Gregory menatap lekat kantung berisi ratusan keping koin emas di dalamnya. Tersirat rasa bersalah di benaknya. Raut wajahnya tampak muram penuh penyesalan. Sesekali ia menatap Vernon yang sedang menyantap daging domba dengan lahap. Ia tidak habis pikir, bagaimana temannya bisa menikmati hidupnya tanpa beban?
"Kenapa kau diam saja, Gregory? Cepat makan bagianmu," ujar Vernon.
"Aku tidak lapar," jawab Gregory lesu.
"Tidak lapar? Bukankah perutmu yang besar itu perlu dipenuhi banyak makanan supaya berat badanmu tidak menyusut?" tanya Vernon sambil terkekeh.
"Aku tidak peduli." Gregory menghembuskan napasnya. "Vernon, apa kau tidak merasa menyesal?"
"Menyesal? Menyesal untuk apa? Lihatlah keadaan kita sekarang. Rumah mewah, makanan melimpah, dan koin emas itu sudah cukup membuat kita bahagia sekarang. Kau tahu, semua makhluk di negeri ini tidak berhak mengakui harta miliknya sendiri kecuali kita. Lalu, apa yang harus disesali?"
"Bahagia katamu? Apa kau tidak merasa menyesal sama sekali dengan apa yang telah kita perbuat? Kita telah melaporkan keberadaan salah seorang dari klan Likantrof pada bangsa vampir. Apa kau tidak ingat itu?" tanya Gregory meninggikan nada suaranya.
"Aku tidak peduli dengan semua itu. Satu-satunya yang terpenting saat ini hanya kehidupan kita. Biarkan saja bocah bodoh itu ditangkap bangsa vampir. Lagi pula, apa untungnya untuk kita? Dia tidak akan membawa pengaruh sama sekali. Coba kau pikirkan! Apakah mungkin dia memberikan rumah, makanan, dan koin emas seperti bangsa vampir?" kata Vernon bersungut-sungut.
"Yang kau pikirkan hanya kesenangan dirimu saja, Vernon. Tidakkah kau pikir betapa malang nasibnya tinggal di negeri ini? Dia belum pernah datang ke sini, dia juga tidak tahu seberapa besar bahaya yang akan menimpanya. Menurutmu, apakah pantas bocah itu dihukum karena nama klan yang disandangnya, sedangkan dia belum pernah melakukan kejahatan sekali pun?"
"Kalau kau ingin membelanya, pergi saja dari sini. Cari dan lindungi dia semampumu. Aku tidak berani ambil risiko, apalagi untuk ikut terjun ke jurang api bersamanya," jawab Vernon santai.
"Baiklah. Kalau begitu, aku akan pergi mencarinya. Akan kupastikan tidak ada satu bangsa vampir pun yang bisa menyentuhnya," cetus Gregory kesal.
"Silakan saja. Kalau itu keputusanmu, lakukanlah. Setidaknya aku sudah memperingatkanmu," kata Vernon menyantap lagi daging dombanya.
Gregory bergegas pergi. Namun, saat ia membuka pintu, lima prajurit vampir tengah berdiri di depan rumahnya. Gregory merasa heran dengan kedatangan mereka.
"Apakah kau yang bernama Gregory?" tanya salah satu vampir.
"Benar. Ada apa kalian mencariku?" tanya Gregory mengernyitkan kening.
"Paduka Raja mengutus kami untuk membawamu dan Vernon menghadapnya," kata salah satu vampir lainnya.
"Tunggu dulu! Apakah Likantrof itu berhasil ditangkap?" tanya Gregory dengan mata membesar.
Tanpa banyak bicara, dua vampir itu memborgol tangan Gregory. Sedangkan tiga vampir lainnya masuk ke dalam rumah. Ketenangan dan kesenangan yang Vernon rasakan, terusik oleh kedatangan tiga vampir yang memasuki rumahnya. Vernon tampak heran dan panik saat ketiga vampir itu meringkus dirinya secara paksa. Ia berusaha menggertak, tapi kekuatannya tidak mampu melawan ketiga vampir itu. Gregory dan Vernon pun dimasukkan ke dalam kurungan yang sudah disediakan di atas kereta kuda. Kelima prajurit vampir akhirnya membawa mereka pergi ke Istana Gloomingham.
