Chereads / How To Be a God / Chapter 15 - Perjalanan Panjang

Chapter 15 - Perjalanan Panjang

Hampir semua Calon Dewa beristirahat senja itu.

Beberapa Calon Dewa meneruskan perjalanan atau mencari sesuatu.

Masriz berkeliling pulau.

Yoke ternyata sudah berhasil keluar dari pulau dan berada di perkotaan dengan gedung-gedung pencakar langit.

Pierre berjalan diantara hutan dengan pepohonan yang rimbun di dalam pulau.

Remaja dengan pakaian bermotif militer berkeliling dengan melompat dari pohon ke pohon.

Zahal tiba di suatu negeri yang cukup luas. Disekitar tempat ia mendarat terdapat pabrik-pabrik, pembangkit, generator.

Zahal : "Didunia seperti ini ada Juga teknologi seperti ini."

Zahal membuka Gulungan Undang-undang Dasar.

Zahal : "hmmm... jadi Cyborg adalah ras yang mayoritas berkuasa disini. Wajar jika perkembangannya cukup maju."

Zahal : "Sesuai petunjuk di Gulungan, untuk mendapatkan 'Option' harus menyelesaikan 'Quest' disini."

Zahal menyentuh dadanya dengan tangan kanan.

Lahaz muncul dihadapannya.

Zahal : "Aku memerlukanmu untuk pergi mengejar Kimochi."

Lahaz : "Kimochi? Moderator itu?"

Zahal : "Iya, benar. Ajak Louise untuk menemui Kimochi."

Lahaz : "Kau menyuruhku yang nggak bisa memanipulasi apapun untuk terbang ke langit menembus awan dan bertemu dengan Louise."

Zahal : "Kau duplikat yang pintar bercanda juga."

Louise : "Ada apa Tuan Zahal?"

Lahaz : "Woyy!! Bikin kaget!"

Louise : "Kami para Moderator bisa muncul tanpa diduga oleh manu... maksud kami, Calon Dewa."

Lahaz : "Kapan kau memanggilnya?"

Zahal : "Skip obrolan yang nggak perlu...

Pergilah."

Lahaz : "Begini rasanya jadi Duplikat ya, cuma bisa patuh."

Louise tersenyum hangat, senyum yang belum pernah dilihat Zahal sebelumnya.

Zahal : "Dengan kemampuanmu kau bisa melacak Kimochi dan berpindah dengan sekejap kan' Louise."

Louise : "Ya tuan, tapi setibanya kami disana apa yang harus kami lakukan?"

Lahaz : "Jika ia menyangkaku sebagai dirimu yang asli Zahal, lalu apa selanjutnya."

Zahal : "Aktingmu sebagai Doppelganger sudah bagus Lahaz, aku ingin kau berperan sebagai Doppelganger lagi."

Zahal, Lahaz, & Louise berdiskusi. Setelah beberapa saat Louise dan Lahaz mengangguk dan segera pergi dari hadapan Zahal.

Zahal : "Untuk menyelesaikan Quest untuk mendapatkan Gulungan Undang-undang, rasanya Duplikat sepertinya akan memakan waktu bertahun-tahun... Haha... Sarkasme."

Zahal berjalan perlahan memasuki Pabrik besar dengan banyak pipa, lampu, dan pembangkit listrik.

Bayi dan Samarinda berhenti diantara taman bunga yang cukup luas. Ada beberapa batu dengan berbagai ukuran tersebar acak.

Soraya bersandar disalah satu batu tersebut.

Bayi : "Soraya, aku langsung istirahat ya, capek nih!"

Ia berteriak agak kencang agar suaranya mencapai Soraya.

Samarinda : "Iya nih, aku juga."

Soraya menoleh kearah Bayi

Soraya : "Tutup mulutmu Bayi! Kau membuat seluruh dunia mengetahui posisi kita!"

Soraya berbisik sambil memberi isyarat tenang dengan jari telunjuk yang didekatkan bibir.

Bayi menggaruk kepala dan menunduk memberi isyarat maaf dari jauh.

Bayi merebahkan badannya di padang rumput yang lembut itu.

Bayi : "Sebetulnya ketika dinikmati dengan baik, dunia ini sangat indah ya."

Samarinda : "Iya juga Bocah... Lihat saja, Bintang-bintang terlihat jelas bertebaran seperti jerawat."

Bayi : "Goblok, perumpamaanmu malah bikin jelek didengar!"

Samarinda : "Berani-beraninya memanggilku Goblok!"

Soraya : "Pssstttttttt!!!"

Soraya berdiri dengan gemas dan mengulangi isyarat tubuhnya untuk tetap tenang.

Bayi dan Samarinda menutup mulut mereka dengan tangan.

Soraya duduk dan melanjutkan aktifitasnya.

Soraya : "Ada satu Calon Dewa lagi yang baru saja menyembunyikan Identitasnya. Kompetitor yang semakin paham dengan system Gulungan ini bertambah."

"Kalau aku tidak bergegas bisa-bisa aku kehilangan kesempatan mencari Gulungan yang penting."

Soraya : "Gulungan yang bisa didapat didekat sini..."

"Jaraknya jauh sekali. Monyet macam apa yang repot-repot membuat pulau seperti ini."

"Jika aku bekerja sama dengan Calon Dewa lain didekat sini. Ada siapa saja kira-kira."

Soraya dengan posisi duduk dan sikap tubuh yang anggun dan tegap masih terjaga sementara kedua partnernya sudah tertidur.

"Hmmm... Naraka Kreasi, Rebella Hindaran, Saberio Kehancuran dan Generasi, Ratatta Adaptasi dan Peredaman..."

"Ckckckck. Posisi paling dekat dari sini adalah Naraka. Namanya mengerikan juga."

