"La, kau masih disana?"
"A-ahh iya Ma."
"Bagaimana, kau mau datang ke rumah Mama kan."
Gabriela menganggukkan kepalanya meskipun sang Mama tidak dapat mengetahuinya, "Baiklah. Nanti malam Gabriela akan datang ke rumah."
"Baiklah Mama tunggu ya, Sayang. Kamu istirahat saja dulu, Mama tahu kau pasti sangat lelah."
Setelah telpon itu dimatikan oleh ibu mertuanya Gabriela menghela napas, "Apa ini ada hubungannya dengan apa yang ayah bicarakan waktu itu mengenai warisan milik Aris yang akan jatuh ke tangan ku?" tanyanya pada angin yang berhembus itu mengenai wajahnya itu.
Gabriela memejamkan kedua matanya, "Jika hal itu benar-benar terjadi, apa yang harus aku lakukan Ris. Apa aku harus menerimanya atau tidak. Setelah apa yang aku lakukan pada mu selama ini, aku merasa tidak pantas untuk menerimanya." ucap wanita itu, "Aku harap Papa dan Mama menyuruh aku datang tidak untuk membahas soal hal itu."
Merasa badannya sangat lelah dan mengantuk akhirnya Gabriela memutuskan untuk tidur sebentar sampai hari mulai sore lalu ia mandi dan setelahnya dia akan pulang ke rumahnya.
Sebelum tidur dia sudah mengirim pesan pada Bi Elis jika dia mampir ke rumahnya untuk beristirahat lebih dulu.
Sudah Gabriela bilang, Bi Elis bukan hanya sekedar pembantu tetapi Gabriela sudah menganggap Bi Elis adalah bagian dari keluarganya jadi dia juga akan mengirim kabar pada Bi Elis, ia tidak ingin Bi Elis mengkhawatirkannya karena tidak kunjung sampai rumah.
Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore, suara ketukan yang berasal dari luar pintu kamarnya membuat Gabriela membuka kedua matanya, setelah dirasa kesadarannya sudah penuh wanita itu baru mau melangkahkan kakinya untuk membuka pintu kamarnya.
Dibukanya pintu tersebut, dan di depan sana sudah ada ibunya yang tengah tersenyum kearahnya, "Ada apa, Bu?"
"Apa ibu mengganggu tidur mu?"
Gabriela menggelengkan kepala, "Tidak."
Ibunya itu tersenyum, "Syukurlah kalau ibu tidak mengganggu tidur mu, sebaiknya kau segera mandi setelah itu kita makan bersama kebetulan ayah mu juga sudah pulang dari kantor dan ibu sudah masak makanan kesukaann mu. Kau tidak lupa jika ibu meminta mu untuk makan dulu sebelum pulang kan?"
Gabriela mengangguk lagi, "Iya aku tidak lupa. Kalau begitu aku mandi dulu setelah itu aku akan langsung ke ruang makan menyusul kalian."
Sarah mengangguk dan tersenyum, "Tidak perlu terburu-buru sayang. Lagipula Briel juga belum pulang."
"Memangnya dia pergi kemana, bukankah dia juga yang akan mengantar aku pulang, Bu?"
"Kau tenang saja, kakak mu itu hanya pergi ke supermarket sebentar lagi dia juga akan pulang."
Gabriela mengangguk paham lalu menutup pintu kamarnya setelah ibunya pergi, ia segera bersiap untuk mandi.
>
"Gabriela, apa pertemuan dengan klien bisnismu kemarin berjalan dengan lancar?" tanya sang ayah.
Gabriel mengangguk, "Lancar ayah hanya saja proposal yang mereka ajukan sedikit berbeda dari sebelumnya dan itu yang membuat aku harus mempertimbangkannya."
"Ayah mendengar jika mereka mempunyai direktur baru?"
Gabriel mengangguk lagi "Iya. Karena itulah proposal yang mereka ajukan sedikit berbeda dengan proposal yang mereka ajukan sebelum-sebelumnya."
"Apa yang membuat proposal yang mereka ajukan kali ini sedikit berbeda dari sebelumnya dan membuat mu harus mempertimbangkannya lagi. Bukankah perusahaan mu sudah lama bekerjasama dengan perusahaan mereka, ayah yakin produk mereka akan sama bagusnya dengan produk mereka yang sebelum-sebelumnya." tanya ayahnya lagi.
