Chereads / Epiphany (My Handsome Pilot) / Chapter 2 - Asa - Satu

Chapter 2 - Asa - Satu

Aku menghela nafas lega setelah melihat sebagian besar tamu undangan sudah pulang. Bahkan aku dan Aska sudah turun dari pelaminan. Sungguh, aku merasa kakiku hampir mati rasa. Belum lagi dengan high heels yang menghias kaki kurusku. Berhasil membuat kaki bagian belakangku memerah.

Pernikahanku dan Aska diselenggarakan di salah satu grand ballroom yang berlokasi di hotel berbintang lima. Tepatnya disalah satu hotel di Jalan Asia Afrika. Pesta pernikahan pertama yang diselenggarakan keluarga Aska. Tak heran jika pernikahan kami masuk dalam kategori mewah.

Ini bukan pesta pernikahan pertama yang diselenggarakan keluargaku. Mengingat kakak perempuan sudah menikah lebih dulu. Sekitar tiga tahun lalu, kakak perempuanku yang berumur sekitar enam tahun diatasku sudah lebih dulu bertemu jodohnya. Sekarang, sudah menjadi ibu dari seorang anak laki-laki.

Sekitar empat ratus tamu menerima undangan dari kami. Teman-teman kedua orang tuaku, teman-teman kedua orang tua Aska, teman-temanku sendiri, teman-teman Aska, kerabat, dan saudara. Mengingat setiap tamu selalu membawa pasangan atau keluarga, kami sepakat memilih grand ballroom yang mampu menampung sekitar seribu tamu. Lebih baik berlebih daripada kurang. Itu prinsip kedua orangtuaku dan orangtua Aska.

Banyak teman-temanku yang terkejut karena aku menikah secara tiba-tiba. Bahkan ada beberapa mereka yang berbisik menuduhku hamil dulu. Bagaimana bisa hamil dulu, bertemu dengan calon suamiku saja jika ada keperluan mendesak untuk mempersiapkan acara misalnya. Pertemuan yang dapat dihitung dengan jari tangan.

Aku dengar dari Tante Anne, maksudku Mama Anne, jika banyak teman-teman Aska dari maskapai penerbangannya menghadiri pernikahan kami. Aku tidak tahu yang mana saja teman-teman Aska. Mengingat aku tidak mengenal mereka. Bahkan tau wajahnya saja tidak.

Aku bahkan baru berkenalan dengan keluarga besar Aska hari ini. Mereka tampak sangat menerimaku. Begitu juga dengan keluarga besarku yang juga tampak menerima Aska. Lelaki itu tak banyak bicara. Hanya tersenyum untuk menanggapi candaan. Menjawab seperlunya jika diberi pertanyaan.

Aska berdiri disana. Sedang berbincang dengan teman-temannya. Aku tidak tahu teman-teman apa. Aku hanya tahu itu teman-teman Aska yang terpaksa datang terlambat karena kebetulan datang dari luar kota. Sekitar empat orang.

Bahkan saat bersama temannya, Aska tampak tidak seheboh diriku. Dia hanya tertawa kecil mendengar candaan. Menjawab seperlunya saja. Sesekali tersenyum kecil.

Bolehkah aku mengaguminya? Dia suamiku, kan? Jadi, tidak masalah bukan jika aku mengagumi suamiku sendiri. Sungguh, hari ini dia sangat tampan dengan tuxedo berwarna putih yang sengaja dibuat agar senada dengan gaunku.

Dia begitu tampan dengan mata tajam yang bergerak mengikuti pergerakan teman-temannya sembari berbicara. Rambutnya tidak ditata klimis. Ditata sederhana. Karena dia sendiri yang meminta.

"Apa Kak Aska seganteng itu sampai melihatnya tanpa berkedip?" Aku mengerjap beberapa saat sebelum membuang wajahku ke arah lain. Beralih menatap wanita cantik dengan gaun sederhana tetapi menyimpan kesan mewah. Aku tersenyum canggung. "Hai, Nessa. Belum pulang?" Aku menyapanya. Mencoba lebih dekat dengan wanita cantik ini.

Nessa menggeleng menjawab pertanyaanku. "Aku nunggu Arka daritadi. Tapi, kayaknya Arka belum ada niat buat pulang." Aku tersenyum mendengar jawabannya. "Kak Asa gak mau samperin Kak Aska. Gak mau kenalan? Itu temen-temen Kak Aska di sekolah penerbangan. Tapi, kayaknya beda maskapai, sih." Aku mendapat jawaban. Jadi, mereka teman-teman Aska di sekolah penerbangannya. "Gak deh, Nes. Aku capek banget. Liat, kakiku udah luka gini."

Nessa tampak sangat mengenal satu persatu keluarga Aska dan Arka. Mengingat mereka bertetangga. Bahkan, sudah bersama sejak kecil. Keluarga besar Aska terlihat dekat saat mengobrol dengan Nessa. Aku harus belajar dari Nessa.

