Chereads / How To Be a God / Chapter 14 - Guru Sang Dewa

Chapter 14 - Guru Sang Dewa

Saberio merunduk perlahan.

Gemetarnya mulai berkurang.

Masriz : "Yah sudahlah jika kau tetap memaksa untuk melawan..."

Hawa pekat yang kuat disekitar mereka mendadak hilang.

Saberio masih menundukkan kepala, Rebella yang masih merasakan sensasi luar biasa dari Aura Masriz bersyukur karenanya. Sosok Saberio yang menahan tubuhnya dari belakang lenyap saat itu juga.

Masriz menyadari bahwa baik Saberio, Rebella, dan Naraka sekarang sudah kelelahan bukan main.

Masriz : "Dia pingsan. Untuk mempertahankan kesadaran saat menerima 'Intimidasi' dariku saja menguras banyak energi.

Sebelumnya ia sudah menggunakan tenaganya untuk membuat ledakan besar dan membuat kembaran yang menangkapmu gadis kecil."

Rebella yang juga berusaha mempertahankan kesadarannya memaksakan diri untuk mencerna maksud Masriz.

Rebella : "j..jadi... itu alasannya ia menjadi sedikit lebih tenang...

menghemat energi semaksimal mungkin untuk digunakan seperlunya."

Masriz : "Kau yang bersembunyi disana, ini juga pelajaran bagimu."

Naraka tersentak, suara Masriz seolah menusuk kesadarannya.

Masriz : "Mulai saat ini, kalian mungkin akan menghadapi lawan yang tega menghabisi nyawa kalian."

"Untuk memenangkan Permainan ini, dibutuhkan pemikiran yang matang, persiapan, strategi, dan kebijaksanaan dalam mengambil keputusan."

Rebella menunduk, Naraka mendengarkan dengan seksama.

Masriz : "Mulai sekarang jangan bernafsu mengakhiri semua ini dengan ambisi untuk menjadi Dewa yang paling berkuasa."

"Bahkan didunia fantasi semacam ini, kapasitas manusia tidak akan pernah menyamai Dewa dalam artian sebenarnya."

"Kata-kata Dewa hanya Ilusi yang menipu kalian untuk menjadi makhluk yang Serakah."

Masriz berjalan menjauh dengan tenang.

Rebella dan Naraka terdiam cukup lama hingga mereka tak menyadari Masriz sudah tak lagi ada disana.

Zahal yang sudah keluar dari pulau dimana ia mendapatkan Gulungan 'Repetition' terkejut.

Zahal : "Ada Calon Dewa yang lenyap dari Pulau itu!"

Zahal berhenti berjalan. Tubuhnya terangkat melayang.

Ia terbang menembus awan. Cukup jauh ia melesat dan akhirnya sampai ke Kastil diatas awan yang begitu familiar.

Zahal berjalan tergesa-gesa.

Ia menelusuri kastil dan sampai pada suatu ruangan yang tertutup rapat.

Zahal masuk kedalamnya, tempat yang setelah pintu terbuka ternyata diselubungi kegelapan dan hanya disinari oleh cahaya-cahaya Monitor.

Zahal : "Aku yakin kau menyadari sesuatu, Lahaz."

Lahaz : "Seseorang menghilang dari tempat itu. Seluruh rekaman sosok hingga suaranya juga lenyap."

Zahal : "Menarik sekali. Ada juga Calon Dewa yang bertindak diluar batas."

Lahaz : "Apa yang akan kau lakukan?"

Zahal meletakkan tangan kirinya didada kiri. Seketika itu Lahaz lenyap.

Zahal : "Jadi begitu. Lahaz memiliki keterbatasan untuk mencermati seluruh rekaman gambar dan suara di pulau itu."

"Berkat kemampuan Duplikasi, ketika aku menggabungkan ingatanku dengan ingatan Lahaz ketika ia menyatu denganku, semua celah terlihat dengan baik."

"Pria bernama Masriz ngobrol dengan seseorang bernama Yoke.

Sejak awal kedatangan mereka para Calon Dewa ketika Lahaz berperan sebagai Doppelganger, Kedua orang inilah yang paling tenang dalam menanggapi kemampuanku untuk memanggil mereka secara tiba-tiba."

Zahal berjalan keluar ruang monitor itu perlahan-lahan.

Zahal : "Aku tak perlu melihat keseluruhan rekaman CCTV di pulau itu.

dari Psikologis para Calon Dewa aku sudah bisa menganalisa perkembangan mereka dan kemungkinan kemampuan yang dimiliki.

Kalaupun perkiraanku sedikit meleset, ketika aku menonaktifkan Manipulasiku atas pulau itu dan mengembalikan mereka ke posisi awal masing-masing, seluruh rekaman ingatan yang terjadi di pulau itu secara otomatis akan masuk kedalam ingatanku."

