Chereads / Ujung Yang Manis / Chapter 32 - Tujuan lain

Chapter 32 - Tujuan lain

"Ada yang ingin ayah dan ibu bicarakan lagi dengan ku?"

"Biar ayah mu saja yang mengatakannya."

Johnny sendiri terkejut ketika istrinya itu menunjuk dirinya, "Ehmm jadi begini, kedatangan ayah dan ibu kesini tidak hanya untuk membicarakan hal ini tapi ayah dan ibu ingin mengajak mu untuk tinggal di rumah kita lagi. Jujur saja ayah dan ibu khawatir jika kau tinggal di rumah ini sendirian."

"Iya, La. Ibu dan ayah tidak ingin kau selalu terbayang dengan Aris jika kau tetap tinggal disini-"

"Tapi disinilah aku bisa mengingat Aris, bu. Aku memiliki banyak kenangan di rumah ini. Lagipula aku tidak tinggal sendiri melainkan tinggal dengan Bi Elis, jadi ayah dan ibu tidak perlu khawatir dengan ku."

"La, ibu dan ayah tidak ingin terjadi sesuatu pada mu. Jika kau tinggal lagi bersama kami maka ibu dan ayah bisa menjaga mu lalu kau juga tidak akan merasa kesepian." Imbuh Sarah.

"Di rumah ini aku juga tidak sendirian bu, aku tinggal dengan Bi Elis."

Sarah mengelus pundak anak perempuannya, "La, kau tau sendiri kan kalau Bi Elis itu juga sudah memiliki keluarga jadi dia juga tidak akan mungkin selamanya menemani kamu disini."

"Ibu tahu Bi Elis tidur disini hanya sampai

"Aku bisa membayar bi Elis berapa pun untuk tinggal disini dan menemani aku, Bu."

Sarah menggelengkan kepalanya enggak setuju sama apa yang dibilang sama Gabriela.

"Tidak sayang, jika kau berpikir uang dapat menyelesaikan semuanya maka kau salah besar. Bi Elis hidup tidak hanya untuk menemani mu saja, beliau juga memiliki keluarga. Apa kau tega membuat keluarga Bi Elis sedih karna beliau menemani mu disini."

"Gampang Bu, aku tinggal meminta keluarga Bi Elis untuk tinggal disini dengan begitu mereka tidak akan merasa kehilangan sosok Bi Elis dalam keluarganya, selain itu rumah ini jadi ramai dan aku tidak merasa kesepian lagi."

Sarah dan Johnny saling bertukar pandang, mereka benar-benar tidak menyangka jika pemikiran Gabriela akan sejauh itu.

Apa dia bilang, Gabriela akan menyuruh keluarga Bi Elis untuk tinggal di rumahnya?

Gabriela memang gila.

"Lalu apa bedanya dengan kau yang tinggal bersama ayah, ibu dan juga kakak mu." Ujar Johnny, "Kau memilih untuk tidak tinggal bersama keluarga mu sendiri dan kau lebih memilih untuk mengijinkan orang lain tinggal di rumah mu?"

Gabriela menoleh pada ayahnya, "Bi Elis bukan orang lain ayah, Bi Elis sudah aku anggap sebagai keluarga ku sendiri. Bukankah ayah dan ibu juga sama seperti aku."

Sarah langsung menganggukkan kepala, "Iya, ibu sendiri juga sudah menganggap Bi Elis adalah bagian dari keluarga kita. Tapi tetap saja Bi Elis beserta keluarganya adalah orang lain bagi kita, La. Ibu mohon ikutlah bersama ibu dan ayah, kita tinggal bersama seperti dulu lagi sebelum kau menikah dengan Aris."

Gabriela membuang pandangannya ke arah lain, "Jujur aku tidak bisa meninggalkan rumah ini, rumah ini menyimpan terlalu banyak kenangan ku bersama Aris. Aku tidak bisa, Bu."

Sarah mengusap punggung Aris, "Ibu tahu semua ini tidak mudah bagi mu, La. Ibu dan ayah tidak menyuruh mu untuk meninggalkan rumah ini dan melupakan kenangan yang pernah kalian rajut bersama. Sewaktu-waktu kau boleh mendatangi rumah ini asalkan kau mau untuk tinggal bersama ibu dan ayah." Ucapnya.

"Tolong beri aku waktu untuk memikirkannya, pikiran ku masih kalut sejak kepergian Aris kemarin. Aku masih belum bisa untuk berpikir jernih Bu."

