Setelah menunggu sekian lama akhirnya Aris kembali ke kamar sembari membawa sebuah nampan yang diatasnya terdapat beberapa potongan buah serta teh hangat dan kalian pasti jika itu untuk siapa?
Ya, tentu saja jika itu untuk istrinya tercinta. Gabriela Karina Waris.
"Hai sayang. Bagaimana dengan pekerjaan kamu apakah belum selesai?" tanya Aris yang baru saja meletakkan nampan yang dibawanya itu pada meja kerja istrinya, lelaki itu tersenyum ketika Gabriela meliriknya sekilas, "Aku tahu kau mungkin belum nafsu makan jadi aku membawakan beberapa camilan untuk menemani mu bekerja." Ucap lelaki itu lagi.
Aris berjalan mendakti Gabriela lalu mengusap puncak kepala istrinya dengan penuh kasih sayang, "Melihat mu seperti ini aku merasa belum menjadi suami yang baik untuk mu, Sayang. Benarkah begitu?"
Gabriela mendengus lalu menjauhkan tangan suaminya itu dari kepalanya, entah kenapa semenjak mereka menikah sampai sekarang bahkan Gabriela sangat tidak nyaman untuk bersentuhan dengan Aris, suaminya sendiri.
Tetapi Aris tidak pernah mengerti dengan sikap Gabriela yang selalu menjauh ketika ia sentuh.
"Kenapa kau kesini, apa kau sudah makan makanan mu." Tanya Gabriela datar.
Merasa mendapat secuil perhatian dari sang iatri mampu membuat seorang Aris bahagia, mungkinkah itu sebuah perhatian yang hanya Aris sendiri yang dapat merasakannya.
Lelaki itu menyangga tubuhnya menggunakan satu tangannya yang tertumpu pada meja kerja istrinya, kepalanya menoleh pada wanita yang begitu sangat dia cintai itu, "Melihat mu yang lebih mementingkan pekerjaan daripada mengisi tenaga mu lebih dulu, aku memilih untuk tidak makan karena aku tidak ingin enak-enakkan makan sedangkan istri ku sendiri bekerja."
"Bukankah aku sendiri yang menyuruh mu untuk makan jadi kenapa kau tidak makan, jujur saja aku tidak apa-apa jika kau makan." Ucap Gabriela tanpa mengalihkan pandangannya dari monitornya, "Jangan membuat aku merasa bersalah jika terjadi sesuatu padamu."
"Kenapa kau berbicara seperti itu?"
Gabriela menghentikan gerakan jari jemarinya pada keyboard laptopnya lalu membalas tatapan suaminya, "Jika kau sakit karena menunda makan malam mu, kau pasti akan menyalahkan aku karena aku tidak mau makan malam bersama mu sehingga kau juga tidak makan. Berhentilah bersikap kekanakan jika kau lapar maka makan lah jangan menahannya hanya karena aku tidak ikut makan bersama mu."
Aris tersenyum tipis lalu membuang pandangannya ke arah lain ketika mengingat perkataan yang baru saja keluar dari bibir istrinya, "Jadi Gabriela menyuruh aku makan bukan karena dia yang mulai perhatian dengan ku tapi karena dia tidak mau disalahkan jika terjadi sesuatu pada ku? Itu benar Ris, seharusnya kau tidak menaruh harapan tinggi pada Gabriela. Sejak kapan Gabriela memperhatikan mu." Ucap Aris pada dirinya sendiri, lelaki itu sekarang benar-benar merasakan bahwa ia tidak pernah di perhatikan oleh istrinya sendiri selama ini, sejak pernikahan mereka dan sekarang pernikahan mereka sudah berjalan selama tiga tahun.
"Sepertinya Gabriela memang tidak pernah bisa mencintai aku." ucap lelaki itu lagi.
"Oh iya tadi ada yang ingin kau bicarakan dengan ku bukan, mengenai pembicaraan mu dan ibu di telpon." Gabriela memutar kursi kerjanya menjadi menghadap suaminya, "Apa yang dikatakan ibu pada mu tentang keturunan-keturunan itu."
Aris menoleh lalu menghela napasnya, "Apa pekerjaan mu sudah selesai?" tanya Aris pada Gabriela.
"Memangnya kenapa?"
"Sepertinya kita akan membahas hal yang penting tentang hal ini jadi sebaiknya kau selesaikan pekerjaan mu sebelum kita membahas ini bersama."
