"Maafkan semua yang pernah aku lakukan terhadap mu Ris, aku benar-benar menyesal."
Tes
Tes
Air mata semakin deras mengalir di pipi Gabriela seakan saling berlomba-lomba, Gabriela sendiri tidak bisa menahan diri untuk tidak menangis saat ini meskipun pikirannya tetap membantah bahwa dia sedang menangisi Aris.
Sekarang pikiran dan hati Gabriela sedang tidak sejalan.
Pikirannya melarang Gabriela untuk menangisi Aris tetapi hatinya justru berkata sebaliknya maka dari itu Gabriel tidak bisa mengontrol dirinya untuk saat ini dan ia memilih untuk menangis seperti apa yang diinginkan oleh hatinya.
"Maafkan aku yang belum sempat membalas perasaan mu, Ris." Gabriela kembali meneteskan air mata ketika mengingat ketulusan Aris selama ini.
Bagaimana tidak, sekarang Gabriela baru menyadari bahwa selama ini ia sudah sangat menyakiti hati lelaki yang sekarang sudah pergi untuk selama-lamanya.
"Kenapa kita harus berpisah dengan cara seperti ini. Kau pergi dengan sejuta luka yang pernah aku berikan pada mu, kenapa kau tidak menunggu sampai aku bisa membalas perasaan mu."
Ternyata setelah disadari tepat dimana malam ia bertengkar dengan Aris dan ia menangis bukan karena mengingat mantan kekasihnya yang menghilang selama 3 tahun belakangan ini melainkan Gabriela yang merasa dirinya sudah sangat menyakiti hati Aris. Suaminya sendiri.
Meskipun dia belum bisa mencintai lelaki itu namun Gabriela tidak mengelak bahwa dia sangat merasa kehilangan sosok suami yang sudah menemaninya selama 3 tahun ini.
"Aris, jika suatu saat nanti aku bisa mencintai mu apa itu terlambat?" Gabriela mengusap wajahnya yang basah karena air mata itu, "Tentu saja, aku pasti sangat terlambat mencintai mu karena kau sudah pergi meninggalkan aku untuk selama-lamanya."
Wanita itu membawa baju milik Aris kedalam dekapannya, "Maaf Ris, seharusnya sedari dulu aku belajar mencintai mu dan melupakan Rendi yang sama sekali tidak peduli dengan ku. Mungkin benar apa yang kau katakan selama ini jika Rendi memang tidak mencintai aku."
"Aku benar-benar menyesal karena sudah menyia-nyiakan lelaki yang tulus mencintai aku seperti mu, Ris."
Gabriela melirik ke arah ranjang yang biasa ia tiduri sendiri, karena selama ini Gabriela selalu menolak jika Aris ingin tidur bersamanya.
Wanita itu duduk di tepi kasurnya dengan baju Aris yang masih berada di dekapannya, "Aku tidak menyangka jika permintaan mu yang tadi malam itu adalah permintaan terakhir mu, Ris. Jika kau bisa kembali sekarang maka aku akan mengijinkan mu untuk tidur satu ranjang dengan ku, tidak hanya sekali tetapi untuk selamanya dan aku juga akan belajar mencintai mu seperti apa yang kau inginkan selama ini."
Gabriela tersenyum kecut mendengar perkataannya sendiri, ia sadar jika Aris tidak akan bisa kembali padanya untuk saat ini dan selamanya, karena Aris sudah pergi sangat jauh sekarang.
Mustahil jika Aris bisa kembali ke pelukannya meskipun Gabriela akan memberikan apa saja yang diinginkan oleh lelaki itu karena sekarang Aris sudah kembali ke pangkuan Tuhan.
Apakah Gabriela akan egois dan meminta Tuhan untuk mengembalikan lelaki yang selama hidupnya selalu ia sakiti.
Apakah Tuhan juga akan rela jika Aris kembali pada Gabriela, apakah Gabriela bisa menjamin bahwa dia tidak akan menyakiti Aris seperti sebelum-sebelumnya?
Gabriela memilih untuk berbaring di kasur empuknya, baju Aris belum juga terlepas dari dekapannya.
"Aku harap kau masih mau menerima jika perasaan ku ini datang terlambat, jangan buru-buru menutup hati mu Ris karena aku berjanji akan bisa membalas perasaan mu." Ucapnya sembari memejamkan kedua matanya.