Louise : "Kemampuan mengerikan yang sudah anda pikirkan sejauh itu tuan Zahal."

Zahal menoleh dingin kearah Louise.

Zahal : "Suatu sistem yang bagus bahwa Moderator seperti kalian bisa dengan mudah menyusup dan datang tanpa disadari."

Zahal memasang senyum dingin.

Louise : "Suatu kemampuan yang bagus juga anda membuat kami semua patuh dan tak bisa melawan atau mengkhianati anda."

Zahal berbalik dan masih tersenyum puas.

Zahal : "Silahkan tunggu di ruang monitor, Louise.

Baru saja aku memanipulasi seluruh Dunia ini agar menjadi CCTV yang terpantau dalam ruangan itu."

Louise menahan ekspresi terbelalak yang disembunyikannya dengan baik.

Louise : "Bagaimana mungkin anda mempunyai kapasitas kekuatan seperti itu?"

Zahal : "Kapasitas Kekuatanku adalah Kapasitas Intelektualku dalam Memanipulasi kemampuan Manipulasi itu sendiri."

Louise : "Anda benar-benar berada dilevel yang berbeda Dewa... Dewa Zahal."

Zahal : "Pengakuan dari seluruh Moderatorpun tidak akan membuatku menjadi Dewa yang sesungguhnya dan menyelesaikan permainan ini. Jadi nikmati saja permainan dariku.

Permainan yang kalian ciptakan sendiri namun berhasil kuambil alih dan kumanipulasi."

Zahal berjalan menjauh dengan cepat dan turun kembali meluncur terjun dari atas awan.

Louise : "Ia bahkan memanipulasi permainan ini sendiri. Tidak mustahil ia akan menjadi Dewa sesungguhnya."

Naruna : "Hahaha... aku bingung harus bingung atau marah. Fakta bahwa ia memanipulasi perasaan para Moderator termasuk diriku sendiri merupakan kenyataan pahit yang membuktikan kapasitas Dewa melebihi Moderator itu sendiri, Louise."

Selera : "Dan satu-satunya Moderator yang tidak berada disana saat tuan Zahal memanipulasi ingatan dan perasaan para Moderator adalah Kimochi."

Louise : "Ia mencari tuan Juan yang dirasa mampu mengalahkan tuan Zahal."

Naruna : "Calon Dewa culun sepertinya, hahahaha."

Selera : "Calon Dewa yang beruntung dengan kemampuannya tak terdeteksi bahkan oleh sistem pencarian otomatis dasar Gulungan Undang-Undang Dasar."

Louise : "Panggil Moderator lainnya dan ikut aku menyaksikan sepak terjang Tuan Zahal diruang monitor bersama-sama."

Naruna : "Mereka sudah sampai pada tahap yang sangat menegangkan ya?"

Louise : "Sudahlah, ikuti saja"

Louise dan Naruna masuk kedalam ruang monitor sementara Selera bergegas menghubungi Moderator lain.

Seekor burung Albatross dan seekor Kuda bertemu di sisi Pantai yang berbeda didalam Pulau itu. Perlahan mereka kembali ke sosok asli mereka, Tamasha dan Brunott.

Brunott : "ini belum sampai diujung pulau ini Macha."

Tamasha : "Semenjak kita tiba di pulau ini, energi kita dipulihkan ke kondisi maksimal.

Saat ini aku merasa masih memiliki 60% energi."

Brunott : "Lalu kenapa berhenti sekarang?"

Tamasha : "Sudah berapa lama kita berada di Awaland ini?"

Brunott : "Jika yang kau maksud adalah dunia fantasi ini. Hmmm...

Kita tiba disini sebelum Fajar, dan sebentar lagi Senja meredup.

Berarti kira-kira lebih dari 12 jam, Macha."

Tamasha : "Aku menyadari dan yakin bahwa sekuat apapun Kemampuan para Calon Dewa, Kemampuan mereka akan terbatas pada 'Energi'."

Brunott terdiam mendengarkan penjelasan Tamasha.

Tamasha : "Selama 12 jam ini, secara mental dan psikologis mereka akan kelelahan. Walaupun mungkin secara fisik ada yang belum."

"Saat seperti ini adalah saat terbaik bagi sebagian besar Calon Dewa untuk mencari tempat untuk beristirahat dan memulihkan energi."

"Aku tak ingin kita mati konyol karena kelelahan menelusuri pulau ini."

"Jadi kita istirahat sekarang. Dan oh iya, aku yakin ini adalah pulau buatan karena tak ada satu hewanpun yang berlalu-lalang disini."

Brunott menoleh sekeliling dan akhirnya merenung.

Brunott : "Benar juga."

