Gabriela mendekati ibunya dan ibu mertuanya setelah sang kakak berlalu meninggalkannya.
"Aris kenapa kau meninggalkan ibu seperti ini, nak. Kau adalah anak ibu satu-satunya kenapa kau tega meninggalkan ibu sendirian disini."
Itulah yang dapat Gabriela dengar begitu mendekati ibu mertuanya.
Gabriela langsung disambut dengan pelukan hangat dari ibu kandungnya, "La semuanya akan baik-baik saja, setidaknya Aris sudah tidak merasakan sakit lagi."
Gabriela sendiri tidak percaya jika ibunya bisa sekuat ini, sejak mendengar kabar Aris mengalami kecelakaan ibunya itu tidak henti-hentinya menangis tapi kenapa giliran ada kabar duka datang ibunya justru tidak menangis.
Mungkin ibunya tidak ingin membuat ibunya Aris bertambah sedih ketika melihatnya ikut menangis.
"Ibu, ayah dan kakak akan selalu ada untuk mu. Kau tidak akan merasa sendirian meskipun Aris sudah pergi meninggalkan mu untuk selama-lamanya."
Setelah pemakaman Aris, Gabriela memutuskan untuk pulang kerumah yang ditinggalinya bersama Aris, meskipun keluarga besarnya sudah menyuruhnya untuk pulang kerumah kedua orang tuanya tetapi wanita itu menolaknya.
Bukannya mereka tidak memperbolehkan Gabriela untuk tinggal di rumahnya bersama dengan Aris, mereka hanya khawatir jika Gabriela belum bisa menerima kepergian Aris dan mereka semua takut terjadi sesuatu jika Gabriela tinggal sendirian.
Gabriela juga tidak ingin ketika Briel senang hati menawarkan dirinya untuk menemaninya di rumah.
Mendengar Gabriela menolak ditemani sang kakak mereka memutuskan untuk meminta Bi Elis agar menemani Gabriela sementara waktu meskipun tanpa diminta asisten rumah tangganya itu akan melakukannya dengan ikhlas hati.
Ia merasa kasihan dengan Gabriela jika harus tinggal di rumah itu seorang diri.
Awalnya Gabriela menolak tetapi keluarganya memaksa Gabriela untuk menerima keputusan mereka.
Seketika itu Gabriela berpikir kenapa keluarganya itu sangat tidak mengerti perasaannya saat ini?
Untuk saat ini Gabriela hanya ingin sendirian tanpa ada yang menggangunya.
Wanita itu melangkahkan kakinya untuk masuk kedalam rumahnya, terasa sunyi dan tentu saja mulai hari ini ia akan selalu merindukan sosok yang setiap hari memberinya kasih sayang meskipun Gabriela tidak pernah memintanya.
"Nyonya..." Panggil Bi Elis ketika melihat Gabriela yang berjalan dengan mata kosongnya, ia tahu bagaimana perasaan majikannya itu saat ini.
Gabriela menghentikan langkahnya tanpa mengeluarkan sepatah kata pun membuat Bi Elis langsung menghampiri Gabriela, "Nyonya baik-baik saja, jika tidak bibi akan menelpon tuan Briel untuk menjemput nyonya."
Seperti yang sudah Briel katakan pada Bi Elis jika Gabriela terlihat tidak baik-baik saja maka wanita itu diminta untuk langsung menghubungi Briel kapan saja karena Briel akan langsung datang menjemput adiknya untuk diajak tinggal bersamanya dan kedua orang tuanya.
"Aku baik-baik saja, bibi tidak perlu khawatir." Toleh Gabriela dengan wajah sendunya, "Setidaknya beri aku waktu untuk sendirian. Saat ini aku hanya ingin sendirian jadi bisakah bibi tidak mengikuti kemanapun aku pergi."
"Tapi saya takut terjadi sesuatu pada nyonya."
Gabriela berusaha memberikan senyumannya meskipun tipis, "Tidak akan terjadi sesuatu pada ku Bi karena aku hanya ingin sendirian saja. Aku tidak akan melakukan hal-hal yang membahayakan seperti apa yang kalian semua takutkan."
"Bisakah nyonya berjanji pada saya jika nyonya akan baik-baik saja?"
Tanpa berpikir panjang Gabriela langsung menganggukkan kepalanya.
"Baiklah jika begitu, saya tidak akan mengganggu nyonya tapi jika anda membutuhkan sesuatu maka cepatlah panggil saya nyonya."
Gabriela menganggukkan kepalanya lagi lalu berlalu meninggalkan Bi Elis yang masih menatap punggung majikannya itu dengan sendu.
"Semoga nyonya Gabriela tetap kuat dan segera bisa menerima kenyataan bahwa tuan Aris sudah tiada untuk selama-lamanya."
Bi Elis tidak sengaja melihat potret majikannya sedang berpose mesra.
