Chereads / How To Be a God / Chapter 32 - Hardlr Sang Golem

Chapter 32 - Hardlr Sang Golem

Dumstang terjerembab, namun ia tersadar dan menyadari sudah berada dalam lapisan 'Pelindung' milik 'Hardlr'

Hardlr : "Aku sampai mual dan nyaris muntah, apa yang terjadi diatas tanah, Dumstang?"

Dumstang : "Uhuk... benar, aku juga... rasanya mau... muntah..."

Hardlr : "Tampaknya aku merasakan kehadiran tuan 'Masriz' walau hanya sesaat?"

Dumstang : "Benar... be.. benar sekali..."

Dumstang memegangi perutnya.

Hardlr : "Moderator bisa juga disetting untuk 'mual' dan nyaris muntah begitu ya..."

Dumstang : "Tanya... kan saja pada... Pencipta kita..."

Hardlr dan Dumstang tertawa.

Diatas tanah, jauh dari posisi Dumstang & Hardlr sekarang, di Aoryu Akagakure tempat para Werewolves, Rebella, Saberio, Soraya, Bayi, Naraka, dan Samarinda berada.

Samarinda : "Bagaimana Soraya? Sudah siap?"

Soraya : "Aku tak menyangka gadis sepertimu bisa memiliki ide seperti itu Samarinda!"

Soraya tersenyum percaya diri dan menengadahkan kepalanya seperti biasa, Samarinda hanya mempererat genggaman kedua tangannya, pandangannya menunjukkan harapan yang kuat.

Aoryu Akagakure tampak dikelilingi tembok tebal yang terbuat dari tanah.

Naraka : "Soraya membendung air laut yang meluap dengan dinding tanah ini.

Seorang Calon Dewa sedang bertempur dengan pasukan Naga dan membuat dampak yang luar biasa hingga air laut meluap seperti sebelumnya."

Bayi : "Tak hanya itu, sampai terjadi gempa beberapa kali, benar-benar kapasitas Calon Dewa yang mengerikan!"

Ryuichi : "kak Soraya juga sudah meninggikan tanah setinggi gunung, lalu membentuk dinding tanah yang sangat tinggi. Hebat!"

Rebella : "Ini belum selesai, Pasukan Naga sudah terlihat didepan mata."

Soraya, Naraka, Samarinda, Bayi, melihat kearah yang dilihat Rebella.

Bayi : "satu Naga saja ternyata, bukan masalah kan?!"

Dengan kecepatan tinggi seekor Naga yang dimaksud menerjang kearah Aoryuu Akagakure.

Beberapa puluh meter sebelum sempat menerjang Benteng tanah buatan Soraya yang mengelilingi desa para Werewolves, Meriam-meriam yang terbentuk dari tanah menembakkan Torpedo bertubi-tubi ke arah Naga itu secara beruntun.

"Jdadadadadadarr!!!!"

Naraka : "Jadi ini rencana mereka berdua."

Bayi : "Waaaahhh!!!"

Kilatan Cahaya yang silih berganti akibat Dentuman ledakan bertubi-tubi yang menghantam tubuh Naga juga hempasan udara akibat ledakan itu membuat seluruh penghuni Aoryuu Akagakure memperkuat pijakan dan memicingkan mata mereka.

Ruichi : "Uwaaaaahhhh... Mengerikan sekali!!!"

Ledakan dahsyat bertubi-tubi dalam jarak dekat membuat beberapa Werewolves muda panik.

Kepulan Asap dan debu dari ledakan itu menyebar dan Naga itu kembali melaju kearah Aoryuu Akagakure.

Bayi : "Tidak tergores sedikitpun!!!"

Soraya : "Belum selesai."

Samarinda : "Torpedo itu pasti rasanya hanya seperti percikan bunga api yang disulut didekat Iguana. Tapi ini belum selesai."

Awan Gelap muncul dari atas Naga tersebut dan dengan cepat menurunkan badai salju yang lebat.

Sementara Naga itu masih dihujani tembakan torpedo beruntun.

Karena badai salju, kecepatan terbang naga itu berkurang semakin lambat.

Rebella : "Jadi gitu ya..."

Bayi : "Badai saljunya memperlambat gerak Naga kan?"