Sarah membawa Gabriela ke dalam dekapan hangatnya, "Iya La, ibu tahu. Lagipula ibu dan ayah tidak memaksa mu jika memang kau belum bisa meninggalkan rumah ini dalam waktu dekat. Kami hanya mengkhawatirkan keadaanmu saja jika kau tinggal di rumah ini sendirian."

Dalam dekapan sang ibu Gabriela mengangguk paham, "Iya bu, aku mengerti niat baik kalian untuk mengajak aku tinggal bersama kalian lagi. Tapi tolong beri aku waktu untuk memikirkannya."

>

Keesokan harinya Gabriela datang ke kantor seperti biasa seolah tidak terjadi apa-apa, padahal kemarin dia menangisi kepergian sang suami dan hari ini lihat wanita itu bisa tersenyum secerah itu.

Gabriela Karina Waris memang wanita gila, dimana-dimana ketika anggota keluarganya ada yang berpulang mereka akan meminta cuti untuk beberapa hari kedepan sampai kondisinya membaik.

Tapi apa yang dilakukan Gabriela sekarang?

Lusa dia baru saja kehilangan suaminya, raut wajahnya sama sekali tidak terlihat seperti seseorang yang baru saja kehilangan untuk selama-lamanya.

Bahkan baru 2 hari kehilangan suaminya justru wanita itu sudah datang ke kantor dan siap untuk bekerja maka dari itu, tidak sedikit karyawan kantornya yang menggunjing Gabriela seperti saat ini.

"Apa ibu Gabriela tidak merasa kehilangan suaminya ya, kenapa dia sudah masuk kerja dihari kedua suaminya meninggal. Gila kerja sekali. Atau jangan-jangan dia memang sudah mengharapkan kematian suaminya." seorang gadis cantik yang membelakangi Gabriela mengajak ngobrol teman yang berada disampingnya.

"Ssstt kau jangan berbicara sembarangan seperti itu, bagaimana jika orang terdekat ibu Gabriela atau bahkan ibu Gabriela sendiri yang mendengarnya. Kau bisa habis setelah ini. Meski begitu ibu Gabriela pasti memiliki alasan tersendiri kenapa dia datang ke kantor hari ini."

"Bukankah ibu Gabriela adalah wanita yang tegar, kebanyakan wanita yang baru saja ditinggal suaminya untuk selama-lamanya dia akan merasa terpuruk, lihatlah ibu Gabriela dia bahkan bersikap seolah tidak terjadi apa-apa kemarin. Seharusnya kau bangga melihat ibu Gabriela yang mungkin sudah bisa menerima kepergian suaminya, bukannya malah menggunjing seperti itu." tegur gadis disampingnya.

"Ekhem." Gabriela sengaja berdehem supaya kedua gadis yang membicarakannya tadi menoleh kearahnya.

Alhasil usahanya berhasil.

Kedua gadis itu menoleh dan sedetik kemudian bola mata keduanya nyaris keluar ketika melihat orang yang baru saja mereka bicarakan berdiri tepat didepannya sekarang.

Itu tandanya atasan mereka mendengar pembicaraan mereka tadi.

"Eh, Bu Direktur. Selamat pagi, Bu." keduanya memberi hormat kepada Gabriela.

"Jika kalian ingin membicarakan seseorang, usahakan di sekitarmu tidak ada yang mendengarnya atau setidaknya jangan membicarakan orang itu dikantor. Apa kalian tidak tahu kantor itu tempat dimana orang-orang bekerja, kenapa kalian justru membicarakan orang disini apalagi orang yang baru saja kalian bicarakan adalah atasan kalian sendiri."

Gabriela menatap kedua karyawannya dengan seksama, "Kali ini saya masih bisa mentolerir kalian, jika saya mendengar kalian membicarakan saya seperti tadi apalagi sampai berbicara sembarang tentang saya, maka saya tidak akan segan-segan untuk langsung memutus kontrak kerja kalian di kantor saya. Permisi." Gabriela berjalan melewati kedua gadis itu untuk ke ruangannya.

Gabriela tidak peduli apa yang akan kedua gadis itu bicarakan tentang dirinya lagi namun yang pasti Gabriela hanya tidak suka ada orang yang terang-terangan membicarakan.

Bohong jika Gabriela tidak sakit hati mendengar pembicaraan kedua karyawannya tadi.

Apakah orang lain juga akan melihatnya seperti itu?

"Ya! Ini gara-gara kau. Untung saja ibu Gabriela tidak memecat kita, lain kali kalau kau ingin membicarakan tentang ibu Gabriela jangan bersama ku! Aku tidak ingin di keluarkan dari kantor yang sedari dulu aku impi-impikan." gadis itu berteriak frustasi lalu berjalan meninggalkan temannya.