Soraya menoleh kearah Bayi dan Samarinda.

Soraya : "Beruntung dalam percobaan pertama, kemampuan 'Negosiasi' milikku langsung bekerja terhadap mereka."

Soraya : "Jika kemampuan ini berhadapan dengan type Calon Dewa dengan karakteristik yang polos seperti mereka berdua Negosiasiku bisa berjalan dengan mudah dan lancar."

Soraya menutup Gulungan Undang-undangnya dan merebahkan diri untuk beristirahat.

Soraya : "Aku akan mencobanya besok."

Brunott tertidur sementara Tamasha dalam bentuk Barn Owl terbang berkeliling mengamati sekitar.

Rebella yang sudah berada cukup jauh dari Saberio yang masih pingsan kini bersembunyi didalam celah gua didekat air terjun.

Rebella : "Pria tadi sungguh mengerikan. Hanya dari keberadaan dan nada bicaranya aku sadar dia berada dalam level yang berbeda."

Rebella yang lemas bersandar dan tertidur, tak sanggup melawan lelah setelah beban berat yang memakan banyak energi seharian ini.

Naraka berjalan melihat langit.

Tangannya melambai keatas. Dibukanya telapak tangan dan setelah menggenggam muncul seberkas bola cahaya.

Naraka : "Seharusnya aku lebih banyak melatih kemampuan Kreasiku sebelum berhadapan dengan Calon Dewa lain."

Ia berjalan merenung diikuti cahaya yang barusan diciptakannya.

Naraka : "Tingkat Intelektual para Calon Dewa bisa menimbulkan perbedaan kemampuan yang sangat drastis. Aku harusnya bisa lebih memaksimalkan kemampuanku."

Naraka berjalan lebih cepat, sepertinya perasaannya mulai membaik.

Ditempat berbeda, masih didalam pulau buatan Zahal.

Pierre : "Aku belakangan memperhatikanmu, Jangan banyak bergerak atau aku akan membunuhmu."

Dari arah belakang Pierre menodongkan pisau kearah leher pemuda berjaket hoodie bercorak militer.

Pemuda itu mengangkat tangannya pertanda menyerah.

Pierre : "Siapa namamu, apa kemampuanmu."

"Snipy, kemampuanku..."

Pemuda itu dengan cepat menggerakkan tangan dan menodongkan jari telunjuknya keperut Pierre yang berada persis dibelakangnya.

"BANG!!!"

Suara letupan yang cukup senyap.

Sebuah pisau terlempar jatuh dibelakang Snipy.

Snipy bergerak dengan cepat menyadari Pierre sudah tak lagi dibelakangnya.

Snipy : "Hehehe, sepertinya kita berdua sama-sama memiliki bakat sebagai Penyusup dan menjadi Pembunuh."

Pierre : "Sayangnya aku mampu menemukanmu dan bisa membunuhnu dengan mudah kapan saja."

Snipy : "Kau tidak memiliki Gulungan bertipe perusak. Aku tak begitu khawatir."

"Aku memiliki peluang lebih besar untuk membunuhmu ketika lengah. Jadi jangan pernah berpikir untuk mengancamku."

Pierre : "Jiahahahahaha... Sepertinya Kerjasama denganmu tidak bisa berjalan semudah itu."

Snipy : "Kerjasama? Menarik, tapi aku tidak membutuhkan kerjasama yang tidak terkoordinasi dengan baik."

Pierre : "Ohhh... Kau type orang pemalu ya."

Snipy : "Lidahmu tajam juga. Kalau kau tidak memiliki urusan lagi denganku pergilah, sepertinya tidak ada untungnya mengalahkanmu."

Pierre : "Sayang sekali, aku masih ingin berurusan denganmu, siapa sangka aku bisa membuatmu sedikit lebih berguna dibanding kegagalanmu memburu dua Calon Dewa sore tadi.... Jiahahahaha."

Snipy : "Jangan berusaha memprovokasiku."

Pierre tersenyum hambar. Bagaimana mungkin Provokasinya tidak bekerja.

Snipy : "Aku type orang yang bekerja dalam kegelapan, sendiri, dan tak terpengaruh dengan perasaan apapun. Provokasi tak akan mempan kepadaku."

Pierre tersenyum lebar. Jauh dilubuk hatinya ia merasa sangat bersemangat. Ada juga type Calon Dewa yang tidak terpengaruh dengan Kemampuan yang didapat dari Gulungan.

Pierre : "Perjalanan masih panjang dan aku memerlukan partner yang bisa saling bekerja sama ketika aku lelah atau beristirahat."

Snipy : "Aku tak perlu partner. Dan tak perlu bekerja sama dengan siapapun."

Pierre : "Kau keras kepala sekali."

Pierre menghela nafas panjang dan duduk bersandar didekat pohon.

Snipy : "Kau yang keras kepala. Pergilah atau kubunuh kau sekarang juga."

Snipy membidikkan lagi jarinya kearah Pierre.

Pierre hanya tersenyum.

"BANG!!!"

Snipy melepaskan tembakan kasat mata dengan tangan kirinya.

"BANG!!!"

Snipy menyelipkan tangan kanannya dibawah tangan kirinya dan menembak kearah belakang. Mata dingin dan tajam melirik ke belakang.

Dibelakangnya Pierre yang sudah berpindah posisi dari posisi sebelumnya yang bersandar dipohon kini mengalami luka dalam dibahu kanan.

Pierre : "Ugh..."

Snipy berjalan perlahan meninggalkan Pierre.

Snipy : "Jangan ulangi lagi mencoba mengganggu ketenanganku. Trik macam apapun bisa kubongkar dalam sekali bertemu..."