Rebella : "Bocah kampungan, selain itu sisik dan kulit naga itu perlahan-lahan akan lapuk karena diterpa perbedaan suhu yang drastis!"

Samarinda : "Benar, dari sini kelihatannya Meriam hanya menembakkan Torpedo api biasa. Tapi aku menyuruh kak Soraya untuk meningkatkan suhunya hingga ratusan derajat.

Nyaris lebih panas dari Lava Pijar."

Soraya : "Bagitu pula dengan badai saljunya."

Samarinda : "Badai salju itu berada di suhu dibawah Minus 20 derajat."

Bayi : "Benar! Naga itu kelihatan terganggu dan berhenti melaju kearah kita!"

Rebella : "Bisa juga kalian memikirkan itu."

Samarinda : "maaf, tapi namaku adalah Samarinda Msc. di kehidupan nyata."

Bayi : "Samarinda Em Es Ce itu nama yang aneh."

Rebella : "itu adalah singkatan dari Master in Science dasar bocah tolol!"

Bayi : "Mana aku tahu dasar nenek galak!"

Rebella mengejar Bayi yang berlari setelah mengejeknya.

Naraka : "Hey hey... Disaat Naga menyerang kalian masih sempat-sempatnya bercanda."

Soraya : "Tak masalah, aku sudah merencanakannya dengan Samarinda."

Naga itu terbang berputar menghindari Badai Salju.

Naraka : "Ia menghindari jarak tembak Meriam dan Badai."

Soraya : "Lebih tepatnya lari. Jika rasa sakit yang diterima tidak bisa ditolerir, hewan apapun akan menyerah dan kabur.

Ini sekaligus membuktikan bahwa para Naga itu masih memiliki Insting alami untuk bertahan hidup dan tidak sekedar berniat untuk memangsa atau berambisi untuk mengalahkan kita.

Para pasukan Werewolves dan Xboz02 tak sanggup berkata-kata melihat 'Atraksi' yang ditampilkan dari kombinasi strategi Soraya dan Samarinda.

Sementara Tamasha dan Brunott sudah sampai di tujuan, Naruna kembali ke wujud manusianya.

Brunott : "Ini salah satu Calon Dewa yang sudah mati kan?"

Tamasha : "Ya, namanya Surya."

Naruna : "Ia terbunuh oleh Calon Dewa lainnya."

Tamasha : "Baiklah Naruna, mulai sekarang aku memohon kepadamu agar kau selalu menjawab pertanyaanku dan membantuku setiap kubutuhkan."

Naruna : "Apa? Aku adalah Moderator..."

Tamasha : "...Dan tugas Moderator adalah membantu Calon Dewa kan."

Tamasha memotong ucapan Naruna sebelum selesai.

Naruna sepertinya sudah terkena efek 'Gratification' milik Tamasha dan akhirnya mengangguk menyetujui ucapan Tamasha.

Naruna : "Baiklah Nona Tamasha."

Tamasha : "Apa yang kau ketahui tentang Surya?"

Naruna : "Aku bukanlah Moderator yang bertanggungjawab untuk menjemput dan membantunya, tetapi yang kutahu darinya sebatas Moderator umum, ia pemilik kemampuan awal 'Reduction' dan terbunuh oleh Mamba, pemilik kemampuan 'Generation'."

Tamasha : "Baguslah, nah sekarang aku memohin kau membantuku mengajakku ke tempat dimana semua Moderator berkumpul."

Naruna : "Baik."

Naruna menggandeng Tamasha.

Brunott : "Tunggu, aku juga ikut!"

Naruna : "Nona Tamasha memohon kepadaku untuk mengajaknya, bukan mengajak kalian berdua."

Brunott : "Apa?!"

Tamasha : 'berarti kemampuanku masih tetap membuat kesadaran dan logika berlaku walaupun targetku menuruti permintaanku.

Info yang menarik.'

Naruna menggandeng Tamasha dan lenyap dalam sekejap.

Mereka berdua berada di Louise Castle, dihadapan mereka berdua Louise dan Selera berdiri menyaksikan dunia Awaland dari atas awan.

Louise : "Kau membawa tamu, Naruna."

Juan yang tidak disadari oleh siapapun berada tak jauh dibelakang Selera.

Juan : "Calon Dewa? Apa yang dilakukannya disini?"

Selera : "Nona Tamasha."

