"Ayah dan ibu takut kau tidak akan pernah bisa menerima Aris sebagai suami mu La, karna ayah dan ibu juga tahu kau sangat mencintai Rendi saat itu."
"Jika ayah dan ibu tahu aku mencintai Rendi, lalu kenapa kalian tetap menjodohkan aku dengan Aris?! Bukankah kalian ingin melihat aku bahagia, lalu kenapa kalian tetap memisahkan aku dengan Rendi. Kalian tahu bahwa kebahagiaan ku adalah bersama Rendi."
"Jadi selama ini kau belum bahagia hidup bersama Aris dan kebahagiaan yang kalian tunjukkan selama ini hanyalah palsu?"
DEG
DEG
Jantung Gabriela berpacu kencang ketika sang ibu memojokkannya dengan sebuah pertanyaan yang mungkin tidak dapat dijawab oleh Gabriela.
Sarah tersenyum, "Tapi semua itu tidak benar bukan? Kenyataannya kau dan Aris mau memberi kami seorang cucu, itu artinya kalian benar-benar saling mencintai kan?"
Gabriela tidak menjawab, ia lebih memilih untuk memperhatikan jalanan yang ada didepannya.
Pikirannya jauh melayang kemana-mana.
"Apakah aku harus mengatakan yang sesungguhnya pada ibu bahwa selama ini aku hanya berpura-pura mencintai Aris? Tapi bagaimana jika ibu marah dan mengadukannya pada ayah. Ibu mungkin masih bisa memakluminya tetapi apakah ayah bisa?" Wanita itu sibuk memikirkan sesuatu yang tengah berkecamuk di kepalanya, "Apakah aku harus berkata jujur."
"La."
Kedua mata wanita itu mengerjap ketika sang ibu memanggil namanya, "Hm? Ada apa bu?"
"Ibu sedang bertanya kenapa kau diam saja?"
"Ahh tidak, aku hanya fokus menyetir."
"Kau dan Aris sudah berada di tahap saling mencintai bukan?" Tanya Sarah lagi sembari mengangkat salah satu alisnya.
"Kenapa ibu menanyakannya, lagipula aku dengan Aris sudah bisa menerima satu sama lain setelah kami dinyatakan untuk menikah."
"Meskipun awalnya aku tidak mau menerima Aris sebagai suami ku tapi seiring berjalannya waktu akhirnya aku bisa menerimanya, Bu. Aku hanya ingin menikah sekali dalam hidup ku dan aku tidak mau gagal dalam rumah tangga hanya karena menikah dengan lelaki yang tidak aku cintai. Seiring berjalannya waktu aku bisa belajar mencintai Aris, jika tidak mungkin aku sudah bercerai dengannya dari dulu." Bohong Gabriela.
Bahkan wanita itu sangat sering meminta bercerai dari Aris tapi lelaki itulah yang tidak mau melakukannya dan kekeh untuk mempertahankan pernikahannya dengan Gabriela.
"Apapun keadaannya kau tidak boleh bercerai dengan Aris, La. Ayah dan ibu tahu bahwa Aris itu adalah laki-laki baik yang pantas menjadi suami mu."
"Jika Aris adalah lelaki baik-baik lalu kenapa dia tetap memisahkan aku dengan Rendi. Seharusnya dia membiarkan aku hidup bahagia bersama Rendi." Ucap Gabriela dalam hatinya.
"Tidak bu, sekarang aku sudah bisa mencintainya lalu untuk apa kami bercerai. Semalam kami bahkan sudah sepakat untuk memiliki anak."
Sarah tersenyum dengan kedua matanya yang masih berkaca-kaca, "Hmmm terimakasih karna kau sudah mau menuruti permintaan ayah dan ibu. Kami senang bahwa akhirnya kalian memutuskan untuk memiliki anak."
Gabriela tersenyum tipis, "Maaf aku belum bisa berkata jujur pada ibu, aku takut ibu dan ayah akan kecewa jika pernikahan ku dengan Aris selama ini tidak berjalan lancar." Wanita itu menggigit bibir bawahnya, "Entah sampai kapan aku akan melakukan kebohongan ini, tapi aku mohon maafkan aku suatu saat nanti."
Sesampainya dirumah sakit Gabriela beserta ibunya langsung menuju keruangan IGD, karena ia diberitahu jika Aris masih berada disana dan belum dipindahkan ke ruang rawat.
