" Apapun yang kamu lakukan adalah sebuah keputusan yang kamu ambil, jadi jangan pernah menyesali apa yang pernah kamu lakukan di kemudian hari~"
***
Disini lah saat ini dia sekarang, beradu dengan banyaknya dokumen yang menumpuk. Xera, gadis itu akhirnya mendapat pekerjaan setelah 20 kali ditolak banyak perusahaan. Dia terus berkutat dengan file ini sejak pagi tadi. Bahkan jam makan siang pun sudah hampir lewat dan dia masih belum makan.
Dia bertanya dalam pikiran kecilnya, apakah pekerja baru sepertinya sudah dapat banyak pekerjaan seperti saat ini? Padahal ini baru hari pertamanya! Tanpa menghiraukan perutnya yang terus bergetar, dia mencoba menyelesaikan sebanyak mungkin berkas. Dia terus bekerja tanpa sadar jika sejak tadi sudah ada seorang yang berdiri didepannya.
"Kenapa kau masih saja bekerja, bukankah waktu makan siang akan habis? Apakah kau sudah tidak lapar?" ujar seorang yang berdiri didepan Xera.
Xera mendongak dan mendapat tuannya yang begitu tampan dan gagah perkasa. Bibir tebal, hidung mancung mata yang setajam elang dan warna kulit yang begitu putih mulus. Membandingkan orang yang dulu dengan sekarang maka tak ada bedanya kecuali tinggi dan warna kulit yang dulu gelap kini berubah cerah.
Dia menyeringai sebelum berkata, " Memangnya mengapa? Kau begitu perhatian padaku, itu artinya jika kau masih mencintaiku!" katanya dengan senyum bangga.
"Kau terlalu percaya diri! Aku hanya mengingatkan karyawan ku agar tidak bekerja terlalu keras," bantah pria itu, dia adalah kenangan masa lalu Xera, Ferdio Saputra!
"Bukankah seorang atasan adalah teladan? Aku hanya meniru apa yang dilakukan oleh atasanku yang gila kerja dan melupakan kesehatan!" ujar Xera dengan senyum manis yang tidak pernah pudar.
"Hm, aku tidak makan siang karena nanti ada pertemuan dengan klien di sebuah restoran. Aku akan makan disana nanti!" ujar nya mendengus tak ingin kalah.
"Kalau begitu nanti aku juga akan makan saat disana saja, bukankah sebagai seorang sekertaris aku akan ikut denganmu?" tanyanya dengan senyum manis yang semakin manis.
"Terserah!" ujar pria itu mengangkat kedua bahu, "jangan salahkan aku jika perut kamu bakal ngamuk!" ujarnya lagi lalu berlalu keruangannya.
Saat mencapai pintu, dia berbalik.
"Kamu harus bersiap secepat mungkin, lima belas menit lagi saya akan berangkat!" ujarnya dan langsung masuk tanpa menunggu konfirmasi dari gadis itu.
"Dasar, apa dia begitu gila kerja? Aduh, perut aku perih banget!" ujar Xera.
Gadis itu memegangi perutnya, setelahnya dia berdiri dan menyiapkan berkas yang akan dibawa.
Setelah lima belas menit berlalu, dia mengetuk pintu ruangan CEO. Sudah beberapa kali dia mengetuk dan masih tidak ada tanggapan.
Karena penasaran, dia membuka pintu. Dengan sedikit tekad, dia masuk dan melihat kanan kiri. Tapi, dia tidak menemukan tanda-tanda kehadiran pria itu.
"Dio? Lo dimana sih? ini udah lima belas menit, mau berangkat atau belum?" tanya Xera.
Masih tidak melihat keberadaan Dio, dia melihat satu tempat yang belum dia cari. Itu adalah pintu kamar kecil ruangan ini.
Namun, saat dia hendak masuk dan membuka pintu. Pintu itu sudah lebih dulu ditarik kedalam oleh seseorang. Karena tidak siap dan tubuhnya tidak seimbang, antara terkejut dan tidak siap. Tubuhnya tumbang kebelakang.
Saat dia pikir dia akan menghantam lantai yang dingin dan keras seperti pria itu. Ternyata ada sebuah tangan besar dan kasar yang menarik tubuhnya. Bukannya jatuh ke lantai, dia malah jatuh kedalam pelukan seorang pria yang hangat dan nyaman.
Pandangan mata mereka terikat. Ada banyak cerita dalam mata itu, mereka saling memandang dalam kenangan yang dirindukan.
***
Beberapa waktu kemudian, mereka telah selesai membahas tentang proyek kerja sama. Dan tentunya mereka juga sudah makan siang.
