Riska dan Angga melangkah bersamaan memasuki ruang rawat Laura, mereka datang untuk menjemput Laura.
Sampai disana, Laura tampak sudah siap dengan duduk di kursi roda, disana juga ada suster yang menemani.
"gimana Laura, kamu udah siap pulang"
Laura menoleh dan tersenyum pada keduanya, Laura mengangguk mengiyakan pertanyaan Riska.
"bisa pulang sekarang sus"
"bisa pak, silahkan"
"ya udah, ayo mah"
Riska mengangguk dan melangkah menghampiri Laura, untuk mendorong kursi rodanya.
"makasih ya sus"
"iya bu, lekas sembu ya bu"
Laura mengangguk dan tersenyum, mereka pun keluar ruangan, Laura melihat sekita. mencari sosok Revan.
Padahal Laura pulang malam, kenapa Revan gak ikut menjemputnya, kemana dia, apa dia tidak mengetahui kepulangannya.
Dan kemana Maura, bagaimana bisa dia mengabaikan kepulangannya malam ini.
Kepulangan Laura memang ditunda 2 hari, karena lukanya yang bermasalah, dan baru malam ini Laura bisa pulang.
"kamu jadi pulang ke rumah saya"
Laura menoleh mendengar pertanyaan Angga, sebenarnya Laura enggan pulang kesana, tapi mau bagaimana lagi jika sekarang Maura tak ikut menjemputnya.
"Laura, mau kan"
Laura berbalik melirik Riska, setelah terdiam beberapa saat, Laura pun mengiyakan pertanyaan dua orang disampingnya.
----
Revan dan Maura sedang sibuk menyiapkan kamar untuk Laura, Revan merasa bahagia karena Laura akan tinggal bersamanya.
Revan akan membuat Laura nyaman berada di rumahnya, karena Revan tahu jika Laura sebenarnya keberatan untuk tinggal disana.
"kamu yakin ini berhasil"
"Laura suka banget sama warna kuning, dia pasti suka, dengan nuansa kuning seperti ini"
Iya .... Revan memang mendekor satu kamar dirumahnya dengan nuansa kuning, seisinya semua serba kuning.
Menurut Maura, itu adalah salah satu kesukaan Laura, Laura akan betah berada ditempat itu.
Revan juga menata beberapa boneka dan hiasan lainnya untuk menambah keindahan ruangan tersebut, memasang beberapa lampu tumblr di dinding atas tempat tidurnya.
"udah cukup, sekarang bantu aku siapain makanannya, biar Laura gak kerepotan nanti kalau butuh makan"
Revan menoleh dan bergegas membantu Maura, menghidangkan beberapa cemilan, buah dan juga minuman.
"gimana kalau Laura tetap gak betah disini"
"kita lihat aja nanti, kalau gak betah sih udah pasti, Laura kan emang inginnya selalu sendiri sedangkan di rumah ini banyak orang"
"itulah"
"ya udahlah, yang penting udah usaha"
Keduanya masih sibuk mempersiapkan semuanya, begitu juga dengan bi Marni yang sibuk menata hidangan makan malam dimeja. "selesai sudah, muda-mudahan aja tamunya suka dengan masakan saya"
Bi marni tersenyum menatap masakannnya sendiri, jika tuan rumahnya suka dengan masakannya, bu Marni berharap tamunya juga bisa suka.
Maura berjalan meninggalkan Revan karena mendapat telepon dari Ervan, Maura tak sadar jika diam-diam Revan mengikutinya dibelakang.
"aku sama Revan, nanti aku pulang kok, kamu tunggu aja"
Revan mengernyit, sampai detik ini mereka masih dekat, Revan masih bertanya-tanya tentang hubungan keduanya.
"iya Ervan, nanti aku pulang bawakan pesanannya, tenang saja aku gak akan lupa, udah kamu istirahat dulu, nanti aku pulang aku bangunin, ok"
Revan menggeleng, Revan merasa ada yang salah dari kedekatan keduanya.
Mereka hanya akan melukai Gilang dan Riana.
"bye, my spirit, tidur yang nyenyak ya"
Maura memutus sambungannya, Revan memejamkan matanya sesaat, sayang Revan tak bisa mendengar kalimat Ervan.