Mungkin karena Aris belum mendapatkan penanganan yang lebih serius maka dari itu, Aris masih berada di IGD.
"Ibu sebaiknya kesana dulu, aku harus menghubungi ayah dan kak Briel karena sepertinya mereka belum datang."
"Kenapa tidak kau saja yang kesana, kau istrinya La. Aris lebih membutuhkan diri mu dari pada ibu, biarkan ibu saja yang menghubungi ayah dan kakak mu."
"Bu, sekarang bukan waktunya untuk berdebat masalah ini. Aku masih membutuhkan waktu untuk melihat kondisi Aris. Sebaiknya ibu yang kesana nanti aku akan segera menyusul."
Sarah yang tahu bagaimana perasaan anaknya itu menganggukkan kepalanya, "Baiklah, biar ibu yang masuk kedalam lebih dulu tapi segeralah menyusul pasti Aris juga membutuhkan mu."
"Iya bu aku akan segera menyusul jika urusan ku sudah selesai."
Gabriela mempersilahkan ibunya untuk terlebih dulu mendekat ke IGD yang masih dikerumuni banyak orang.
"Astagaaa apa yang harus aku lakukan. Kenapa ayah dan kak Briel belum sampai juga."
Setelah menghubungi ayah dan sang kakak, Gabriela juga tidak lupa memberitahu keluarga Aris untuk segera datang.
Walau bagaimanapun ia adalah istri sah Aris, meskipun ia tidak pernah menganggap Aris sebagai suaminya tetapi dimata keluarga Aris dia adalah istri dari laki-laki tersebut.
Setelah dari IGD Aris dibawa ke ruang ICU untuk bisa dirawat secara intensif, keluarga dari Gabriela dan Aris sudah berkumpul untuk menunggu kabar dari dokter yang sedang memeriksa keadaan Aris didalam.
Gabriela kini duduk disamping ibu mertuanya yang sedang menangis sesegukan, tangannya tak berhenti mengusap punggung mertuanya tersebut.
"Gabriela, maafkan Mama yang terus saja menangis hikss seharusnya Mama yang menguatkan mu, sayang." Gabriela memeluk ibu mertuanya itu, "Mama sangat sedih begitu mendengar Aris mengalami kecelakaan dan sekarang dirawat di ruang ICU."
Ibu mertua Gabriela itu memeluk erat tubuh menantunya, "Mama takut Aris kenapa-kenapa La, dia anak Mama satu-satunya dan Mama belum siap jika harus kehilangan dia."
"Mama, Aris pasti baik-baik saja percaya pada Gabriela. Aris juga tidak akan pergi kemana-mana Ma, dia akan tetap bersama kita disini. Lebih baik kita berdoa untuk kesembuhan Aris." Gabriela mengelus punggung Jana. Ibu mertuanya.
Dari lorong rumah sakit Gabriela melihat sang ayah, bersama dengan ayah mertuanya serta sang kakak yang berjalan menuju kearahnya.
"Ayah bagaimana dengan keadaan Pak Jamal, apa beliau baik-baik saja?" Tanya Gabriela yang sekarang mendekati ayah dan sang kakak setelah ayah mertuanya menggantikan posisi Gabriela untuk memeluk ibu mertuanya.
Gabriela ingat jika Aris tidak hanya seorang diri saat mengalami kecelakaan itu melainkan bersama dengan sekretaris pribadinya yang bernama Jamal.
Gabriela sudah sangat mengenal betul lelaki bernama Jamal itu.
Sebenarnya Gabriela sangat ingin mengetahui kondisi Jamal saat di IGD tadi tetapi ia harus berada di depan ruang ICU bersama ibu dan mertuanya yang sedang menunggu kabar dari dokter yang sedang menangani Aris.
Jadi Gabriela memutuskan untuk menyuruh ayah dan kakaknya beserta ayah mertuanya untuk melihat kondisi Jamal.
"Pak Jamal masih harus menjalani beberapa perawatan karena ada beberapa luka yang harus diobati dan dijahit, mungkin sebentar lagi Pak Jamal akan dipindah ke ruang rawat."
"Lalu supirnya?"
Kening ayahnya Gabriela mengerut halus, "Supir? Menurut keterangan polisi ditempat kejadian Pak Jamal yang duduk dikursi kemudi itu artinya beliau sendiri yang mengendarai mobilnya."