Gabriela langsung menutup laptopnya lalu membereskan beberapa berkas perkerjaannya yang sedari tadi berserakan di meja, selesai membereskan barang-barangnya Gabriela menatap lelaki yang selama tiga tahun ini menjadi suaminya, "Sudah, lagipula aku masih bisa melanjutkannya besok di kantor. Jadi cepat katakan apa saja yang ibu bicarakan saat dia menelpon mu?"
"Bukankah tadi kau mengatakannya pada ku jika pekerjaan mu harus di selesaikan sekarang."
Gabriela menggelengkan kepalanya, "Tidak. Sebenarnya ini pekerjaan untuk besok tapi aku sengaja untuk mengerjakannya sekarang agar aku bisa memiliki alasan untuk tidak makan malam bersama mu. Kau mengerti?"
Apakah seorang Gabriela Karina Waris sama sekali tidak memiliki perasaan, kenapa dia berkata seperti itu secara terang-terangan didepan suaminya langsung.
Bukankah perkataannya itu dapat melukai hati suaminya?
Jika memang dia menggunakan alasan pekerjaan agar dia tidak ikut makan malam bersama suaminya, seharusnya dia tidak mengatakannya didepan Aris.
Gunakanlah alasan lain jangan menyakiti hati suami mu seperti itu!
Aris sendiri yang merasa di bohongi oleh Gabriela hanya bisa tersenyum dan tersenyum.
Oh ayolah, marahlah pada istrimu yang sudah terang-terangan membohongi dirimu, Aris!
Kenapa kau diam saja?
"Jadi tadi kau membohongi aku jika pekerjaaan mu itu harus kau selesaikan malam ini?" tanya Aris kini yang sudah memposisikan dirinya menjadi berhadapan langsung dengan istrinya.
Gabriela mengangkat kedua bahunya lalu berjalan melewati Aris dengan tenangnya, wanita itu duduk di tepi kasur empunya dengan kedua matanya yang tak lepas menatap suaminya, "Kenapa kau diam saja, katakan pada ku apa yang ibu bicarakan ketika dia menelpon mu tadi?"
Aris memutuskan untuk membawa nampan itu dan meletakkannya di nakas samping tempat tidur istrinya sebelum menuruti perintah yang dilontarkan oleh Gabriela, "Bisakah kau sedikit bersabar, aku pasti akan menceritakannya pada mu tapi sebelum itu kau harus minum teh hangat buatan ku sebelum tehnya dingin dan tidak enak lagi."
"Aku tidak haus." Ucap Gabriela yang baru saja melihat teh itu dengan malas, "Kau minum saja sendiri." wanita itu menatap wajah suaminya, "Aku curiga kau memberikan racun didalamnya."
"Gabriela, berhenti menuduh aku melakukan hal yang tidak-tidak pada mu. Mana mungkin aku menaruh racun didalam minuman istri ku."
"Bisa saja kau berencana untuk membunuh aku karena aku tak kunjung membalas perasaan mu." Kata Gabriela dengan entengnya, wanita itu sepertinya tidak menyadari apa yang sudah ia tuduhkan pada suaminya, "Jika kau tidak melakukannya ya sudah kau tidak perlu menatap aku seperti itu, salahkah aku jika mengeluarkan pendapat ku." Ujar Gabriela lagi sembari memainkan jari jemarinya.
"Kau salah karena sudah menuduh aku yang tidak-tidak. Aku tidak pernah berpikiran untuk melakukan hal sekeji itu pada istri ku sendiri."
"Kalau begitu minumlah, aku tidak percaya jika kau belum meminumnya. Jadi kau meminta aku untuk membuktikan bahwa tidak ada racun apapun didalam teh buatan ku ini." Lagi-lagi Gabriela mengangkat kedua bahunya membuat Aris menghela napasnya sedikit kesal, "Karena aku tidak merasa menaruh apapun pada teh buatan ku maka aku akan meminumnya seperti apa yang kau perintahkan pada ku, La."
Aris menghabiskan teh buatannya itu dalam satu kali tegukan.
Tak
Lelaki itu menaruh gelas bekas minumnya itu ke tempat semula, "Kau lihat, aku bahkan meminumnya sampai habis tapi tidak terjadi apa-apa pada ku bukan?" Gabriela diam, "Itu artinya aku tidak menaruh apapun pada teh yang aku buat untuk mu sayang jadi berhenti menuduh aku melakukan hal yang tidak-tidak. Aku tidak pernah memiliki niat jahat pada istri ku sendiri."