"Kamu ngapain aja sebulan ini?" Tanyanya padaku sambil menikmati semangkuk supnya. "Ke rumah ibu, ke rumah mama, main ke coffee shop temenku, bikin kue, jalan-jalan ke mall kalo aku bosen." Jawabku jujur. Memang aku hanya melakukan itu selama sebulan ini. "Kamu ke Mall tapi kenapa tagihan kredit card nya masih nol. Kamu nggak pakai?" Aku mengangguk. "Kenapa nggak dipakai?" Aku menggeleng. "Aku emang lagi nggak pingin beli sesuatu, sih." Aska mengangguk. "Aku nggak masalah kalau kamu mau pakai. Tapi, kamu harus tahu aja batesannya." Aku mengangguk mendengarkan ucapannya.
"Aska, uang sisa bulanan boleh aku tabung nggak?" Aska menatapku beberapa detik kemudian mengangguk. "Itu hakmu. Selagi kebutuhan rumah terpenuhi semua. Kamu boleh pakai sisanya semaumu." Aku tersenyum. "Makasih." Ucapku dengan tulus.
"Aska, aku boleh tanya sesuatu?" Aku tidak bisa menahan diriku untuk tidak bertanya mengenai hal ini kepadanya. Aku dirundung rasa khawatir dan ketakutan. Sebenarnya, aku takut ini waktu yang kurang tepat untuk aku bertanya. Tapi, sepertinya Aska sudah sembuh.
"Hmm, waktu kita honeymoon kemarin. Hari pertama, kamu tidur dimana?" Tubuh Aska menegang. Pergerakannya terhenti. Dia membatu karena pertanyaanku.
Aska menghindari tatapannya dariku. Seperti enggan menatapku untuk menyembunyikan fakta yang disimpannya rapat. Aku sangat penasaran. Menurutku, wajarkan sebagai seorang istri bertanyan perihal ini?
"Aku sewa kamar lagi." Ucapnya tanpa menatapku. Apakah aku percaya? Tentu saja tidak. "Keberatan tidur satu kamar sama aku?" Aska langsung menatapku ketika pertanyaan itu terlontar dari bibirku. Aska menggeleng. "Nggak gitu. Jangan berpikiran buruk." Aku mengangguk.
Mana bisa aku berpikir positif. Tentu saja tidak bisa. Istri mana yang masih bisa berpikir positif ketika suaminya berbohong. Beruntung karena Tuhan menciptakan wanita dengan kepekaan diri yang luar biasa. Sehingga, aku tahu bahwa saat ini dia tengah berbohong. Walaupun pernikahan ini dimulai tanpa cinta diantara aku dan Aska.
"Yaudah lupain aja pertanyaanku. Lanjutin aja makannya." Ucapku agar Aska dapat kembali makan dengan tenang. Mungkin kesabaranku sedang diuji. Mungkin saja.
"Maaf," ucapnya singkat dan lirih. Aku masih dapat mendengar ucapannya. Walaupun aku mencoba untuk pura-pura tidak mendengarkannya.
•••
"Kamu nggak tidur di kamarku?" Tanya Aska ketika mendapatiku masuk ke kamarku yang ada di lantai bawah. Aku menggeleng. "Kamu udah sembuh kan, Ka?" Dia mengangguk. "Jadi, aku tidur di kamarku." Jawabku.
"Kamu tidur di kamarku cuma kalau aku sakit?" Aku menggeleng. "Nggak, tapi, sedari awal emang kita udah pisah kamar, kan?" Aska menghela nafasnya. "Mulai sekarang hingga seterusnya. Kamu tidur di kamarku. Kita tidur satu ranjang. Aku nggak nerima penolakan apapun." Aku mengerjap beberapa kali.
"Kamu serius? Aku nggak masalah kok tidur di lantai bawah. Kalau kamu butuh sesuatu hubungin aku aja pake ponsel. Aku langsung ke atas samperin kamu." Aska mendengus. "Apa susahnya menuruti permintaanku?" Aku menghela nafasku. "Aku takut kamu nggak nyaman dengan keberadaanku, Ka. Tau kamu dihari pertama honeymoon kita pindah kamar buat keyakinanku kalo kehadiranku bikin kamu nggak nyaman semakin kuat." Aska menatapku dengan tatapan datarnya.
"Tapi, dihari selanjutnya aku tetep tidur sama kamu, kan?" Aku mengangguk menjawab pertanyaannya. "Apa aku terlihat nggak nyaman?" Aku mengendikan bahuku. Karena jujur saja, aku tak pernah paham apa yang ada diisi kepala Aldebaran Askara ini.
"Aku nggak tahu kamu nyaman atau enggak. Tapi, jujur aja, aku takut kamu nggak nyaman." Aska menatapku dengan mata tajamnya. "Aku nggak pernah merasa nggak nyaman dengan kehadiranmu, Asa." Aska menekan ucapannya pada setiap kata. Membuatku ketakutan.
"M-maaf kalau pemikiran negatifku bikin kamu nggak suka." Aska menghela nafasnya. "Sekarang, tidur sama aku, ya?" Aska lebih halus. Bahkan kini dia sudah membawaku ke dalam pelukannya.
Aku mengangguk dan membiarkannya menggendongku ala bridal style menuju kamarnya. "Mulai besok pindahin barangmu ke kamarku, ya. Kita tidur bareng mulai sekarang." Aku hanya mengangguk. Mengecup pipi kanannya karena gemas. "Terimakasih sudah mau menerimaku." Ucapku kepada Aska.
•••