Saat ini mereka sedang dalam perjalan kembali kekantor. Jangan tanya siap yang aku maksudkan dengan mereka, tentu saja itu Xera dan Dio!
Di dalam mobil, sedari tadi Xera terus menganggu Dio dengan celotehannya yang tidak masuk akal.
"Kamu tadi kenapa dari dulu aku suka sama hujan?" tanya Xera yang hanya diabaikan oleh Dio.
"Jawabannya simple, cukup melihat hujan, rasa rindu aku ke kamu hilang, karena aku tahu kalau kamu gak akan pernah kehausan dimanapun kamu berada asalkan ada air untuk diminum." Dia tersenyum konyol, sebelum dia berkata lagi;" Sebenarnya lebih mengarah ke khawatir dari pada rindu!" lirihnya yang hanya terdengar samar-samar ditelinga Dio.
"Apa kamu bilang?" tanya duo penasaran, dia merasa kata-kata itu sangat bagus. Tapi dia ragu akan telinganya, apa benar dia menghawatirkan nya?
"Ku bilang, kamu sangat tampan dan kaya! kamu begitu sempurna dan aku sangat mencintaimu!" ujar Xera bercanda.
Tapi apa yang dia anggap bercanda barusan telah mengubah jalan hidupnya menjadi lebih sulit. Dia yang paling pasti tidak akan mendapatkan keinginannya dalam waktu dekat.
Entah mengapa dan tidak tahu mengapa tapi Dio sedikit kecewa dengan kata-kata Xera barusan. Bila boleh jujur, dia ragu apa iya dia masih memiliki perasaan pada perempuan seperti ini.
Awalnya dia sedikit ragu tentang perpisahannya beberapa tahun lalu. Tapi, sekarang dia meningkatkan keyakinannya tentang gadis disampingnya. Gadis ini hanya yang gila harta dan bukan gadis yang pernah menjadi semangatnya bertahun-tahun lalu.
"Oh, ya kapan kau akan memberiku kesempatan kedua, maksudku kapan kau akan mengungkapkan bahwa kau masih mencintaiku dan ingin aku tetap bersamamu?" tanya Xera.
Nyatanya dia sendiripun tidak mengharapakan Dio akan menyatakan hal itu. Tapi, hati kecilnya begitu berharap. Dia hanya perlu satu pengakuan dan dia akan tetap, dan dia perlu satu penolakan dan dia akan pergi.
"Dalam mimpi!" desis Dio.
Antara kesal dan muak, dia juga mulai menanam bibit kecil kejijikan pada gadis disampingnya. Semakin dia bergaul dengan gadis ini, dia semakin yakin bahwa dia pernah salah. Dan salahnya karena begitu mengharapkan gadisnya yang dulu tidak akan pernah berubah.
"Kamu benar, setiap malam aku memang bermimpi kamu menyatakan perasaanmu dan mengajakku untuk memulai hubungan kita kembali. Rasanya sangat nyaman dan aku sangat senang, tapi mimpi indah itu selalu dibangunkan oleh tuntutan hidup yang mengesalkan." ujar Xera dengan ekspresi yang berwarna.
Bibir Dio hanya berkedut aneh.
"Entah mengapa tapi kurasa kau semakin sedikit bicara belakangan ini! Apa kau terlalu tersakiti oleh ulahku beberapa tahun lalu?" tanya Xera yang langsung menohok jantung Dio dan tentunya jantung dia sendiri.
Meski tahu bahwa ini akan memperburuk hubungannya dengan Dio, dia tetap bergeming. Dia ada hanya minta satu pengakuan atau satu penolakan. Diantara itu, dia tidak yakin mendapatkan keduanya.
Dari pada terombang-ambing dalam ketidakpastiaan, dia lebih baik mencoba satu.
Dia tahu bahwa Dio masih menyukainya, tapi dia juga tahu bahwa Dio juga membencinya. Untuk itu dia kembali, dia harus membuat dia melepas salah satunya, antara cinta dan benci.
Karena jika tidak, dia tidak tahu kapan Dio akan melupakannya, dan kapan Dio akan bahagia.
Tidak masalah baginya untuk menjadi begitu dibenci dan dipandang tak ibdah oleh Dio. Dan bagaimanapun juga, dia hanya. butuh dia bahagia dan sebuah keputusan ini tidak akan membuatnya menyesal apapun yang akan terjadi suatu hari nanti.
Tapi, dibalik semu ini, bisakah dia berharap hal lain?
Bisakah dia berharap bahwa Dio akan mengaku masih cinta?
Atau bisakah dia mendengar Dio mengatakan dia ingin dia menetap?
***
Sampai disini dulu, bye!
jangan lupa tarik!