"Tuan, kenapa meninggalkan nyonya seperti ini. Kalian masih muda, tentunya masih banyak yang kalian rencanakan bersama tapi kenapa tuan pergi secepat ini."
Entah keberanian dari mana Bi Elis mengelus foto tersebut, "Saya tidak menyangka jika tuan Aris akan pergi dengan cara seperti ini, pasti sangat sulit bagi tuan yang pergi dan tidak sempat berpamitan dengan nyonya. Apakah ini anda lakukan untuk mengetahui seberapa besar cinta nyonya Gabriela setelah anda tiada?"
"Itu tidak benar tuan, apakah anda tidak sabar untuk menunggu perasaan anda berbalas kenapa harus pergi secepat ini sebelum anda mendengar perkataan cinta keluar dari mulut nyonya Gabriela." Bi Elis mengusap wajahnya yang sudah basah karena air matanya.
"Tapi tidak apa-apa, ini memang jalan yang sudah Tuhan takdirkan untuk tuan."
"Saya berjanji akan menjaga nyonya Gabriela dengan baik. Tuan tenanglah disana, disini saya akan selalu berdoa untuk kebaikan tuan Aris."
Klap
Bi Elis menoleh ketika pintu kamar majikannya tertutup itu artinya Gabriela sudah masuk ke dalam kamarnya, setelah ia memutuskan untuk tidak mengganggu majikannya Bi Elis memutuskan untuk mengerjakan pekerjaannya.
>
Klap
Huuuufttt
Gabriela menghela napasnya dan terdengar sangat berat, kepalanya mendongak serta kedua matanya yang terpejam.
"Apa yang sekarang aku lakukan, bukankah aku senang karena orang yang selama ini sudah menghancurkan hidup ku sudah pergi untuk selama-lamanya tapi kenapa aku justru merasa sedih seperti ini?"
Wanita itu menggigit bibir bawahnya, "Apa aku sedih dengan kepergian Aris?" Gabriela langsung menggelengkan kepalanya serta membuka kedua matanya, "Ahh itu tidak mungkin, aku tidak mungkin sedih karena kepergian Aris." Ia masih mencoba mengelak dengan kesedihan yang tengah melandanya sekarang, "Untuk apa aku bersedih seharusnya aku senang bukan?"
Hahaha
"Aku akan mencari Rendi, aku yakin selama ini Aris yang sudah mempersulit langkah ku dalam mencari Rendi. Sekarang dia sudah meninggal itu artinya tidak akan ada lagi yang menghalangi aku untuk mencari keberadaan Rendi dan sebentar lagi aku dan Rendi bisa bersama seperti dulu."
Meskipun Gabriela mengelak tetapi wanita itu tetap merasakan kesedihan di hatinya membuatnya sedikit tersadar jika ada yang kosong di hatinya.
"Kenapa aku sedih seperti ini, aku tidak mungkin menangisi kepergian Aris bukan?" Wanita itu mengelus dadanya, "Hufft sebaiknya aku mengalihkan rasa sedih ku ini dengan melakukan sesuatu."
Entah kenapa Gabriela justru membuka almari yang sebelumnya dipakai olehnya dengan Aris.
Gabriela tak sengaja melihat tumpukan baju milik Aris, meskipun ragu namun Gabriela berusaha untuk meraih baju milik mendiang suaminya itu.
Dielusnya baju yang sering dipakai Aris kini tertata rapi didalam almari dan sekarang sudah berada ditangannya, "Kenapa kau pergi hiks."
Air mata Gabriela tidak dapat terbendung ketika melihat baju milik Aris yang sekarang tengah dipegangnya.
Bukankah sebelumnya Gabriela sudah mengelak bahwa dia bersedih karena kepergian Aris tapi kenapa sekarang wanita itu justru menangisi lelaki itu?
"Maafkan semua yang pernah aku lakukan terhadap mu Ris, aku benar-benar menyesal."
Tes
Tes
Air mata semakin deras mengalir di pipi Gabriela seakan saling berlomba-lomba, Gabriela sendiri tidak bisa menahan diri untuk tidak menangis saat ini meskipun pikirannya tetap membantah bahwa dia sedang menangisi Aris.
Sekarang pikiran dan hati Gabriela sedang tidak sejalan.
Pikirannya melarang Gabriela untuk menangisi Aris tetapi hatinya justru berkata sebaliknya maka dari itu Gabriel tidak bisa mengontrol dirinya untuk saat ini dan ia memilih untuk menangis seperti apa yang diinginkan oleh hatinya.
"Maafkan aku yang belum sempat membalas perasaan mu, Ris." Gabriela kembali meneteskan air mata ketika mengingat ketulusan Aris selama ini.
Bagaimana tidak, sekarang Gabriela baru menyadari bahwa selama ini ia sudah sangat menyakiti hati lelaki yang sekarang sudah pergi untuk selama-lamanya.