanjutannya"
Ervan melirik Maura sekilas dan kembali pada Angga, Ervan tetap yakin dengan pilihan usahanya bersama Maura.
"kelanjutannya, ya tergantung dari keputusan papah"
"apa kamu bisa untuk tidak mengecewakan lagi sekarang"
Ervan kembali melirik Maura, Maura tampak tersenyum dan sedikit mengangguk.
Setidaknya Maura akan berusaha membuat Ervan tetap semangat menjalankan usahanya.
"kenapa diam"
"iya pah, Ervan janji"
"apa jaminannya janji kamu itu"
"papah bisa ambil kembali semuanya, dan Ervan akan cari kehidupan Ervan sendiri"
Riska menggeleng mendengar jawaban Ervan, bagaimana bisa Ervan bicara seperti itu.
"ok .... papah setuju"
"setuju .... papah serius"
"dari mananya papah gak serius"
"lalu apa"
"papah sudah sewakan tempat di daerah cempaka putih, disana tempatnya bagus buat usaha"
Ervan mengangguk tanpa menjawab kalimat Angga.
"dan papah juga sudah bayar sewa buat 1 tahun, kalau bagus kamu tinggal teruskan saja nantinya"
"ini serius kan pah"
"papah juga udah lengkapi semua peralatan memasak dan juga keperluan makan disana, kamu tinggal tambah yang kurangnya saja, sama belanja apa yang akan jadi menu"
Ervan merasa senang dengan apa yang didengarnya itu, Ervan tak percaya jika Angga akan bisa mengabulkan keinginannya.
"setelah berjalan nanti, pak Riki yang waktu makan malam disini, akan ikut bergabung dengan kalian, dia tetap ingin bekerjasama dengan Laura"
Laura mengernyit, sebelumnya Laura tak diberi tahu tentang itu, bagaimana bisa seperti itu.
Apa sehebat itu dirinya, sampai dipertahankan oleh pengusaha itu.
"dan untuk kamu Laura, saya memberi izin ini sama Ervan, karena saya percaya sama kamu"
Laura mengangguk, niat dalam hatinya memang untuk meraih mimpi itu, mimpi bersama Maura dan 2 lelaki kembar itu.
"baiklah, ini ada cek, kamu bisa cairkan nanti kalau ada kebutuhan yang belum terpenuhi"
Angga menyimpannya di meja danErvam segera mengambilnya.
"sebanyak ini"
"kamu mulai semuanya dari Nol, butuh modal yang banyak untuk mencapai standarnya atau bahkan maksimalnya"
"ini benar buat Ervan"
"itu buat usaha mu"
Ervan tersenyum menatap Maura, idenya berhasil dan Ervan kembali mendapat kepercayaan dari Angga.
"bisa"
Ucap Maura tanpa suara, Ervan mengangguk lalu bangkit dan melangkah mendekati Angga.
Memeluknya dan mengucapkan banyak terima kasih, semua tersenyum melihatnya, terutama Riska dan Revan.
Keduanya merasa tenang melihat Angga dan Revan bisa kembali baik.
"mah, makasih"
Ervan berpindah memeluk Riska, setidaknya setelah Ervan dewasa, untuk pertama kalinya Ervan memeluk kedua orang tuanya dengan sayang.
"dijaga kepercayaannya ya sayang"
"iya mah"
Ervan melepas pelukannya dan kembali ke tempat duduknya, Ervan kembali menatap Maura dan tersenyum padanya.
Revan dan Laura merasa bingung dengan kedekatan Ervan dan Maura, mereka sama-sama takut jika keduanya akan menyakiti 2 hati lainnya.
"kalau gitu, Ervan boleh lihat tempatnya sekarang"
"kenapa tidak"
Ervan kembali tersenyum dan mengucapkan terima kasih pada Angga, sampai akhirnya Ervan pamit pergi dengan membawa Maura.
Revan dan Laura pun segera pamit menyusul Ervan dan Maura, keduanya diam-diam mengikuti langkah 2 orang yang lebih dulu pergi.
----
"apa ini mimpi, Maura"
"kita coba buktikan"
Maura mencubit perut Ervan dengan kuat, membuat Ervan mengaduh kesakitan.
"gimana, mimpi bukan"
Ervam mengusap bekas cubitan Maura, dan kembali tersenyum menatap Maura.
Wanita dihadapannya memang membawa keberuntungan baginya saat ini.
"mimpi gak"
"ini nyata, kamu adalah nyata"
Ervan seketika memeluk Maura dan mengangkatnya, Ervan benar-benar senang dengan hasilnya.
Maura menjerit saat Ervan mengangkatnya dan membawanya berputar, Ervan tertawa dan berterima kasih pada Maura sambil terus berputar.
"apa mereka jatuh cinta"
Laura menoleh dan terdiam tanpa menjawab, Laura harap itu tidak terjadi.
"apa Ervan akan meninggalkan Riana demi Maura"
Dan apa Revan juga akan meninggalkan Laura demi Riana, Laura menggeleng seketika.
pemikiran apa itu yang baru saja melintas diotaknya, bagaimana bisa Laura berfikir seperti itu.
Revan mencintainya, Revan miliknya bukan Riana.
"kamu kenapa, apa kamu memikirkan hal yang sama tentang mereka"
Laura kembali memperhatikan 2 orang diluar sana, mereka tampak begitu menikmati kebersamaannya.
Membagi kebahagiaannya dengan sangat adil, Laura yakin perasaan itu adalah yang paling benar.
Kebahagiaan itu dari hati, mereka sama-sama mendapat kebahagiaan dari apa yang mereka dapat malam ini.
Gilang .... kemana dia .... apa dia tahu kedekatang Maura dengan Ervan sekarang.
"Laura"
Laura mengerjap dan melirik Revan, Laura mengangkat kedua alisnya tampa isyarat apa pun dari tangannya.
"kamu kenapa sih"
Laura menggeleng dan tersenyum, berharap semua baik-baik saja dan tak ada yang terluka.
Ervan pasti bisa belajar dari kesalahannya dulu bersama Riana, dan harusnya Ervan tak menyia-nyiakan Riana meski dengan alasan apa pun.
Maura .... dia pasti tahu keberadaan Riana dan statusnya bagi Ervan, dan Maura juga pasti sadar dengan keberadaan Gilang dan status bersama dirinya.
Dan jika hal buruk itu sampai terjadi, maka satu-satunya yang harus Laura lakukan adalah menjaga kisahnya dengan Revan.
Laura masih ingat dengan ungkapan perasaan Revan terhadap Riana waktu dulu, dan Laura tak akan pernah membiarkan rasa itu kembali ada.