Chereads / Epiphany (My Handsome Pilot) / Chapter 23 - Asa - Dua Puluh Dua

Chapter 23 - Asa - Dua Puluh Dua

"Ini serius pagi cepet banget." Ucapku kesal. Jika pagi menjelang, itu berarti waktu kebersamaanku dan Aska akan segera berakhir. Aku tidak rela ditinggalkan selama dua bulan. Membayangkan lagi rumah dalam keadaan sepi membuatku sedih.

"Dua bulan lama, ya?" Aku kembali berbicara. Dengan Aska yang masih memejamkan kedua matanya rapat. Aku yakin dia dapat mendengarku. Hanya sajaN enggan menjawab.

"Aska, kenapa harus pergi, sih. Sedih banget ditinggal. Aku kesepian." Aku melihat Aska tersenyum. Mengeratkan pelukannya semakin erat. "Aku nggak pergi jalan-jalan, Sayang. Aku kerja." Aku menghela nafasku.

"Okay. Aku harus bangun. Kopermu udah siap, kan? Ada yang mau dibawa lagi? Nggak ada yang ketinggalan, kan?" Aska mengecup bibirku tepat setelah aku berhenti melontarkan pertanyaan. Jantungku masih saja berdebar hebat ketika dia mengecup bibirku.

"Udah, Sayang." Aku mengangguk. Bangkit dari atas kasur. Aku hanya mengenakan lingerie berbahan satin dengan tali spaghetti yang sama sekali tak mampu menutup bahuku. Membuat jejak bibir Aska dapat dilihat jelas hanya dengan mata telanjang.

Aku menarik pasangan lingerie diatas sofa yang akan mampu menutupi tubuhku secara normal. Berbentuk kimono yang memang dijual satu set bersama lingerie yang kugunakan saat ini. Berwarna ungu muda.

"Buruan mandi. Aku siapin sarapan. Setelah itu, kamu bisa bersiap." Aku berucap sebelum meninggalkan kamar. "Masih ada waktu empat jam." Ucap Aska dengan nada malas. "Kamu ngapain turun, sih. Sini aja tidur dulu. Aku mau peluk." Aku tersenyum.

"Kamu harus sarapan. Aku nggak mau kamu sakit karena telat makan." Aku berjalan kembali mendekati kasur. Mengusap rambutnya lembut. Mencium keningnya, pipinya, dan berakhir dengan bibirnya.

"Lagi, Sa. Morning kiss yang kamu kasih kurang." Aku terkekeh. Mendekatkan lagi bibirku. Tangan Aska tak tinggal diam. Menahan tengkukku agar ciuman kami tak hanya sekedar kecup. Dan kini bibir kami sudah masuk ke dalam tahap melumat.

Kudorong tubuh Aska agar lumatan pada bibir kami terlepas. "Udah. Aku harus buat sarapan." Beruntung karena Aska tak menahanku. Setelahnya aku segera keluar untuk membuatkan Aska sarapan.

Satu jam berkutat di dapur. Membuat roti panggang, hash brown, kopi untuk Aska, dan susu untukku. Mungkin ini tidak akan terlalu membuat kenyang. Tapi, aku pikir kita bisa pergi makan diluar dulu sebelum Aska pergi. Aku mendadak menginginkan soto sapi yang kebetulan letaknya searah dengan bandara.

Aska turun dengan kaos putih dan celana selutut. Berjalan ke arahku. Rambutnya sudah basah. Artinya, dia sudah selesai mandi. Aroma sabun tertangkap oleh indra penciumanku. "Sebelum kamu berangkat. Makan dulu di soto sapi Pak Bendul, gimana? Aku lagi pingin." Aska mengangguk.

Menarik salah satu kursi makan. Duduk diatasnya. Menyeruput secangkir kopi buatanku. Aku ikut duduk dihadapan Aska. Meminum susuku hingga menyisakan setengah gelas.

Kami berdua menikmati sarapan dengan sesekali bercanda. Mengobrol ringan ini dan itu. Hingga sarapan kami habis tak tersisa.

•••

"Kamu jadi pusat perhatian, Ka." Bisikku kepada Aska. Mungkin karena seragam Aska yang cukup mencolok membuatnya menjadi pusat perhatian para pengunjung warung soto. Tidak terlalu ramai, hanya saja, jumlah pengunjung dapat dikatakan lumayan banyak.

Aska tersenyum. "Udah buruan makan aja." Aku mengangguk. Melanjutkan makanku sambil menunduk karena merasa kurang nyaman diperhatikan oleh orang-orang yang tidak kukenal. Aku menyesal. Tak seharusnya mengajak Aska makan di warung pinggir jalan begini ketika dia masih lengkap dengan seragamnya.

"Hati-hati makannya. Jangan sampai bajumu kotor." Bisikku memperingatkan Aska. Lelaki itu mengangguk. Melanjutkan makannya tanpa memperdulikan sekitar. Bagaimana bisa Aska menjadi orang yang tidak perduli sekitar seperti ini.

Setelah selesai makan, aku segera menghampiri penjual berniat untuk membayar makananku. "Bu, sudah selesai." Ucapku pada ibu penjual soto yang memang sudah cukup hafal denganku. Aku sering datang kesini bersama keluargaku. Salah satu soto sapi langganan keluarga kami.

"Oh, sudah?" Tanyanya. Aku mengangguk. "Tumben mbak nggak sama orang tuanya. Itu.. pacarnya, ya?" Ibu itu menunjuk Aska dengan matanya. Membuatku tersenyum geli. "Suami saya, bu." Jawabku malu-malu. "Loh, mbak ini sudah menikah, toh? Saya kira masih single loh." Aku tertawa. "Nggak, bu. Udah bukan gadis lagi saya itu." Ibu itu tertawa.