***
"Dari mana saja kau?" tanya seorang pria tua berjanggut putih memakai jubah biru, berjalan dengan cepat dari ujung lorong istana.
Langkah gadis buta pun terhenti. "Ruang bawah tanah."
"Jangan katakan kalau kau bertemu dengan wanita gila itu lagi," kata pria tua itu menginterogasi si gadis buta.
"Maafkan aku, Guru Mikhael. Aku tidak bisa menahan diri," jawab gadis buta itu.
"Mengapa kau begitu keras kepala? Bukankah sudah kukatakan kalau wanita itu hanya akan memberimu pengaruh buruk? Aku tidak mau kalau kau sampai mempercayai dongeng dan mitos yang dikatakannya. Jika kau menimbulkan masalah lagi, aku tidak akan segan menyerahkanmu pada Yang Mulia Solomon," kata Guru Mikhael setengah mengancam.
"Baik, Guru Mikhael. Tapi, aku punya satu pertanyaan yang selalu mengganggu benakku."
"Apa itu?"
"Guru Mikhael, kenapa tidak ada satu pun penghuni istana ini yang memberiku nama?" tanya gadis buta itu sambil memiringkan kepalanya.
Guru Mikhael menepuk pundak gadis buta itu dengan mata berkaca-kaca. "Karena kau istimewa, Nak. Maka dari itu kau tidak memiliki nama."
"Benarkah itu?"
"Iya, Nak."
"Apa kau yakin aku tidak ada kaitannya sama sekali dengan bangsa vampir?"
"Kenapa kau berpikir seperti itu?"
"Klan Likantrof. Belakangan ini aku sering mendengar bangsa vampir semakin gencar mencari manusia serigala dari klan itu untuk dilempar ke jurang api. Aku takut kalau keanonimanku ini ada kaitannya dengan bangsa vampir seperti klan Likantrof," kata gadis buta itu menundukkan kepala.
"Tentu saja tidak, Anakku. Berbicara tentang klan Likantrof, aku jadi teringat kabar dari bangsa vampir kalau mereka sudah menangkap salah satu dari klan itu," kata Guru Mikhael sambil menuntun gadis buta itu berjalan.
Gadis buta itu tersentak. Wajahnya tampak semakin pucat. Air mukanya berubah gelisah setelah mendengar hal itu. Ia merasa bersalah telah meninggalkan Frey begitu saja di Bukit Buffalo. Kekhawatiran menyerang hatinya. Ia takut satu-satunya anggota klan Likantrof yang dibawanya dari dimensi lain, tewas mengenaskan di tangan bangsa vampir. Ia masih ingat betul sifat Frey yang keras kepala selalu membawanya ke dalam masalah besar.
Namun, di sisi lain dia pun tidak bisa membawa Frey ke Istana Arwah Suci dan membiarkannya tinggal di sana. Guru Mikhael akan semakin curiga dengan perbuatannya yang sengaja dirahasiakan dari pihak istana. Kini, ia hanya bisa berharap pemuda itu bisa kabur dari penjara Istana Gloomingham.
***
Gotham bersama pengawalnya membawa Gregory dan Vernon menuju penjara bawah tanah. Gregory terus saja menatap sinis pada Vernon. Ia benar-benar kesal dan kecewa pada sahabat karibnya itu. Keserakahan Vernon telah membuatnya terseret ke dalam sebuah kasus yang masih misteri. Berbanding terbalik dengan Vernon yang tampak tenang. Tidak ada rasa takut dan penyesalan di wajahnya.
Setibanya di sel penjara paling terpencil, mereka melihat seorang gadis terbaring dengan tombak yang masih menusuk punggungnya. Kedua tangan dan kakinya dirantai satu per satu. Gotham membalikkan badannya, kemudian tersenyum sinis pada Gregory dan Vernon.
"Apa kalian tahu siapa gadis itu?" tanya Gotham.
"Tidak, kami tidak mengenalnya," jawab Vernon.
Gregory masih melihat gadis di dalam sel tahanan itu dengan saksama. Gadis itu perlahan bergerak dan berusaha untuk bangkit. Saat rambutnya sedikit tersibak, Gregory pun mulai mengenali gadis itu.
