Chereads / Epiphany (My Handsome Pilot) / Chapter 24 - Asa - Dua Puluh Tiga

Chapter 24 - Asa - Dua Puluh Tiga

Katanya kepercayaan adalah nomor satu dari sebuah hubungan. Karena jika tidak saling percaya, untuk apa hubungan tersebut terus berjalan. Membangun kepercayaan sendiri juga sulit. Tidak semudah mengatakan janji lalu begitu saja mengingkari.

Mencintai saja tak cukup. Hanya saja, setiap kali kita mencintai seseorang justru perasaan curiga semakin meningkat. Mungkin karena merasa takut kehilangan. Hingga menjadikan diri sendiri overthinking dengan hal-hal yang belum tentu terjadi.

Takut kehilangan seseorang yang dicintai itu sifatnya pasti. Bahkan saat kita merasa mencintai, bohong jika mengatakan tak masalah jika tak memiliki. Aku akan tertawa mendengar mereka yang mengatakan hal ini. Naif dan munafik.

Setiap kali jatuh cinta. Perasaan ingin memiliki pastilah kuat. Apalagi jika seseorang itu sudah didepan mata. Berubah menjadi egois dan hanya menginginkan untuk dimiliki seorang diri. Enggan untuk berbagi.

Aku membuka pintu rumah keluarga Syarif Gamahendra. Rumah tampak sepi. Tapi, aku sudah mengatakan kepada Mama akan mengunjunginya. Sambil membawakan chiffon cheese cake buatanku. Sudah hampir empat minggu Aska bekerja. Dan selama itu aku mengisi waktu luang untuk melakukan banyak hal. Salah satunya adalah membuat kue.

"Mama, Asa datang." Ucapku sambil menenteng papper bag. "Mama," aku semakin masuk ke dalam. Rumah tidak dikunci. Dan mobil semua juga ada. Bahkan mobil BMW dan motor ninja milik Arka juga terparkir di garasi. Itu artinya rumah ini tidak kosong.

"Oh, Asa, sudah datang." Aku tersenyum melihat Papa yang sedang duduk di atas sofa sambil menonton tayangan berita. Volumenya kecil, itu sebabnya suaranya tidak terdengar. Aku segera menghampiri Papa dan mencium tangannya. "Mama kemana, pa?" Tanyaku segera.

"Aku pikir rumah ini kosong." Papa menggeleng. "Mama diatas. Lagi rapiin bunga hiasnya. Kamu samperin aja ke atas." Aku mengangguk. "Asa taruh ini dulu ke dapur ya, pa." Papa mengangguk.

Rumah mertuaku ini memang sangat bersih. Mengingat asisten rumah tangga tak hanya satu tapi tiga. Dengan tugas yang berbeda-beda. Makanya, rumah ini tampak bersih dan rapi walaupun rumah ini masuk dalam kategori rumah yang luas.

Setelah meletakan papper bag yang kubawa. Aku segera menghampiri Mama. Sesuai dengan apa yang papa katakan. Mama sedang merapikan bunga hiasnya. Memotongnya dan memasukan ke dalam vas bunga.

"Mama," panggilku dengan lembut. Mama tersenyum menatapku. "Halo, Asa. Kapan dateng?" Tanyanya sambil memelukku. "Baru aja. Kata Papa Mama diatas lagi rapiin bunga hias. Aku langsung ke atas." Ucapku membalas pelukan mama.

"Mama kangen, lho." Aku terkekeh. Melepas pelukanku dari ibu mertuaku ini. "Padahal tiga hari lalu aku habis nemenin mama belanja bulanan." Mama tersenyum. "Mama kangen aja sama kamu. Kangen terus." Aku terkekeh geli.

"Oh iya, ma. Aku bawain chiffon cheese cake. Sengaja aku bikin buat Mama. Mama harus coba." Mata Mama menatapku dengan berbinar. "Wah, Mama harus coba. Kue bolu kukus yang kamu bawa tiga hari lalu aja langsung habis, lho. Papa sama Arka sampai rebutan buat makan." Aku tertawa lagi.

Memang setiap datang kesini aku selalu membawakan sesuatu. Lebih sering hasil karya masakanku. Terlebih itu kue. Aku sering membawakan kue yang kubuat. Dan bersyukur karena Mama, Papa, dan Arka selalu memujinya. Mengatakan kue buatanku enak.

"Besok aku bikinin lagi ya, ma. Atau boleh nggak sih ma aku buat disini?" Mama menatapku tersenyum. "Kamu mau buat kue disini?" Aku mengangguk ragu. "Tentu aja boleh. Malah Mama seneng. Mau lihat kamu bikin kue."

"Tapi, rumah mama pasti kotor nanti. Soalnya aku kalau bikin kue dapur nggak pernah bisa bersih. Pasti kotor dan berantakan." Ucapku malu. Aku memang tak bisa memasak dalam keadaan dapur bersih. Pasti ada saja yang membuatnya kotor dan berantakan.

"Mama nggak masalah. Ada Mbak Bina yang bakal bantuin bersihin. Tenang aja." Aku mengangguk. Mbak Bina adalah salah satu asisten rumah tangga yang pekerjaannya membersihkan rumah. Dibantu oleh Mbak Ami yang juga mengurus dapur. Mama bisa masak. Hanya saja, diumurnya yang tak lagi muda membutuhkan asisten untuk membantunya masak.

"Aku pikir rumah sepi tadi. Sepi banget soalnya. Eh taunya pas aku masuk papa didalem lagi nonton TV." Ucapku sambil membantu Mama merapikan bunga hiasnya. "Iya, mama diatas. Arka lagi tidur. Terus Mbak Ami, Mbak Bina, lagi ke Pasar. Pak Di juga pulang. Kan kalau nggak ada yang pergi Pak Di nganggur. Jadi, kalau nggak ada kerjaan bantuin istrinya di rumah jaga warung. Daripada disini nganggur." Pak Di adalah supir yang mengantar Papa atau Mama saat bepergian.

"Pantesan, Ma. Kok sepi." Mama mengangguk. "Gimana Aska?" Tanya Mama. Aku tersenyum kecil. "Baik kok, Ma." Jawabku seadanya. "Maklumin ya. Aska emang orangnya cuek dan dingin. Mama yakin kamu bisa bikin dia nyaman." Aku mengangguk.

"Komunikasi lancar, kan?" Aku mengangguk lagi. Komunikasiku dan Aska memang terbilang lebih lancar daripada beberapa waktu lalu. Bahkan kami juga saling menghubungi via video call juga.

"Sekarang Aska lagi dimana?" Tanya Mama padaku. "Semalam dia bilang kalau pagi ini dia ada jadwal penerbangan ke Seoul, Ma." Ucapku. Mama mengangguk. "Syukurlah. Mama seneng kalau komunikasi kalian lancar." Aku mengangguk.

"Eh, Kak Asa kapan dateng?" Aku segera berbalik ketika mendengar suara Arka yang masih serak. "Kamu bangun siang banget, Dek. Udah jam sepuluh ini." Ucap Mama sambil menggelengkan kepalanya. "Nanti malam aku begadang jaga UGD, ma. Dapet shift malem. Makanya aku mau puas-puasin tidur." Aku tersenyum melihat adik iparku.

"Aku barusan aja dateng." Ucapku menjawab Arka. Lelaki yang memiliki bentuk wajah hampir mirip dengan Aska hanya saja terlihat lebih ramah itu mengangguk. "Ma, aku laper. Ada makanan nggak? Makanannya belum diberesin sama Mbak Ami, kan?" Mama mendengus.

"Udahlah. Sebelum pergi ke pasar Mbak Ami beresin dulu itu makanannya. Terus sama Mbak Bina dicuci. Makanya kalau bangun jangan siang-siang. Kamu solat subuh nggak dek tadi?" Tanya Mama lagi. Arka mengangguk. "Terus tidur lagi." Ucap Arka sambil memamerkan deretan gigi putihnya.

"Aku bawa chiffon cheese cake, Ar. Daripada laper. Makan itu dulu aja." Kedua mata Arka berbinar. "Dimana kak kuenya?" Tanya Arka dengan cepat. "Aku taruh di dapur tadi." Arka segera turun kebawah.

Mama menggeleng. "Punya anak cowok kok males." Aku tersenyum geli. "Aska juga bangunnya siang gitu nggak Sa kalo di rumah?" Aku menggangguk. "Tapi, kalau aku bangun dia ikutan bangun, sih." Mama terkekeh. "Kalau pelukannya dilepas bangun, ya?" Wajahku memamas karena malu. "Mama bisa aja." Ucapku.

"Ayok, turun kebawah. Mama mau cobain kue yang kamu bawa. Sebelum dihabisin sama Arka dan Papa." Aku mengikuti Mama turun ke lantai bawah. Benar saja, kue yang kubawa sudah habis seperempat.

"Kak, kue buatanmu enak banget." Aku tersenyum senang. "Serius deh, kak. Ini potongan kejunya juga banyak." Mendengar pujian Arka membuat Mama semakin penasaran. Segera dipotongnya kue yang kubawa. "Ehmm, ini bener enak, lho. Papa udah coba?" Tanya Mama kepada Papa.

"Papa udah habis dua potong." Ucap Arka. Papa tertawa. "Enak soalnya. Jadi ketagihan." Ucap Papa padaku. "Besok Asa bikin kue lagi." Mama tersenyum. "Seneng mama punya menantu pinter masak kayak kamu gini." Aku menunduk karena malu. "Mama jangan bikin aku malu." Ucapku.

•••