"Jadi, berapa bu?" Ibu itu menghitung jumlah dua mangkuk soto, es teh manis, es jeruk, dan empat sate paru sapi. "Sa, aku ke mobil dulu, ya." Aku mengangguk. Aska segera berjalan meninggalkan tenda. Diikuti mata pengunjung lain yang tak berhenti menatapnya sampai dia masuk ke dalam mobil.

"Semuanya jadi delapan puluh empat ribu, mbak." Aku mengeluarkan dompet dari dalam tasku. Memberikan uang kertas seratus ribu kepada ibu itu. Aku menanti kembaliannya. Semua pengunjung sudah kembali makan. Tak lagi mencuri-curi pandang pada Aska.

"Suaminya cakep, mbak. Sampe pembeli saya liatin itu." Ibu itu terkekeh. Aku tersenyum. "Saya duluan ya, bu. Makasih." Ucapku setelah menerima uang kembalian. Kemudian, segera berlalu meninggalkan tenda dan masuk ke dalam mobil.

Aska tengah sibuk dengan ponselnya. "Belum terlambat, kan?" Tanyaku. Aska menggeleng. Menekan tombol lock yang menyebabkan ponselnya mati. Kemudian diletakan disampingnya.

Aska menjalankan mobilnya menuju arah bandara. "Udah kenyang?" Tanyaku. Aska mengangguk. "Katanya ibu sotonya, kamu cakep." Aska tersenyum simpul. "Aku sering denger. Nggak cuma ibu soto itu yang bilang." Aku tertawa. Astaga, bagaimana dia bisa sepercaya diri ini.

Sekitar satu jam kemudian, mobil BMW Aska tiba di bandara. Memilih salah satu tempat parkir. Kami turun, aku membantu Aska membawakan kopernya menuju pintu keberangkatan.

"Aku mau beli caramel frappucino. Kamu mau ice americano?" Tanyaku pada Aska. Lelaki itu menggeleng. "Kamu beli sendiri aja. Aku mau langsung masuk." Ucapnya. Aku mengangguk saja. Mungkin Aska sudah kenyang.

"Aku pergi dulu, ya. Hati-hati. Kalau bosen ke rumah Mama atau Ibu." Ucapnya. Aku membalas pelukannya. Mengusap punggungnya lembut. Kurapikan seragamnya setelah pelukan kami terlepas. Aku menatapnya sendu. Aku pasti merindukannya.

"Jangan sampai terlambat makan, ya. Jangan lupa kabarin aku." Ucapku pada Aska. Ia mengangguk. Mencium keningku beberapa saat. Kemudian mencium pipiku. Dan mengecup bibirku sekilas. Aku mendorong tubuh Aska karena terkejut.

"Liat sekitar. Malu." Ucapku pada Aska. Melihat sekitar bandara yang cukup ramai. Aska hanya tersenyum kecil. "Aku pergi, ya. Sampai jumpa dua bulan lagi." Aska segera berjalan masuk menuju pintu keberangkatan. Aku tersenyum sendu.

Kakiku melangkah menuju salah satu coffee shop untuk memenuhi keinginanku. Seperti yang kukatakan tadi pada Aska. Aku ingin membeli caramel frappucino sebelum pulang.

Aku langsung menuju counter mengatakan apa keinginanku. Kemudian, membayarnya dengan credit card pemberian Aska. Setelahnya aku bergeser dan membiarkan para pembeli lain untuk memesan.

Aku melihat sekitar Coffee shop yang lumayan ramai. Banyak orang yang tengah duduk santai dan mengobrol. Mungkin dari sebagian mereka ada yang menunggu hingga jadwal penerbangan. Atau menunggu seseorang untuk dijemput. Bisa juga setelah mengantar seseorang sepertiku.

"Atas nama Aska." Mendengar nama yang tak asing. Kepalaku segera memutar mendengar nama seseorang yang tak asing ditelingaku. Nama Aska di dunia ini tidak hanya suamiku. Hanya saja, jika yang mengambil kopi atas nama Aska adalah seorang Helena. Apakah mungkin itu Aska lainnya?

"Satu ice americano dan java chip frappucino. Atas nama Aska dan Helena." Beruntung karena pendengaranku cukup bagus. Karena aku yang berdiri memang hanya sekitar sepuluh kaki dari tempat Helena berdiri dapat mendengar pembicaraannya dengan staff coffee shop.

"Terimakasih." Ucap Helena. Setelahnya, wanita yang sudah rapi dengan seragam pramugarinya itu membawa papper bag dengan logo khas coffee shop. Mataku tak lepas memandangnya hingga tubuhnya menghilang ditelan kumpulan manusia.

Aku tadi menawari Aska apakah dia mau ice americano. Dengan langsung dia menolak tawaranku. Kupikir dia sudah kenyang. Dan ternyata yang terjadi adalah dia menerima kopi dari wanita lain yang juga kutawarkan. Apakah alasannya menolak karena Helena yang sudah membelinya. Astaga, kenapa wanita ini mengganggu pernikahanku.

"Atas nama Asa." Aku segera mengambil pesananku. Setelah itu segera pergi dari Coffee Shop. Menahan tangis selalu membuat tenggorokanku sakit. Maka, aku segera masuk ke dalam mobil untuk menangis tanpa malu akan menjadi pusat perhatian.

Aska sialan. Apa maksudnya? Apa hubungannya dengan Helena selama ini?

•••