"Gabriela bangun kita sudah sampai." ucap Briel yang baru saja mematikan mesin mobilnya.
Lelaki itu menepuk pelan pipi adiknya yang masih tertidur lelap.
Sepertinya Gabriela sangat kelelahan, bahkan saat tidur pun wajah cantik itu bisa terlihat dengan jelas jika dirinya sangat lelah, membuat dia tidak tega untuk sekedar membangunkannya.
Tetapi jika Gabriela dibiarkan tidur dengan posisi duduk seperti ini, nanti seluruh tubuhnya akan terasa sakit ketika bangun.
Melihat wajah kelelahan Gabriela membuat Briel kembali mengingat bahwa sebenarnya tidak ingin adiknya diberi tanggung jawab untuk memegang perusahaan milik ayahnya, bukan karena Briel iri tetapi Briel tidak mau jika adiknya itu kelelahan karena pekerjaan yang ada di kantor.
Lagipula untuk apa lelaki itu iri, dirinya juga sudah diberi tanggung jawab oleh sang ayah untuk mengelola cabang perusahaan yang tidak jauh dari perusahaan yang sekarang dipegang oleh Gabriela.
Bukankah kantor cabang seharusnya tidak saling berdekatan dengan kantor pusat?
Hal itu tidak akan menimbulkan masalah karena kedua perusahaan itu berbeda, perusahaan yang dipegang oleh Gabriela menaungi produk-produk kecantikan, sedangkan perusahaan yang dipegang oleh Briel adalah perusahaan yang mengelola pasokan bahan pangan yang berasal dari luar negeri maupun dari dalam negeri.
"Gabriela." Briel memutuskan untuk memanggil nama adiknya, ia sudah yakin untuk membangunkan Gabriela.
Ia menjauhkan tubuhnya saat Gabriela mulai membuka matanya, "Apa kita sudah sampai?" Tanya wanita itu sembari mengusap kedua matanya.
Briel langsung mengangguk, "Ya seperti yang kau lihat kita sudah sampai, aku lihat kau sangat lelah jadi sebaiknya kau segera masuk dan lanjutkan tidur mu. Aku yang akan membawa koper mu ke dalam kamar." setelahnya lelaki keluar dari dalam mobilnya.
Gabriela turun dari dalam mobil dan berjalan menuju ke dalam rumah.
Diketuknya pintu rumah yang dulu ia tinggali sejak kecil hingga Gabriela akhirnya menikah, nuansa rumah itu juga tidak banyak berubah dari terakhir ia datang 6 bulan yang lalu.
Kalian tahu sendiri alasan Gabriela jarang berkunjung ke rumah kedua orang tuanya, apa lagi jika bukan karena pekerjaannya yang sangat banyak dan melelahkan.
Ia jadi membuang banyak waktu untuk bekerja daripada menghabiskan waktu bersama keluarganya.
"Yaampun sayang kau sudah pulang." ucap Sarah begitu membuka pintu dan melihat anak perempuannya yang berdiri di depannya sekarang, lalu ibu dua anak itu langsung memeluk tubuh Gabriela.
"Ibu kira kau langsung pulang ke rumah mu, bahkan sekarang ibu sedang bersiap-siap akan pergi rumah mu." Sarah menuntun anaknya untuk masuk ke dalam rumahnya dan duduk di ruang tamu.
"Ibu pikir Briel langsung mengantar mu pulang ke rumahmu." ucap Sarah sambil melirik Briel yang baru saja masuk ke dalam rumah sembari menggeret koper besar milik adik perempuannya.
"Justru aku yang memaksanya untuk pulang kesini dulu, Bu. Aku lihat dia sangat lelah setelah melakukan perjalanan dari luar kota jadi aku membawanya kesini." ujar lelaki itu.
"Kau akan menginap disini, Sayang?" tanya Sarah pada Gabriela.
Wanita itu menggelengkan kepala, "Aku akan istirahat sebentar lalu setelahnya pulang. Aku tidak ingin membuat Bi Elis menunggu karena aku sudah bilang akan langsung pulang ke rumah, Bi Elis juga sudah masak banyak makanan untuk menyambut kepulangan ku. Jika aku tidak pulang ke rumah, kasihan Bi Elis yanh sudah menyiapkan banyak hal untuk ku. Jika aku tidak menginap disini, tidak apa-apa kan, Bu?"
