Chapter 3 - Bab III

"Takdir memang tidak dapat diubah, dan waktu tidak dapat di ulang, tapi ketahuilah jika usaha tidak akan mengkhianati sebuah hasil!"

***

Malam yang indah dengan kemerlap bintang yang benderang. Suasana kota yang hiruk pikuk akan kemacetan tak memudarkan asa seorang perempuan. Dia berlari kecil dipinggir trotoar menuju sebuah tempat yang ia tujukan. Sinar terang kebahagian terlukis indah dalam balutan senyum diwajahnya.

Dia mengingat banyak hal dalam memorinya yang sempit itu. Bayangan seseorang tak pernah pudar dalam otak kecil dan baiknya. Dia masuk kedalam sebuah cafe, bunyi lonceng mengiringi langkahnya yang membuka pintu. Dia memandang sekitar mencari kemungkinan ada sebuah tempat kosong.

Melihat kearah sudut ruangan yang kosong dan hanya satu meja itulah yang kosong. Dia menghampiri meja itu lalu duduk dengan anggun. Seorang waiters datang dan menghampirinya membawakan sebuah buku menu. Dia tersenyum senang melihat cafe ini yang semakin maju. Dari ingatannya yang dulu, cafe ini masih kecil dan baru dibuka.

Senyumnya semakin merekah saat dia ingat kembali jika dia dan seseoranglah yang menjadi pelanggan pertama. Dia juga ingat banyak kenangan di tempat ini. Banyak dan begitu banyak sampai tak dapat semuanya dia ingat. Tapi dari semua kenangan itu dia paling ingat satu hal. Ya, dia ingat saat seorang dengan spesialnya bekerja keras hanya untuk menyewa cafe ini.

Seseorang yang melakukan banyak upaya hanya untuk menyatakan perasaannya pada dia. Seseorang yang berjuang dengan setiap tetes keringatnya hanya untuk melihatnya bahagia. Seseorang yang berjuang mati matian agar merasa layak duduk disampingnya. Seseorang yang dia akhirnya tinggalkan karena sebuah alasan.

"Katakan saja aku ingin pesanan seperti biasa, kodenya Enak dan Juara!" ujarnya dengan senyum yang tak pernah lepas. Pelayan itu mengangguk dan berlalu menemui menejernya. Dia tidak tahu siapa perempuan itu tapi dia tahu kode cafe ini. Dan siapapun yang mengetahuinya tidak mungkin orang biasa.

Jikapun orang biasa pasti dia adalah kenalan sang menejer sekaligus pemilik cafe ini. Tak lama setelah kepergian waiters itu, seorang pria tampan kepala tiga datang menghampiri perempuan tadi. Dia tersenyum ramah pada perempuan itu, mencoba mengingat siapa yang sudah ada didepannya ini

"Kau?" ucapnya ragu, sembari bertanya. Dia menimang akan nama yang dia akan ucapkan. Dia hanya takut salah dan akan menyinggung orang yang sepertinya pernah mengenalnya akrab. Dia duduk didepan perempuan itu sembari menunggu jawaban.

"Aku? Ah, kau pasti telah lupa paman. Aku pelanggan pertamamu dan namaku Axeara dan panggil saja Xera!" ujarnya lembut. Suaranya begitu merdu dan mengalun dengan indah. Wajahnya yang cantik dengan hidung mancung kecil, sungguh menambah kesan sempurna. Tapi ingatlah jika tidak ada manusia yang sempurna. Dan dia juga tidak sesempurna yang terlihat.

Mata sipitnya menghilang saat senyumnya yang mengembang itu semakin lebar. Dia meneliti akan ekspresi yang akan terlihat dari wajah orang yang ada didepannya. Dia ingin melihat wajah yang lama tidak dia lihat saat dia mengerjai pria ini. Dia ingin pria ini menjadi sewot, dia merindukan keramahan negerinya yang tercinta ini.

"Kau, apa kau bilang? Paman? Aku ini seumuran dengan kakakmu! Dasar dan dimana kekasihmu itu? Kemana saja kau selama ini? Kau tahu cafeku ini terasa sepi tanpa kekonyolanmu dan kekasihmu itu, Aku sangat merindukan kalian! Dan kakakmu yang kurang ajar itu tidak pernah lagi mengunjungimu setelah lama. Apa dia masih hidup?" ujarnya sewot. Sungguh ini persis seperti apa yang diinginkan gadis itu!

Dia tersenyum mendengar ocehan pria itu yang bahkan tak berhenti. Terkadang dia sedikit sakit dan pilu mengingat racauan pria itu yang membuatnya melayang pada sosok yang begitu dirindukannya. Di balik semua itu dia tidak pernah memudarkan senyumnya. Beberapa menit dan pria itu tidak berhenti mengeluh dan mengoceh.

"Sekarang kau sudah ingat aku kan? Bisakah kau pesankan makananku? Aku ingin rasa yang sama persis seperti dulu dan tidak boleh ada yang berubah pada tata letak," ujarnya mengehentikan ocehan sekaligus curhatan pria didepannya.

"Ah, ya aku sampai lupa!" ujar pria itu. Dia memanggil waiters yang tadi lalu membisikkan sesuatu. Setelah waiters tadi pergi, dia kembali fokus pada perempuan didepannya.