Tamasha : "Baguslah jika seluruh Moderator mengenalku."

Tamasha berjalan mantap memasuki Louise Castle tanpa mempedulikan Louise dan Selera yang sengaja dilewatinya.

Tamasha : "Naruna, siapa nama dua orang Moderator ini?"

Naruna : "Mereka adalah Louise dan Selera Nona."

Tamasha membalikkan badan dan kini melihat kearah Louise, Selera, dan Naruna yang belum beranjak dari posisi awalnya semenjak tiba di istana itu.

Tamasha : "Baiklah, Louise dan Selera, bantu aku mengumpulkan SELURUH Moderator yang ada!"

Louise dan Selera saling memandang, mereka merasa Tamasha berani sekali menyuruhnya membantu, tapi entah kenapa mereka tidak bisa membantahnya.

Selera : "Baik Nona Tamasha."

Kedua Moderator itu berjalan memasuki Kastil.

Juan : "Ketiga Moderator itu bisa patuh terhadapnya, jadi dia Calon Dewa yang mereka semua patuhi."

Juan mengikuti langkah Tamasha yang menyusul langkah Selera dan Louise.

Tamasha melihat sekeliling dengan cermat, melihat ukiran artistik pada setiap dinding dan pilar, juga langit-langit Ballroom yang sangat tinggi itu

Tamasha : "Tunggulah disini sampai semua Moderator Naruna, setelah itu ada yang ingin kukatakan."

Naruna mengangguk dan berjalan mendekatinya.

Beberapa saat kemudian seluruh Moderator sudah berkumpul dihadapan Tamasha. Ditambah Juan yang kehadirannya mungkin tidak disadari siapapun.

Tamasha : "Baiklah, karena kalian semua sudah berkumpul disini. Aku sebagai Calon Dewa memohon bantuan kalian semua, para Moderator, yang umumnya diciptakan untuk membantu Calon Dewa sepertiku."

Para Moderator terdiam, sama seperti ketika berada dihadapan Zahal pada awal mula permainan dimulai, mereka sudah menyadari bahwa tak ada gunanya menyangkal karena memang itulah tugas mereka.

Tamasha : "Permohonanku adalah, agar kalian semua sebagai Moderator selalu membantuku yang merupakan Calon Dewa.

Dan mulai saat ini hingga nanti permainan berakhir, kalian akan selalu melindungiku dan bergerak sesuai Permohonanku."

Tak ada tanggapan dari para Moderator, dan bagi Tamasha itu artinya mereka tak sanggup melawan dan terpaksa mematuhi, atau lebih tepatnya, kemampuan Gratification Miliknya bekerja dengan baik terhadap mereka.

Juan menyaksikan mereka dengan seksama dan mendekati Kimochi perlahan-lahan.

Ia menutup kedua telinga Kimochi dengan kedua jari telunjuk tangan kanan dan kirinya.

Juan : "Dengan ini kau tidak akan mendengar kata-katanya, Kimochi.

Aku yakin ia memiliki suatu kemampuan yang membuat para Moderator patuh hanya dengan mendengar perintah darinya, entah kemampuan apa itu."

Tamasha : "Aku menyadari bahwa kalian, para Moderator, ternyata juga memiliki sedikit kemampuan dari masing-masing Gulungan Undang-undang Dasar.

Nah sekarang aku ingin mendengar pendapat kalian mengenai ucapanku barusan."

Stalactr Gleytser Area.

Peperangan masih berlanjut, Masriz dan Zahal sepertinya mati-matian mempertahankan diri dari para Naga dan terutama pemimpin mereka, Extremus sang Raja Naga.

Zahal : "Hei pak tua! Sangat merepotkan jika harus meladenimu dan Makhluk-makhluk ini sekaligus."

Masriz : "Bocah... Sejak awal siapa yang berniat menyerang lebih dulu."

Kedua Calon Dewa itu berlarian menghindari semburan-semburan Naga.

Masriz : "Sejak Extremus berhasil menemukan kita, Ritme pertarunganmu jadi kacau ya bocah!"

Zahal : "Hidden Moderator ini tidak membiarkanku menjaga jarak darinya.

Dan aku penasaran bagaimana kau bisa mengetahui hal-hal rinci tentang Hidden Quest yang bisa memanggil Hidden Moderator seperti ini?"

