"Tumben sekali Aris tidak menyuruh supirnya saja, kenapa justru Pak Jamal yang mengendarai mobilnya."
"Masalah itu bisa kita urus nanti jika kondisi Aris sudah dinyatakan baik-baik saja, dan kita harus menunggu sampai Pak Jamal atau Aris sadar terlebih dahulu baru setelah itu kita tanyai tentang kecelakaan itu." Briel selaku kakak dari Gabriela angkat bicara.
"Kau tenang saja kakak dan ayah pasti akan mencari tahu penyebab kecelakaan itu, meskipun polisi sudah mengatakan jika truk yang berjalan ke arah mobil yang ditumpangi oleh Aris dan Pak Jamal saat itu remnya blong, tetapi seharusnya mereka masih bisa menghindar. Dan yang lebih mencurigakan lagi bahwa rem mobil yang tadi dikendarai oleh Aris remnya blong."
Gabriela menatap wajah sang kakak, "Atau jangan-jangan ada mensabotase mobil yang Aris dan Pak Jamal tumpangi?"
Briel mengangkat kedua bahunya dengan cepat, "Untuk itu kakak belum tahu tetapi kita tidak boleh mengeluarkan statement yang tidak berdasar."
Gabriela mendapat pelukan dari sang kakak, "Kau harus kuat, kakak percaya Aris akan baik-baik saja hmm kau kan wanita kuat jadi jangan menangis ya." Briel mengusap punggung sempit adiknya beberapa kali guna untuk menenangkan perasaan adiknya yang mungkin sekarang sedang berantakan.
Bagaimana tidak, setelah suaminya dikabarkan mengalami kecelakaan sampai sekarang Gabriela belum mendengar kabar apa-apa tentang suaminya selain Aris yang dinyatakan koma dan langsung dilarikan ke ruang ICU.
"Apakah keluarga Pak Jamal sudah diberitahu kak?"
"Sudah dan mereka sedang dalam perjalanan menuju ke sini. Kau tidak perlu khawatir ayah sudah menanggung semua biaya perawatan Paman Jamal selama di rumah sakit ini."
"T-tapi kira-kira siapa yang sudah mensabotase mobil yang dinaiki oleh Aris dan Pak Jamal ya, kak?"
Briel menggelengkan kepalanya, "Entahlah, tapi kakak dan ayah akan berusaha mencari tahunya. Sudahlah La, kau tidak perlu memikirkan masalah ini. Kau fokus saja pada pengobatan Aris jangan memikirkan hal-hal yang lain dulu."
Wanita itu menganggukkan kepalanya, "Iya kak."
"Kakak bangga pada mu, La. Kau tidak menangis dan tetap kuat."
Gabriela juga bingung dengan dirinya sendiri mengapa dia tidak menangis setelah mengetahui Aris koma, istri macam apa Gabriela itu?
Apakah dia senang melihat lelaki yang selama ini dibencinya mengalami koma?
Jika itu sampai terjadi maka Gabriela adalah wanita yang sangat jahat, ia tega bersenang-senang diatas penderitaan orang lain.
Tidak menangis bukan berarti Gabriela tidak sedih tetapi ia hanya merasa kasihan dengan keluarga Aris yang terus menangis, terlebih ibu mertuanya itu menangis semenjak beliau datang ke rumah sakit.
>
Setelah beberapa hari dinyatakan koma akhirnya dokter memberitahu jika Aris sempat sadar, namun tidak lama kemudian kondisi Aris kembali menurun dan dokter menyatakan bahwa Aris sudah tiada.
"Maaf kami sudah berusaha semaksimal mungkin tetapi nyawa pasien tidak bisa diselamatkan, dan saya selaku dokter yang menanganinya menyatakan bahwa saudara Aris meninggal. Kami semua turut berduka atas kepergian saudara Aris untuk selama-lamanya, semoga keluarga yang ditinggalkan diberi keikhlasan."
Begitu dokter berlalu semuanya menangis terlebih kedua orang tua Aris, mereka sudah kehilangan anak mereka satu-satunya.
Duka yang mendalam dirasakan oleh mereka berdua.
Kini kedua orang tua Aris dan Gabriela memeluk satu sama lain guna memberi kekuatan dan ketabahan.
Sedangkan sang istri dari Aris yaitu Gabriela masih berdiri mematung didepan pintu ruang ICU dimana didalamnya ada suaminya yang terbujur kaku.
Nampaknya Gabriela baru saja ditampar oleh kenyataan yang mengatakan bahwa suaminya sudah pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya.
Gabriela masih belum percaya tentang apa yang baru saja ia dengar tentang suaminya.