"Jadi kenapa kau putus dengan pria sebaik dirinya demi orang lain?" tanyanya serius. Sungguh dia adalah orang yang gila dan gila, jika dia sudah tahu lalu mengapa dia mengoceh tentang kekasih, mengapa tidak bilang saja kemana kau dan mantan kekasihmu selam ini? Bukankah itu lebih masuk akal?

"Ada alasan yang hanya boleh menjadi rahasia dan paman tidak perlu tahu akan urusan pribadiku!" ujarnya dengan mata yang mengerling nakal. Dia sungguh suka mengerjai pria didepannya ini. Siapapun pasti akan suka mengerjai pria ini jika sudah kenal dekat dengannya. Sungguh dia mudah terpancing!

"Sudah aku katakan aku bukan pamanmu!" geramnya kesal. Rahangnya sudah mengeras dan tangannya sudah menunjuk wajah cantik didepannya. Aksinya membuat semua mata memandang kearah mereka. Dia segera kembali normal dan cool seperti tadi tidak terjadi apa apa.

Xera menahan tawanya dan sesekali melirik pria didepannya. Terjadi keheningan yang cukup lama sampai keheningan itu dirobek oleh seorang waiters yang mengantarkan makanan. Perempuan itu menatap makanan didepannya dengan penuh binar. Makanan ini sungguh membuat dia ingin dan sangat ingin menangis.

Dia memandang makanan itu tanpa berniat menyentuhnya. Dia memandang lebih jauh menerawang dalam ingatan samarnya. Dia melihat seorang pria yang menyuapinya dengan makanan yang sekarang ada didepannya. Dia ingat pria yang begitu dia cintai harus menjadi waiters di tempat ini. Dan semua alasannya adalah agar dia bisa mentraktir perempuan itu makan di cafe ini.

Memandang kepanggung di balai cafe. Dia kembali tersenyum, sepintas bayang sepasang kekasih sedang berjoget dan bernyanyi ria di atas sana. Tanpa ia sadari sedari tadi dia telah menangis dalam hening. Setiap berlian mahal keluar tanpa ada satupun yang berniat menghentikannya.

"Berhentilah menangis bodoh! Kau menangisi orang yang kau putuskan dan dulu pernah kau hina? Apa kau baru menyesalinya? Kau tahu? Sebenarnya dia sangat sering kesini dulu, dia selalu datang dengan harapan dapat berjumpa lagi denganmu. Dia selalu berbagi keluh kesah nya padaku, tentang kisah kalian yang berakhir dengan sebuah tanda tanya besar dalam hidupnya." ejeknya.

Dia memandang sekilas wajah perempuan itu yang kini sudah memperhatikannya. Dia kembali berucap dengan kata yang pedas, " Dia selalu memuja dirimu dan membelamu setiap kali ada yang menghujat hal yang buruk tentangmu. Dia sekarang sudah sukses dan mungkin sudah lupa denganmu. Ku dengar dia sudah jadi bos besar di sebuah perusahaan kerajinan tangan. Dia sangat sukses! Dia dingin dan tak tersentuh, dan ku dengar perusahaanku bangkrut tida tahun yang lalu?" ujarnya ringan tanpa beban.

"Orang yang dulu kau hina karena miskin sekarang sudah kaya, dan kau yang dulu menghina orang miskin kini telah jatuh miskin!" ejeknya lagi dan lagi, meski ia sadar atau tidak jika setiap katanya telah menusuk setiap sudut jantung perempuan didepannya.

Xera, perempuan itu menangis semakin menjadi dan mulai terisak. Dia merasa bersalah tapi tidak tahu harus apa. Andai kata andai dapat mengubah segalanya. Dia sungguh telah menyesal karena telah pergi. Tapi saat itu dia harus pergi, dia harus dan memang harus pergi. Semua orang tak bisa mengerti alasannya dan biarlah begitu. Dia ikhlas di benci dan di tinggalkan.

Semua itu memang sudah menjadi resikonya saat dia memutuskan. Dia datang kesini hanya ingin berkunjung dan jika bisa dia ingin mendapat kesempatan kedua. Dia akan berusaha mendapat kesempatan kedua itu dan jika dapat sungguh dia tidak akan menyia - yiakannya lagi.

Di tengah tangis yang begitu pilu itu ada sebuah suara yang merdu datang. Suara itu memanggil perempuan tadi, Xera membalik badan dan melihat siapa yang memanggilnya.

"Kak Xera!" ujar perempuan itu riang. Dia datang menghampiri dan memeluk erat orang yang dia panggil kakak itu. Dia begitu merindukan orang yang ada dalam dekapannya. Merasa tak dapat balasan dari orang yang dia peluk dia melepaskan pelukannya.

"Kak Xera lupa ya sama aku?" tanyanya sedikit kecewa dan diangguki oleh Xera.

"Wajar sih kalau kakak lupa sama aku, dulu kan aku masih culun culunnya dan kita udah gak ketemu bertahun tahu. Pasti banyak yang berubah dari aku, tapi kakak gak berubah ya! tetap sama dan cantik, hanya saja kakak semakin dewasa!" ujarnya kembali riang.

Dari matanya memancarkan sebuah harapan yang besar terhadap perempuan ini. Dia seperti memiliki lagi harapan yang pernah sirna. Bahagianya tak terlukiskan, senang karena dianya selama ini telah terkabul. Sungguh setelah ini dia pasti akan bersujud syukur sebanyak banyaknya.

"Ini aku~"

.

.

.

.

***