Sarah mengangguk dan tersenyum lalu menepuk paha sang anak, "Tidak apa-apa sayang, yang terpenting bagi ibu sekarang adalah kebahagiaan mu. Jika kau masih ingin tinggal disana maka tinggallah, ibu tidak melarang lagipula rumah itu juga rumah mu kan. Ibu sudah senang hanya dengan melihat mu baik-baik saja, sayang. Ibu tidak akan menuntut banyak hal dari mu."
Gabriela tersenyum senang mendengar perkataan sang ibu, "Yasudah kalau begitu istirahatlah dulu di kamar mu, nanti sebelum pulang makan dulu ya ibu akan memasak makanan kesukaan mu."
Gabriela mengangguk lagi lalu berjalan menuju ke kamarnya yang sudah lama sekali tidak ia gunakan.
Kamarnya sama sekali tidak berubah setelah 3 tahun ini ia tinggalkan, hanya seprainya saja yang berubah mungkin sering diganti oleh ibunya.
Gabriela melangkahkan kakinya menuju ke tempat tidurnya, wanita itu langsung menjatuhkan dirinya di kasur empuk miliknya tanpa melepas alas kakinya terlebih dulu, kasur itu terasa sangat dingin mengingat benda itu sudah jarang sekali ia tiduri.
Pandangannya tertuju pada langit-langit kamarnya, "Huh sudah lama sekali aku tidak tidur disini."
Ia menoleh ke kanan tepat pada meja belajarnya, disana masih terpajang fotonya bersama Rendi.
Dengan cepat Gabriela meraih foto itu lalu memasukkannya ke dalam laci meja belajarnya, "Kenapa ibu tidak membuang foto ini, bagaimana jika Aris masih ada dan melihatnya. Dia pasti akan sakit hati karena aku masih menyimpan foto Rendi."
Apa yang sudah terjadi pada Gabriela, kenapa ia terkesan takut sekali membuat Aris marah ataupun cemburu?
Padahal sebelumnya Gabriela justru sangat ingin menujukkan pada Aris jika ia dan Rendi tidak akan terpisahkan meski dirinya sudah di jodohkan dengan Aris.
Gabriela dulu ingin sekali membuat Aris cemburu ataupun marah sehingga lelaki itu akan menceraikannya, namun segala cara yang dia gunakan ternyata gagal karena Aris sama sekali tidak cemburu ataupun marah padanya.
Lantas apakah sekarang Gabriela sudah benar-benar jatuh pada Aris, sehingga dia tidak ingin Aris marah kepadanya?
Gabriela mendudukkan dirinya di tepi kasur lalu di pandanginya lagi seisi kamarnya, ia benar-benar merindukan masa dimana dirinya masih bersekolah dan kuliah.
Temannya akan beramai-ramai berkunjung ke rumahnya, entah hanya untuk sekedar bermain atau belajar bersama.
Namun sekarang Gabriela dan teman-temannya sangat sulit untuk sekedar bertemu karena mereka sudah memiliki kesibukan masing-masing, begitu juga dengan Gabriela.
Wanita cantik itu sama sekali tidak memiliki waktu untuk sekedar berjalan-jalan atau sekedar bertemu teman-temannya.
Dering ponsel membuat Gabriela merogoh kantong celananya dan mengambil benda pipih itu lalu menempelkannya ke telinganya.
"Halo, Ma."
"Apa kamu sudah pulang dari luar kota, Sayang?" ternyata yang menelpon Gabriela adalah ibu mertuanya.
Gabriela berjalan menuju jendela kamarnya dan membuka jendela tersebut, "Sudah Ma tapi sekarang Gabriel sedang berada dirumah ibu."
"Kalau begitu bisakah setelah pulang dari rumah ibu mu kamu datang ke rumah Mama, ada yang ingin Mama dan Papa bicarakan dengan mu. Kamu ajak Briel saja untuk menemani mu datang kesini."
Gabriela mengerutkan keningnya, tidak biasanya ibu mertuanya itu menyuruhnya untuk datang ke rumah, biasanya jika beliau rindu dengan Aris maka beliau akan berkunjung ke rumahnya.
Tapi Gabriela teringat kembali jika Aris sudah tiada maka dari itu, ia disuruh untuk datang ke rumah mertuanya.
Apa yang akan mereka bicarakan pada Gabriela?
Kenapa kedengarannya penting sekali.