Suara mereka beradu dengan suara ledakan-ledakan disekitar mereka.

Para Naga terbang mengelilingi tempat itu. Semburan dan amukan serangan Naga membuat hawa dingin disekitar sana perlahan-lahan berkurang.

Masriz tidak menanggapi ucapan Zahal dan berupaya untuk menyerang sambil menghindari serangan para Naga.

Zahal : "Tak mau cerita ya?"

Masriz : "Awas!!!"

Tubuh Zahal tercabik dari belakang. Untuk kesekian kalinya tubuh utuh manusia tercecer berserakan hanya dengan satu cabikan.

Extremus : "Sampai kapan kalian mau terus menghindar.

Berbeda dengan kalian, semakin lama staminaku semakin meningkat dan kemampuanku menyesuaikan diri dengan gerakan kalian semakin cepat."

Masriz bergidik, refleksnya membuatnya mundur dengan cepat berkat bantuan hentakan kakinya yang mengenakan Sleipnir, sepatu pusaka buatan Dumstang.

Louise Castle.

Juan : "Jadi ini semua 17 Moderator yang berasal dari Ras yang berbeda."

Dumstang : "Setelah merasakan getaran hebat di Stalactr, sekarang tiba-tiba berada disini, rasanya aman dan nyaman sekali. Benar kan Hardlr."

Seekor Golem setinggi sekitar 4 meter menanggapi ucapan Dumstang.

Hardlr : "Kau tahu, Golem sangat benci ketinggian..."

Hardlr dan Dumstang saling melirik dan tertawa.

Juan : "Jadi ini, Moderator dari ras Golem. Benar-benar Garang!"

Candaan Hardlr dan Dumstang membuat beberapa Moderator tersenyum, ada juga yang tertawa. Hanya beberapa Moderator seperti Louise yang tak banyak berekspresi.

Tamasha tersenyum hangat melihat mereka semua.

Masriz : "Bocah itu pasti melakukan 'Save Point' dan Hidup kembali disuatu tempat.

Masalahnya jika Kau mengacau lebih jauh, kesenanganku lama-lama akan hilang Extremus!"

Extremus melesat dengan sangat cepat hingga cakarnya beberapa Sentimeter lagi akan mengoyak Wajah Masriz.

Extremus : "Karena kematian Vilxliv, aku beruntung bisa keluar dan akhirnya punya kesempatan membalaskan kekalahanku!"

Entah bagaimana caranya, Masriz berhasil menghindari sabetan Extremus dan kini sudah berhasil mencengkeram mulut Raja Naga itu.

Masriz : "Tutup Mulutmu dan berhenti membongkar Masa Lalu dihadapan Calon Dewa lain. Atau aku akan membuatmu tercabik-cabik seperti Cicak!"

Tidak tampak Aura yang terlalu mencolok yang menyebar disekitar Masriz. Namun Aura itu tampaknya menelusup kuat kedalam hati Extremus hingga mata kadalnya berkaca-kaca.

Mulutnya terbungkam kuat, tubuhnya tak kuasa melawan Masriz, entah, tak ada yang tahu pasti apa yang dilakukan Masriz.

Namun yang bisa terlihat sejauh ini adalah Masriz mencengkeram mulut hingga dagu Extremus yang lemas tak berdaya dihadapan Masriz.

Zahal : "Baguslah, aku sudah terbiasa terbunuh dan tercabik-cabik.

Awalnya setelah Mengaktifkan 'Reincarnation' di setiap titik yang menjadi 'Option' yang kusebar menggunakan 'Repetition', aku merasa mual karena setelah bangkit dari kematian di titik yang berbeda, perasaan terbunuh dikesempatan sebelumnya ikut terbawa."

Dari posisi berlutut, Zahal kini berdiri tanpa ragu dan bergetar.

Zahal : "Setiap kali mati dan menunggu untuk hidup kembali, secara otomatis kemampuan 'Manipulation' untuk mengawasi dunia ini juga mati dan membutuhkan adaptasi untuk digunakan setelah hidup kembali."

Zahal : "Semoga saja tidak ada kejadian, obrolan, dan sesuatu yang terlewat ketika aku mati tadi."

Yah, Zahal sepertinya tidak menangkap percakapan yang terjadi antara Masriz dan Extremus barusan.