Andai Revan bisa mendengarnya, tentu Revan akan tahu sejauh mana kedekatan mereka berdua.
"Maura"
Maura menoleh dan terdiam menatap Revan.
"Ervan di rumah kamu"
"iya .... tadi dia mampir tapi aku kan disini, jadinya .... ya aku suruh tunggu aja dulu"
Revan menatap Maura dengan tak percaya, nada bicara yang didengarnya tadi berbeda dipenilaian Revan.
"kamu kenapa"
"jangan main-main Maura, imbasnya gak akan baik"
"apaan sih, gak jelas"
Maura berlalu meninggalkan Revan begitu saja, Revan menggeleng ingatannya mengarah pada Riana.
Apa kabar dengan dia, setelah pertemuan pagi itu, Revan tak pernah lagi dengar kabar Riana.
----
Laura gelisah berada diantara Riska dan Angga, Laura juga masih dirisihkan dengan rasa sakit dipunggungnya.
"kamu baik-baik aja kan"
Laura mengangguk, tubuhnya pegal karena tidak bisa duduk leluasa, Laura ingin sekali segera berbaring agar bisa merasa sedikit nyaman.
Perhatian Laura teralih, ketika melihat sosok Gilang bersama seorang wanita.
Laura menyipitkan matanya untuk meyakinkan apa yang dilihatnya, Laura menggeleng, itu bukan Maura, siapa dia dan dimana Maura.
"Laura, kamu kenapa, ada yang sakit"
Laura menoleh dan menggeleng, banyak pertanyaanyang hinggap difikiran Laura setelah apa yang dilihatnya tadi.
----
Selama dimeja makan, Laura tak bisa menghilangkan kekesalannya saat tahu ternyata Revan dan Maura justru berada disana.
"gimanan, enak gak masakan bi Marni"
Maura mengangguk pasti, dalam keadaan lapar seperti sekarang, tentu makanan apa pun akan terasa enak.
"habiskan ya, Laura kamu tambah lagi ya, itu kan udah mau abis"
Laura hanya mengangguk tanpa memberikan ekspresi yang berarti, Revan tersenyum melihatnya.
Revan akan tahu saat dimana Laura kesal atau bahkan marah padanya, dan seperti saat ini, Revan sangat mengerti dengan kekesalan Laura terhadapnya.
Selesai dengan makan malam, Maura lantas pamit untuk segera pulang, tanpa sempat ikut mengantar Laura ke kamar.
Maura yakin, jika Laura akan memintanya untuk juga tidur dirumah itu.
"Revan antar Laura ke kamar dulu ya"
"ya udah, istirahat sana"
Revan mendorong kursi roda menuju ke kamar, Laura hanya diam tanpa pergerakan apa pun.
Sampai di sana, Laura melihat seisi kamar.
terdiam beberapa saat, lalu menoleh kearah Revan.
"gimana, suka"
Tak ada jawaban apa pun, Revan tersenyum dan berjongkok sembari menggenggam tangan Laura.
"aku memang gak ikut jemput kamu, tapi aku siapkan ini buat kamu"
Laura kembali mengamati kamar tersebut, Laura tebak jika semua itu adalah ide dari Maura.
"kamu gak suka ya"
Laura menggeleng dan meminta Revan untuk mendekat agar Laura bisa memeluknya.
"istirahat ya, biar cepat sehat lagi"
Laura mengangguk, terdiam dalam pelukan Revan dengan menutup kedua matanya.
Laura tak menyesal dengan pengorbanan yang ia lakukan untuk orang tua Revan, Laura senang dan berharap dengan begitu mungkin Angga akan mulai bisa menerimanya nanti.
"kalau besok, aku gak di rumah, kamu panggil mamah atau bi Marni juga bisa"
Tak ada respon apa pun, Laura hanya diam merasakan ketenangan berapa dipelukan Revan.
"jangan nekad seperti ini lagi, lain kali lebih baik kamu panggil polisi, aku gak mau kamu celaka lagi"
Laura tersenyum, apa sebesar itu cinta Revan untuknya. Lelaki selembut Revan, kenapa harus dikecewakan, Laura mengeratkan pelukannya.
Berkata dalam hatinya, jika sebisa mungkin Laura akan tetap bersama Revan, berusaha untuk tetap bisa bersama.