Vanessa Odelia, aku tidak tahu apa hubungannya dengan adik iparku, Aldrenuca Arkaditya. Yang aku tahu dia selalu mengikuti kemanapun Arka pergi. Aku sempat mengira mereka sepasang kekasih. Tapi, Arka selalu mengelak setiap kali aku bertanya. Tapi, adik ipar yang umurnya satu tahun lebih muda dariku tampak tak merasa risih dengan kehadiran Nessa yang selalu mengikutinya.

"Kak, lepas aja high heelsnya. Nyeker aja, daripada luka. Lagian udah gak ada tamu. Tinggal keluarga aja, kan?" Aku mengangguk. Melepas high heelsku dan membiarkan kakiku terbebas. "Kak Asa gak makan?" Aku menggeleng. Nafsu makanku hilang ntah kemana. "Gak laper? Aku belum liat Kak Asa makan dari tadi." Aku memang belum makan apapun hari ini. "Males makan, Nes rasanya." Nessa tersenyum. "Iya, deh. Yang baru senengnya jadi pengantin baru." Aku hanya mampu tersenyum kecut.

"Nes, aku cari kamu daritadi. Papa sama Mama kamu udah pulang duluan." Arka datang menghampiri Nessa. Pakaiannya yang tadi rapi kini sudah sedikit berantakan. Bahkan, jas yang tadi digunakannya sudah hilang ntah kemana. "Eh, Arka. Biarin aja sih Mama Papaku pulang duluan. Aku emang nunggu kamu, lho." Jawab Nessa. Arka hanya mengangguk saja.

"Kakak ipar duduk disini. Gak ikut Kak Aska ngobrol?" Aku menggeleng. Dibanding dengan Aska, aku lebih nyaman mengobrol dengan Arka. Aku beberapa kali bertemu dengannya di acara arisan yang dihadiri ibu-ibu kami. "Capek, Ka. Udah nyeker gini masa nyamperin tamu. Gak enak." Jawabku seadanya. Dia terkekeh geli.

"Seru nih. Ntar malem ada yang main seru-seruan." Arka berucap sembari menaik turunkan alisnya. Seru-seruan apa? Maksudnya hubungan intim suami-istri? Ah, aku tidak mengharap apapun. "Mulutnya. Masih kecil juga." Jawabku sambil tertawa.

"Kak, aku ini udah dewasa ya. Udah dua puluh lima tahun. Yang bener aja!" Protesnya kepadaku. "Okey-okey. Udah dewasa. Kalo gitu ini hubungannya sama Nessa diresmiin, dong. Jangan digantung aja." Kali ini Nessa yang tampak malu-malu. "Eh, kok jadi bahas aku." Kami bertiga tertawa bersamaan.

"Ayo," aku melongo ketika tanpa kusadari Aska sudah berada didepanku. Sungguh, jantungku benar-benar tidak bisa diajak kerjasama. "Mau pulang?" Tanyaku pada Aska. "Ayo kemana, Kak. Yang jelas!" Ucap Arka pada kakaknya. Aska hanya mendengus. "Lo sama Nessa pulang ke rumah. Gue sama Asa disini. Kita nginep disini." Jadi, aku dan Aska akan menginap di hotel ini. Hanya berdua?

"Lah, kata Mama kita semua nginep sini juga?" Aska menggeleng. "Buruan balik sana. Capek gue." Arka hanya mencebikan bibirnya saja. "Oh, lo mau asik-asikan ya, kak?" Arka ini mulutnya memang minta ditabok. Walaupun tidak langsung. Aku tahu kemana arah pembicaraannya.

"Balik lo sana. Anter Nessa sampai rumahnya." Arka menggeleng saja. "Ya rumah sebelahan. Gue pulang sampe rumah gitu juga sama Nessa." Aku terkekeh mendengar pertikaian kecil antar sodara ini.

"Kak, aku pulang dulu, ya. Istirahat habis ini." Ucap Nessa sambil menggenggam tanganku. "Selamat atas pernikahan Kak Asa dan Kak Aska." Lanjutnya sambil terus mengusap tanganku. "Makasih, Nes." Dia mengangguk.

"Kak, gue gak nyangka lo bakal jadi kakak ipar gue." Ucap Arka membuatku tertawa geli. Aku pun begitu. Kita hanya mengobrol ringan sembari bercanda setiap kali bertemu. Bahkan aku tidak tahu saat itu dia memiliki kakak laki-laki. "Selamat atas pernikahan Kak Asa. Aku pesen satu hal, sabar-sabar ya menghadapi Kakaku yang mirip es batu ini. Dia cuma dingin diluar. Tapi, dalemnya anget, kok. Apalagi kalo dipelukannya. Semakin anget." Ucap Arka yang mendapat jitakan dari Aska.

***