Setelah membersihkan diri, Gabriela segera bersiap-siap karna dia aja janji makan malam bersama karyawannya.
Gadis itu berjalan keluar dari kamar hotelnya dan langsung menuju ke lantai bawah.
Disana Gabriela sudah di sambut dengan karyawannya yang ternyata sudah menunggu kedatangannya, "Apakah kalian sudah menunggu lama? Maaf karna saya datang terlambat."
Susi selaku sekretaris kedua Gabriela langsung beranjak dari kursinya dan berjalan mendekati atasannya itu, "Tidak, Bu. Kami bahkan baru saja duduk disini. Ibu silahkan duduk, disini di sebelah saya."
Gabriela duduk disebelah sekretaris perempuannya bernama Susi itu.
Gabriela memang memiliki dua sekretaris di kantornya, mengingat pekerjaannya yang begitu banyak maka Gabriela memutuskan untuk mempunyai sekretaris double untuk membantunya dalam bekerja.
Semua yang ada disana hanya bisa diam menunggu aba-aba dari Gabriela untuk mulai menyantap makan malam yang sudah disiapkan oleh pihak hotel.
Mereka saling menyenggol lengan satu sama lain, tidak ada yang berani untuk sekedar mengingatkan Gabriela untuk segera menyuruh mereka untuk makan malam.
Ditambah lagi sekarang Gabriela terlihat sedang sibuk dengan apa yang ada di layar ponselnya, membuat mereka tidak berani untuk mengganggunya termasuk Susi.
Bahkan Susi termasuk dalam salah satu orang yang dekat dengan Gabriela disaat bekerja tetapi dia tidak berani mengganggu jika atasannya itu sedang sibuk dengan sesuatu.
Tapi karna desakan dari teman-temannya yang lain akhirnya Susi memberanikan diri untuk berbicara dengan atasannya itu.
"Loh kenapa hanya diam saja, cepat makan sebelum makanannya dingin. Memangnya kalian menunggu siapa lagi, disini kita hanya berempat. Jadi cepat di makan."
Susi mengulum senyumnya lalu menoleh ke arah atasannya itu, "Kami semua menunggu instruksi dari ibu, tidak sopan jika kita makan duluan sedangkan ibu belum."
Gabriela menaruh ponselnya diatas meja lalu menggelengkan kepalanya, "Sekarang kita sedang tidak berada di kantor jadi kalian bisa melakukan apapun tanpa memikirkan saya."
"Bu, meskipun begitu ibu masih tetap atasan kami. Kami tidak boleh bersikap seenaknya seperti apa yang baru saja ibu katakan."
Gabriela menghela napasnya lalu mengangguk, "Baiklah kalau begitu. Tadi kalian bilang menunggu intsruksi dari saya, sekarang saya menginstruksi kalian untuk makan. Ayo tunggu apa lagi." Gadis itu mengambil lagi ponsel yang sebelumnya ia taruh diatas meja lalu mulai sibuk dengan benda tersebut.
Bersamaan dengan itu helaan nafas yang lega keluar dari mulut Susi, dalam hati dia banyak-banyak mengucap syukur karna atasannya itu akhirnya sadar bahwa mereka semua sedang menunggunya untuk mulai menyantap makanan.
Mereka memang tidak berani untuk makan mendului atasannya.
Dengan begitu Susi tidak perlu harus mengganggu atasannya.
Gabriela yang masih sibuk dengan ponselnya mengalihkan padangannya dari benda persegi panjang itu, "Kau tidak makan, Susi. Saya sudah menginstruksi kalian untuk makan, kenapa kau tidak makan?"
"Saya menunggu ibu. Kalau ibu belum mulai makan maka saya juga tidak akan mulai."
Gabriela menghela napasnya lagi, "Kau dan yang lain duluan saja, saya pasti akan makan sebentar lagi. Masih ada beberapa berkas yang harus saya periksa untuk meeting besok." ucapnya.
Bukannya segera makan seperti teman-temannya yang lain, namun Susi justru mendekatkan posisi duduknya dengan Gabriela lalu mengambil alih ponsel milik atasanmya itu dan meletakkannya di atas meja, diraihnya tangan halus dan putih milik Gabriela.
"Ibu harus makan terlebih dahulu. Jika ada berkas yang harus diperiksa kembali biarkan saya dan Pak Ruli yang mengerjakannya. Tugas ibu hanya datang ke meeting besok, mengenai berkas yang harus ibu bawa biarkan saya dan Pak Ruli yang mengurusnya." Susi tersenyum lalu diletakkan tangan Gabriela dimeja lalu dielus.
"Maaf jika saya lancang Bu, saya hanya tidak ingin anda sakit karena banyak melewatkan jam makan seperti ini. Besok ibu harus menghadiri meeting penting, saya tidak ingin terjadi sesuatu pada ibu." Susi tersenyum ketika Gabriela menatapnya, "Mari makan malam bersama saya, Bu. Mau saya ambilkan?"
Gabriela tersenyum tipis lalu diraih ponselnya kembali, "Tidak perlu seformal itu jika kita sedang diluar jam kerja, mari kita makan." Ucapnya, "Dan lagi saya masih memiliki dua tangan yang lengkap jadi kamu tidak perlu mengambilkannya untuk saya."
Di dalam hati Susi, dirinya terheran dengan sikap atasannya itu, apa ini benar-benar atasannya? Sejak kapan beliau menjadi seramah ini?
Tetapi Susi tidak ingin menanyakannya tentang perubahan sikap atasannya itu, ia takut sikap atasannya akan kembali seperti sebelumnya.
"Kau lihat sepertinya ibu Gabriela tidak nafsu makan setelah kehilangan suaminya, beliau masih bersedih tapi kenapa mereka bilang ibu Gabriela senang dengan kematian suaminya. Beliau menyembunyikan kesedihannya dengan cara menyibukkan diri seperti tadi."
Susi menyenggol temannya itu, "Ssst diamlah, kita tidak boleh membicarakan atasan kita sendiri. Biarkan saja mereka berkata yang tidak-tidak tentang ibu Gabriela, kita lihat sendiri kan bahwa ibu Gabriela tidak seperti apa yang mereka bicarakan."
Makan malam bersama akhirnya selesai, kini Gabriela beserta bawahannya kembali ke kamar masing-masing untuk beristirahat, termasuk Gabriela.
Sekarang Gabriela sedang berjalan dengan Susi menuju kamar keduanya yang kebetulan letaknya bersebelahan.
"Susi, segeralah berisitirahat karena besok banyak kegiatan yang harus kita jalani."
Susi tersenyum dan mengangguk, "Pasti, Bu. Terimakasih karena ibu sudah sangat perhatian terhadap saya." Gabriela membalas ucapan terimakasih itu dengan senyuman, "Ibu juga harus segera beristirahat ya."
"Iya. Kalau begitu saya masuk dulu. Selamat malam."
"Selamat malam."
>
Keesokan harinya.
Gabriela keluar dari dalam kamar hotelnya dengan setelan yang rapi dan formal membuat siapa saja yang melihatnya akan terpesona dengan kecantikan direktur muda berumur 23 tahun tersebut.
Sekretaris perempuannya itu membungkukkan badan 90 derajat begitu melihat Gabriela keluar dari dalam kamar hotel, "Selamat pagi, Bu Gabriela." Sapanya.
"Selamat pagi." Jawab Gabriela, "Apa kau tidur nyenyak semalam?" tanya Gabriela sambil menggerakan tangannya sibuk merapikan setelannya yang dirasa masih kurang rapi.
"Tentu saja Bu, bagaimana dengan ibu. Apa ibu juga tidur nyenyak semalam?"
"Ya seperti biasa. Apakah saya bisa tidur nyenyak jika tidak ada sosok suami yang biasanya menemani bersama saya setiap hari."
Susi mengulum senyumnya melihat gurat kesedihan di raut wajah atasannya itu.
Gabriela yang menangkap wajah Susi terlihat seperti tidak enak setelah mendengar perkataannya, langsung memberikan senyuman, "Kau tidak perlu merasa tidak enak, saya hanya mengungkapkan sedikit keluhan." Gabriela memberikan tawa renyah di akhir kalimatnya.
Gadis itu melirik arloji yang melingkar dipergelangan tangannya, "Kita harus segera berangkat, jangan biarkan klien menunggu. Walau bagaimana pun disini kita adalah tamu."
Susi mengangguk lalu mempersilahkan Gabriela untuk jalan terlebih dulu.
"Bu Gabriela, sesuai dengan pembicaraan kita sebelumnya, klien kita akan mengajukan kerja sama mengenai produk baru dan model Brand Ambasador pilihan mereka untuk diluncurkan lewat perusahaan kita."
Gabriela menoleh ke belakang sekilas, "Lebih baik kau berjalan disamping ku." Titahnya.
Susi yang merasa mendapat perintah langsung mempercepat jalannya dan menyamakan langkahnya dengan Gabriela.
"Biasanya perusahaan kita yang akan menentukan model Brand Ambasadornya, lalu mengapa kali ini mereka menggunakan pilihannya sendiri?" Tanya Gabriela lagi guna menanggapi perkataan Susi sebelumnya.