Gabriela melirik ayahnya sebentar lalu menjawab, "Mereka mengajukan produk barunya sekaligus mereka akan menggunakan model Brand Ambassador mereka sendiri. Itu yang membuat aku harus mempertimbangkannya, apakah aku harus menerima pengajuan mereka atau tidak."
Dahi ayahnya terlihat sedikit berkerut, "Bukankah biasanya perusahaan mu yang akan mencarikan model untuk Brand Ambassadornya?"
Gabriela mengangguk, "Iya tapi kali ini sepertinya tidak."
"Lalu apa perusahaan mereka yang akan mencari model untuk Brand Ambasador dari perusahaan lain?"
"Seperti yang kami bahas di pertemuan kemarin bahwa mereka akan menjadikan calon artis dari perusahaan mereka untuk menjadi model Brand Ambasador produk yang mereka ajukan pada perusahaan kita ayah." jawab Gabriela.
"Apa mereka juga bertujuan untuk melahirkan artis-artis baru di bawah naungan perusahaan mereka?"
Gabriela mengangguk lalu melanjutkan acara makan nya yang sempat tertunda karena sang ayah tadi bertanya padanya.
"Hal itu yang membuat aku harus mempertimbangkannya lagi."
"Kenapa, bukankah itu artinya kau tidak lagi kesusahan untuk mencari model Brand Ambassador untuk produk mereka. Dengan begitu aku juga tidak akan salah jika suatu saat produk mereka tidak berhasil memenuhi target penjualan." Ujar Briel yang sedari tadi hanya diam saja.
Gabriela menoleh pada sang kakak, "Kenapa kau bisa berkata seperti itu?"
Briel mengangkat kedua bahunya, "Yaa itu karena mereka yang mencari model itu sendiri, bukankah model juga penting untuk mendompleng penjualan produk mereka. Jika mereka menggunakan model yang asal-asalan, tentu saja hal itu akan membuat mereka rugi." jawabnya.
"Itulah yang aku khawatirkan, jika mereka sampai memakai model yang asal-asalan maka perusahaan kita juga akan mendapat citra buruk dari publik. Ayah tau kan selama ini aku selalu menjaga nama baik perusahaan kita, lalu bagaimana jika apa yang dikatakan kak Briel tadi benar-benar terjadi. Mau bagaimana pun perusahaan kitalah yang meluncurkan produk itu."
Ayah Gabriel menganggukkan kepalanya setuju, "Lantas kau akan menolak kerjasama dengan perusahaan mereka?" ujarnya setelah itu menaruh sendok diatas piringnya dan menatap anak perempuannya itu dengan serius, "Kau tahu kan hubungan ayah dengan direktur perusahaan mereka yang sebelumnya sangatlah dekat, lalu apa yang terjadi jika kali ini kau menolak kerjasama dengan perusahaan mereka."
"Gabriela tahu, Yah. Tapi bagaimana jika ternyata produk yang mereka buat tidak laku dipasaran, ditambah lagi karena model yang mereka gunakan, perusahaan kita akan mendapat imbasnya."
Briel menganggukkan kepala setuju dengan perkataan adik perempuannya, "Benar sekali, lagipula mereka akan memakai artis-artis mereka sendiri untuk menjadi modelnya kan?"
"Iya." Sahut Gabriela.
"Bahkan ini baru pertama kalinya bagi mereka untuk melahirkan artis baru dibawah naungan mereka, kita juga belum melihat seberapa bagus artis itu."
"Itu yang membuat aku khawatir untuk menerima tawaran kerjasama dengan perusahaan mereka, terlepas dari hubungan persahabatan ayah dengan direktur perusahaan itu sebelumnya aku lebih mementingkan nama baik perusahaan kita."
Tak
"Ayah tidak mau tahu, kau harus menerima kerjasama dengan perusahaan mereka. Ayah yakin mereka sudah memikirkan hal ini secara matang-matang, jadi kau tidak perlu mengkhawatirkannya La."
Gabriela menghela napasnya lalu menunduk, ayahnya itu memang tidak tahu bagaimana khawatirnya dia saat ini.
"Sudahlah, kalian ini kenapa jadi membahas soal perusahaan. Kita sedang makan malam bersama, bisakah kalian berhenti untuk tidak membicarakan soal perusahaan dan membuat ibu pusing?" Ujar Sarah yang sedari tadi hanya diam menyimak pembicaraan antara suami dan kedua anaknya.
"Sekarang berhenti dan kita membahas hal yang manis saja, ayolah jangan menjadi orang kaku." ujarnya lagi.