Apakah benar jika suaminya sudah meninggal? Apa itu artinya tidak ada lagi orang yang akan memperhatikannya seperti sebelumnya?
Jika Aris sudah pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya berarti idak ada lagi orang yang menyambutnya sepulang kerja dengan senyum meneduhkan miliknya? Dan tidak ada lagi yang menemaninya dirumah selain Bi Elis?
"Aris m-meninggal? B-bagaimana bisa." lirih Gabriela sembari melirik ke dalam ruang ICU.
Kenapa sekarang Gabriela merasa ada sesuatu yang hilang dari dalam dirinya, separuh jiwanya seakan pergi setelah mendengar kematian sang suami.
Wanita itu dihampiri oleh sang kakak yang tiba-tiba merangkul pundaknya, "La."
Gabriela menoleh dengan tatapan sendunya.
Tubuh mungilnya langsung tenggelam kala sang kakak mendekapnya dengan erat.
"Kakak tahu kau sedang bersedih La, jadi jangan kau tahan-tahan lagi. Kehilangan seorang suami bukanlah perkara yang mudah maka menangislah, aku akan selalu memeluk mu seperti ini."
Gabriela kakak lelakinya itu juga pasti sangat kehilangan Aris tetapi lelaki itu mencoba untuk menahan setidaknya sampai dia memiliki waktu untuk sendiri.
Saat ini dia sedang bersama dengan adiknya, ia tidak mungkin menangis sekarang sedangkan adiknya sendiri yang ditinggal pergi oleh suaminya saja tidak menangis.
Sekarang tugas Briel hanya untuk menenangkan sang adik yang baru saja kehilangan suaminya.
Semua orang yang ada disini sedang berduka termasuk Briel sendiri.
"La, menangislah kenapa kau diam saja? Kakak justru tidak suka jika kau hanya diam dan menahan kesedihan mu sendirian."
"Semua orang disini sedang berduka termasuk kakak sendiri, jadi tidak ada salahnya jika kau menangis La. Kehilangan suami untuk selama-lamanya bukan perkara yang mudah La jadi jangan menyimpannya sendiri. Kakak tidak ingin kau menyakiti diri mu sendiri." Briel mengusap punggung adik perempuannya dengan lembut.
Ia tahu bagaimana perasaan sang adik saat ini jadi Briel menyuruh Gabriela untuk menangis daripada menahan kesedihannya seorang diri.
Briel lebih memilih untuk melihat Gabriela menangis daripada melihat adiknya hanya dia dan berusaha kuat.
Tidak ada istri yang kuat ditinggal orang yang dicintainya untuk selama-lamanya.
"Aku tidak ingin ayah dan ibu melihat ku menangis kak, mereka yang lebih berduka jadi aku harus terlihat kuat setidaknya untuk saat ini." Ucap Gabriela.
Selain itu Gabriela juga tidak tahu kenapa ia harus menangis sedangkan air matanya saja susah untuk dikeluarkan.
Briel memilih untuk menenggelamkan tubuh adik perempuannya kedalam dekapan hangatnya.
"La, kakak harus mengurus pemakaman Aris dulu kau tidak apa-apa jika kakak tinggal?" Briel melepas pelukannya ketika ayahnya dan ayah mertua adiknya itu memberi dia kode untuk mendekat.
Gabriela mengangguk, "Iya kak, terimakasih kakak sudah mau mengurusnya."
"Aris itu sudah kakak anggap seperti adik kakak sendiri La, jadi sudah seharusnya kakak yang mengurusnya. Kau tidak apa-apa kan?"
"Iya kak aku tidak apa-apa."
Briel mengusap puncak kepala sang adik, "Kakak yakin kau adalah wanita yang kuat, dekati ibu dan ibu mertua mu kuatkanlah mereka."
"Iya kak."
Gabriela mendekati ibunya dan ibu mertuanya setelah sang kakak berlalu meninggalkannya.
"Aris kenapa kau meninggalkan ibu seperti ini, nak. Kau adalah anak ibu satu-satunya kenapa kau tega meninggalkan ibu sendirian disini."
Itulah yang dapat Gabriela dengar begitu mendekati ibu mertuanya.
Gabriela langsung disambut dengan pelukan hangat dari ibu kandungnya, "La semuanya akan baik-baik saja, setidaknya Aris sudah tidak merasakan sakit lagi."
Gabriela sendiri tidak percaya jika ibunya bisa sekuat ini, sejak mendengar kabar Aris mengalami kecelakaan ibunya itu tidak henti-hentinya menangis tapi kenapa giliran ada kabar duka datang ibunya justru tidak menangis.
Mungkin ibunya tidak ingin membuat ibunya Aris bertambah sedih ketika melihatnya ikut menangis.