"Bukankah itu putri pemilik penginapan? Kenapa dia bisa ditangkap? Dan ... di mana Frey? Apakah gadis itu tertangkap karena melindungi bocah itu? Syukurlah, akhirnya Frey bisa lolos dari bangsa vampir," gumam Gregory di dalam hati.
"Apa yang kau pikirkan, Gregory? Apa kau mengenal gadis itu?" tanya Gotham memecah lamunan Gregory.
"Ya, aku mengenalnya. Dia putri pemilik penginapan. Namanya Monet," jelas Gregory.
"Oh, begitu ya," kata Gotham mengangguk.
Gotham kembali memandang Monet yang sedang menatapnya dari jauh. Tatapan Monet menyiratkan rasa benci dan kesal terhadap Gotham. Sesekali ia menarik rantai-rantai yang mengikat kedua tangan dan kakinya agar terlepas. Namun, usahanya sia-sia saja. Gotham memasuki sel bersama Vernon dan Gregory. Monet semakin kesal mendengar langkah kaki mereka yang mendekatinya.
"Monet, lihatlah siapa yang kubawa," ujar Gotham menunjukkan Vernon dan Gregory ke hadapan Monet.
Monet mendongak. Seketika, ia terkejut dengan dua orang yang dibawa Gotham. Pikirannya seolah enggan mempercayai bahwa kedua orang itu pengkhianat. Tatapannya pada Vernon dan Gregory berubah menjadi penuh amarah.
"Apa kau tahu?" lanjut Gotham, "Berkat laporan dari mereka, aku nyaris mendapatkan salah satu dari klan Likantrof itu. Jika saja kau tidak menghalangiku untuk mendapatkannya, mungkin saat ini kau tetap hidup tenang tanpa harus mencemaskan kedatangan ajalmu."
"Huh, apa kau pikir aku takut pada kedatangan ajalku sendiri? Jika kau menghendaki kemusnahanku, silakan saja. Aku tidak akan pernah menyesali perbuatanku karena telah melindungi klan Likantrof," ketus Monet tersenyum sinis.
"Oh, jadi kau mau sok pahlawan rupanya. Baiklah."
Gotham membuka telapak tangannya ke arah Monet. Telapak tangan kanannya mengeluarkan sinar merah menyala. Para prajurit tampak heran sekaligus takut melihat keajaiban yang diperlihatkan oleh Gotham. Begitu pula dengan Gregory dan Vernon, ini pertama kalinya mereka melihat vampir yang bisa mengeluarkan sinar ajaib dari tangannya.
Sinar merah itu mengalir dari tangan Gotham ke seluruh tubuh Monet. Perlahan Monet merasakan hawa panas di sekujur tubuhnya. Awalnya Monet masih bisa menahan panas itu. Namun, lama kelamaan Monet merasakan hawa panas itu seperti api yang membakar tubuhnya. Ia tak kuasa lagi menahan rasa panas itu hingga menjerit kesakitan. Gotham tampak gembira dan tertawa terbahak-bahak melihat Monet menderita. Sedangkan Gregory dan Vernon dibuat terbelalak melihat sinar ajaib yang mampu menyiksa Monet.
"Apa tubuhmu sudah merasa terbakar saat ini? Bagaimana bisa, kau menghadapi jurang api sedangkan menghadapi kekuatanku saja kau sudah menjerit? Ini baru sebagian kecil dari panasnya jurang api," kata Gotham menambah kekuatan sinar merahnya.
"Gotham, kumohon hentikan!" Gregory membentak.
Seketika, Gotham menghentikan aliran sinarnya. Sedangkan Monet terkulai lemas tak berdaya. Meski tidak ada bekas luka bakar di sekujur tubuhnya, tapi ia masih merasakan panas di dalam aliran darahnya. Gotham merasa terganggu dengan bentakan Gregory. Ia menusukkan tatapannya ke mata Gregory dengan penuh kekesalan dan amarah. Tangannya meremas dagu Gregory. Ia dekatkan wajahnya ke telinga lelaki bertubuh gemuk itu.
"Jangan halangi kesenanganku atau kau akan merasakan hal yang sama seperti gadis itu," sergah Gotham kesal.
"Kau sudah melakukan hal yang salah, Gotham. Berani-beraninya kau menyiksa seorang perempuan yang tak berdaya sebagai kesenanganmu. