Chereads / Epiphany (My Handsome Pilot) / Chapter 20 - Asa - Sembilan Belas

Chapter 20 - Asa - Sembilan Belas

Jemariku mengusap tangan Aska yang saat ini tengah melingkari perutku. Tak ada hal spesial yang terjadi semalam. Hanya mengobrol ringan perihal pekerjaan Aska. Aku sedang mencari banyak informasi darinya agar aku dapat menempatkan posisiku. Kemudian, kita berdua ketiduran karena kelelehan berbincang.

Sinar matahari berusaha mengintipku dan Aska yang kini tengah berpelukan. Untuk pertama kalinya, aku merasa jika malam begitu panjang. Rasanya nyaman, mungkin pelukan dan aroma tubuh Aska akan menjadi candu untukku. Sepertinya begitu.

Aska masih memejamkan kedua matanya. Sesekali menggeliat kecil tapi juga tak kunjung bangun dari tidurnya. Nyenyak sekali. Tidurnya seperti bayi. Membuatku gemas ingin menyentuh seluruh permukaan wajahnya dengan jemariku.

Tidak bisakah wajah Aska ini menjadi biasa saja. Aku takut wanita diluaran sana mengagumi wajah tampan suamiku dan berakhir dengan menggoda. Aku tidak ingin kehilangannya untuk saat ini. Biarlah aku menjadi egois sementara waktu ini.

Biarlah aku menjadi pemilik Aska satu-satunya. Janji yang dia ucapkan untuk mengikatku merupakan awal kepemilikan kami berdua. Mulai hari itu, aku adalah tanggung jawab Aska. Walaupun aku tak tahu apakah ada wanita lain diluar sana yang juga berhak atas kepemilikannya terhadap Aska.

Aku mengagumi fisiknya, dimulai hari pertama kami bertemu hingga pagi ini. Tak pernah membayangkan kesendirianku akan berakhir ditangannya. Bukan lelaki yang memintaku menjadi kekasihnya. Bukan juga lelaki yang memintaku menjadi teman hidupnya. Hanya lelaki yang mengatakan setuju untuk menikahiku didepan kedua orang tuanya. Dan semuanya dimulai sejak itu.

Bingung harus bersikap bagaimana. Aku mencintainya, bahkan sangat mencintainya. Aku masih belum ahli membaca isi kepalanya. Memahami apa yang dia mau. Semuanya masih membingungkan untukku.

Bahkan, termasuk kemarin hingga pagi ini. Aska tidak seperti biasanya memintaku tidur bersamanya. Walaupun, diam-diam aku berharap banyak dengannya.

"Udah bangun?" Aska bertanya sambil mengerjap kedua matanya beberapa kali. Menggemaskan. Persis seperti bayi kucing yang biasa kulihat dari video. Nyatanya, Aska bukan lagi bayi kucing. Dia pantas disebut sebagai kucing garong.

"Udah. Mau sarapan apa?" Tanyaku sambil menatap kedua mata Aska yang belum sepenuhnya terbuka. "Bibirmu boleh?" Eh? Apa bibirku? Pake tanya. Ya bolehlah.

"Hah? Aku tanya sarapan lho, Ka." Aska terkekeh. Memajukan wajahnya hingga bibir kami saling bertemu. Morning kiss. Aku membalas lumatan Aska pada bibirku. Membiarkan jemariku meremas sisi tubuhnya.

Aska menyudahi pagutan kami berdua. Menatap kedua mataku dalam. Kaku. Seluruh tubuhku kaku ketika kata tajamnya menatap mataku. Aku tak bisa membaca keinginannya melalui kedua netranya.

"K-kenapa?" Tanyaku berupaya menyamarkan kegugupanku. "Kamu cantik." Pipiku terasa panas. Bagaimana dia mengucapkan itu setelah kupikir dia tak memiliki ketertarikan kepadaku.

"Tapi, aku belum bisa." Belum bisa? Belum bisa apa? "Belum bisa apa?" Aska hanya tersenyum. Mengusap pelipisku dengan ibu jarinya. "Siap menyerahkan dirimu buatku seutuhnya?" Aku mengerjap beberapa kali. Apa dia baru saja meminta izin untuk menyatukan dirinya denganku?

"Itu hakmu." Ucapku sebelum Aska mengecup bibirku sedikit lebih kasar. Melumatnya hingga sesekali menggigit karena gemas.

"Tapi, ini pagi lho." Aska terkekeh. "Ya terus kenapa kalo pagi?" Bukan malam pertama namanya kalau kita melakukan pertama dipagi hari. Namanya pagi pertama. Eh tunggu, tapi, ini masih bisa dikatakan "pertama" tidak ya. Masalahnya, malam pertama itu kan, ceritanya tidak pernah begini.

Kenapa sih cita-cita pernikahanku sebegini anehnya. "Tapi, kalau melakukan pertama dipagi hari nggak ada cerita malam pertama ya, Ka?" Aska mengerjap. Wajahnya tampak tak mengerti dengan arah pembahasanku. Aku bingung harus menjelaskannya seperti apa. Maksudku, orang biasanya enaena dimalam hari. Lalu, dilakukan untuk pertama kali.

Pertama kali tidur bersama. Pertama kali melepas keperawanan. Tapi, aku dan Aska, sudah bukan tidur bersama untuk pertama kali. Hanya, melepas pertama keperawananku. Melakukan dipagi hari pula. Astaga, kepalaku mendadak pening hanya memikirkan istilah malam pertama.

"Kamu ngapain sih mikir kayak gitu? Random banget. Kalau mau ngelakuin ya ngelakuin aja. Kudu banget nunggu malem? Udah nggak tahan. Mau sekarang. Disuruh nunggu ntar malem. Keburu aku nggak bergairah." Kali ini aku yang mengerjap menatap Aska. Apa baru saja lelaki ini mengomeliku?

"Lagian malam pertama kita udah lama, kan?" Aku melongo dengan pertanyaannya. "Itu kita cuma tidur sebelahan ya. Malam pertama itu kan.." aku sengaja tak melanjutkan ucapanku. Aska tertawa cukup keras. "Wajahmu merah banget." Ucapnya tertawa sambil menunjuk wajahku.

"Oh, ternyata waktu itu kamu pingin aku perawanin?" Aku melotot menatapnya. "Ng-nggak. Mana ada?" Aku membuang wajahku. Ah, ketauan sudah kalau malam itu aku ingin melepas status gadisku. Sudahlah.. mana sempat keburu telat.

"Kenapa nggak godain aku?" Aska berucap sambil mengecup pelipisku. "Aku nggak mikir apa-apa, ya. Aku nggak pingin kamu perawanin juga malam itu. Nggak usah ngaco mulutnya." Aska kembali terkekeh. Sumpah, aku malu setengah mati dibuatnya.

"Harusnya kamu pakai lingerie yang ada di koper kamu. Malah pake bathrobe. Mana tergoda aku?" Ini kenapa Aska jadi menyebalkan begini. Tunggu, dia tahu dikoperku hanya berisi baju tidur berupa lingerie? Darimana dia tahu?

"Kamu tahu?" Aska mengangguk. "Aku liat sekilas, sih. Tapi, serius kamu harusnya naked waktu itu. Siapa tahu aku khilaf terus langsung nyerang kamu." Aku memukul bahunya cukup keras. Aku baru tahu jika mulut Aska sekotor ini. Mana Aska pendiam dan dingin yang selama ini membuatku takut.

"Udahlah. Aku mau mandi aja." Pelukan Aska terasa semakin mengerat. "Nggak jadi diperawanin?" Astaga! Mulut manusia ini. Bicara apa dia sebenarnya. Aku malu, sungguh. Aku kesal Aska terus menggodaku dengan godaan kotornya itu.

"Ka, ini bisa disebut dirty talk, nggak sih?" Aska mengendikan bahunya. "Mungkin iya." Aku mengangguk saja. Jadi, dirty talk itu seperti ini, ya. Membicarakan hal kotor dengan seseorang yang menjurus pada surga dunia tak tertandingi. Tapi, ini Aska lebih seperti menggodaku.

"Sekarang? Mau nggak?" Aku mengangguk. "Tapi, aku belum ahli." Ucapku malu-malu. Serius, walaupun isi kepalaku penuh dengan hal-hal kotor. Nyatanya mahkotaku masih terjaga utuh. Hanya pikiranku saja yang nampaknya sudah kerap ditelanjangi oleh halusinasi.

Aska melepas baju yang melekat pada tubuhku. Tanpa banyak bicara. Wajahnya sudah tampak serius menatapku. Tak ada lagi tatapan geli dikedua matanya. Kembali dalam mode mata rubah. Aku menyukai semuanya.

Aska melempar bajuku hingga terpaksa mencium lantai. Aku tak pernah mengenakan bra saat tidur. Hal tersebut memberikan kemudahan pada Aska untuk tidak perlu repot-repot melepas braku. Tepat setelah baju tidurku ditanggalkan, Aska sudah dapat menikmati dua gundukan besar yang sebentar lagi akan menjadi miliknya.

Merasa risih, aku menyilangkan kedua tanganku didepan dada. Menatap Aska dengan malu-malu. Lelaki itu menatapku heran. "Kenapa ditutup?" Aku memejamkan mata. Serius. Aku malu sekali. "Aku malu." Jawabku singkat. Aska tersenyum. Melepas silangan tanganku didepan dada. Membiarkan kedua aset berhargaku terbebas dari halangan yang menganggu penglihatannya.