Tamasha : "Dari sini aku sadar bahwa pertama, yang mempunyai kemampuan paling mendekati untuk melakukan ini semua dari kemampuan yang sudah dipilih para Calon Dewa adalah :

1. Manipulasi

2. Adaptasi

3. Kreasi

4. Duplikasi

Dan yang paling besar kemungkinannya diantara Manipulasi dan Kreasi."

Tamasha membuka kembali Gulungan Undang-Undang Dasar miliknya.

Tamasha : "Lihatlah, dari sini saja aku bisa menelisik bahwa Gulungan ini juga bisa menunjukkan Detail Informasi Posisi Gulungan yang ada.

Termasuk siapa penggunanya."

Brunott tertarik dengan ucapan Tamasha dan bergegas mendekatinya untuk melihat apa yang dimaksud.

Tamasha : "Lihatlah, diantara sekian banyak Calon Dewa, dua telah tewas, satu tidak terdeteksi, dan tujuh orang selain aku menyembunyikan Identitas mereka."

Brunott : "Ah masa? Identitasku terungkap tidak ya?"

Tamasha : "Sejak awal aku bertemu denganmu, aku meminjam Gulunganmu dan setelahnya aku tak pernah melihatmu berinteraksi dengan Gulunganmu. Dasar Pria polos..."

Brunott menggaruk kepalanya pertanda malu.

Tamasha : "Dari sini aku sadar bahwa pengguna kemampuan-kemampuan ini memiliki tingkat intelektual setidaknya sama denganku.

Lalu dari jumlah Gulungan yang berhasil dikuasai Calon Dewa, aku juga bisa mengecek bahwa beberapa Calon Dewa berhasil mendapat lebih dari satu Gulungan Kemampuan."

Brunott melihat nama Saberio yang ditunjuk oleh Tamasha

Tamasha : "Pria bernama Saberio dan Ratatta ini berhasil mendapatkan dua Gulungan, mereka cukup percaya diri atau bodoh sampai-sampai membiarkan Identitas mereka terbuka disini."

Brunott : "Tapi jujur saja Macha, jika bukan karenamu menjelaskan tentang ini, aku sama sekali tidak menyangka Gulungan ini bisa digunakan seperti itu."

Tamasha : "Bagaimana caramu mendapat Gulungan Undang-undang Dasar ini?"

Brunott : "Seseorang mengundangku dan menculikku kesini."

Tamasha : "Beruntung sekali dibandingkan denganku yang hanya dikirimi Secarik Amplop magis yang didalamnya terdapat tulisan yang bisa muncul dan lenyap dengan sendirinya."

Brunott ternganga mendengar penjelasan Tamasha.

Brunott : "Tanpa penjelasan Moderator dan kau bisa sampai ke tahap ini? Tahap Intelektual dan penguasaan medan seperti ini?"

Tamasha : "Banyak yang sepertiku Brunott, lihatlah data di Gulungan ini! Tujuh Gulungan yang sudah dimiliki, pemiliknya menyembunyikan identitas mereka.

Jika dihitung berdasarkan total pesaing, berarti ada kira-kira dua Calon Dewa yang menyembunyikan Identitas dan berhasil mendapatkan minimal 2 Gulungan Kemampuan."

Brunott : "Aku... lelah dengan penjelasan ini, bukannya ini saatnya istirahat."

Tamasha : "Ya, jika prediksiku tepat, tak akan ada yang mengejar kita sampai sini disaat seperti ini."

Brunott berjalan lunglai kearah sebuah gubuk yang cukup besar beberapa kilometer dari tepi pantai.

Tamasha mengikutinya sambil terus mencermati Gulungan Undang-Undang Dasar miliknya.

Sementara itu Naraka keluar dari persembunyiannya ketika melihat Rebella kelelahan dan Saberio juga pingsan.

Naraka : "Bagaimana menurutmu, pria barusan?"

Rebella menoleh kearah Naraka. Ia tak lagi terkejut dengan kehadiran Naraka setelah menyadari bahwa Masriz mengetahui ada seseorang selain dirinya dan Saberio disekitar sana.

Rebella : "Sosok Guru yang... Bijak."

Naraka mengangguk.

Naraka : "Biarkan saja pria ini, kita butuh istirahat dan kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi setelah ia sadar dari pingsan."

Rebella tak menanggapi, ia cukup berdiri menjauh dari Saberio, pria yang tergeletak yang dimaksud Naraka, dan itu mengisyaraktan bahwa ia setuju dengan usul Naraka.

Naraka pergi kearah berlawanan dari Rebella.

Ini adalah hari melelahkan. Hampir semua Calon Dewa beristirahat.

Beberapa lagi mempersiapkan diri untuk menghadapi Tingkat Intelektual dilevel yang berbeda!