Di tempat lain ada Bi Elis yang mendengar perkataan Gabriela sedari tadi, dia memang memberi majikannya itu waktu untuk sendiri tetapi Bi Elis tetap memantau apa saja yang dilakukan oleh majikannya itu.
Ia tertegun mendengar perkataan Gabriela yang mengatakan bahwa dia belum bisa membalas perasaannya pada Aris, dia memang sudah tahu jika Gabriela tidak mencintai Aris karena pernikahan mereka tidak berdasarkan rasa cinta melainkan perjodohan.
Bi Elis sempat memaklumi sikap Gabriela yang terkadang suka kasar pada Aris, tetapi itu dia lihat disaat pernikahan majikannya itu masih menginjak umur satu tahun, dan selama dua tahun ini Bi Elis tidak melihat perlakuan kasar dari Gabriela pada Aris.
Mulai saat itulah Bi Elis pikir Gabriela itu sudah mencintai Aris, tapi apa yang baru saja didengarnya.
Ternyata selama ini Gabriela belum bisa mencintai Aris.
Apakah selama ini mereka hanya berpura-pura seolah rumah tangganya baik-baik saja?
"Tuan, tolong maafkanlah nyonya Gabriela yang bahkan sampai sekarang belum bisa mencintai anda. Tapi saya percaya jika nyonya pasti akan bisa mencintai anda meskipun terlambat."
Bi Elis mengusap daun pintu kamar majikannya tersebut, "Nyonya Gabriela kenapa anda menyia-nyiakan lelaki tulus seperti tuan Aris, beliau sangat mencintai anda dengan tulus meskipun selama ini selalu mendapat penolakan dari anda." Wanita paruh baya itu memejamkan kedua matanya, ia mencoba untuk tidak percaya dengan satu fakta mengejutkan yang baru saja didengarnya itu.
Meskipun dia mendengarnya sendiri dari mulut Gabriela tetapi dia masih tidak percaya jika selama ini nyonya besarnya itu belum bisa mencintai lelaki yang selama tiga tahun ini menjadi suaminya.
Ahhh seharusnya Bi Elis ingat kemarin lusa ketika nyonya besarnya itu terlihat tidak peduli dengan ulang tahun pernikahannya, sedangkan tuannya sibuk menyiapkan ini itu seorang diri dan hanya dibantu olehnya.
Tadi pagi nyonya besarnya itu juga menyuruhnya untuk membuang kue ulang tahun yang masih utuh serta secarik kertas, tetapi Bi Elis memutuskan untuk menyimpan kue tersebut didalam kulkas.
Untung saja dia tidak membuang kue tersebut seperti perintah nyonya besarnya, jika Bi Elis sampai membuangnya maka dia akan menyesal seumur hidupnya.
Mungkin kue itu adalah kenang-kenangan terakhirnya bersama sang majikan yang sangat baik kepadanya itu.
Ah! Kini Bi Elis teringat dengan secarik surat yang tadi pagi dibuang ke tempat sampah oleh Gabriela, dia memutuskan untuk mengambilnya kembali lalu menyimpannya jika suatu saat nanti surat itu dibutuhkan maka Bi Elis masih menyimpannya.
Bi Elis mengambil langkah besarnya menuju ke dapur guna mencari surat yang tadi pagi dibuang oleh nyonya besarnya kedalam tempat sampah.
"Ahhhh ini dia, untung saja aku tadi belum membuangnya ke ke depan." Ujarnya ketika berhasil menemukan secarik surat yang diduga ditulis oleh tuannya.
"Tuan, saya mohon ijin untuk menyimpan surat ini dan saya akan mengeluarkannya jika ada yang membutuhkannya. Anda tenang saja, saya tidak akan pernah membukanya sampai kapan pun karena saya hanya akan menyimpannya saja."
Bi Elis mengusap surat yang terlihat sedikit kotor itu, "Jika suatu saat nanti nyonya Gabriela mencari surat ini maka aku bisa langsung memberikannya."
Wanita itu memilih untuk memasukkan secarik kertas itu kedalam kantong cardigannya agar tidak hilang.
Disisi lain Bi Elis tidak ingin jika Gabriela sampai melihatnya yang masih menyimpan surat dari Aris, jika nyonya besarnya itu sampai tahu akan hal ini maka Bi Elis tidak dapat menjamin jika Gabriela tidak akan menyuruhnya untuk membuang surat itu lagi.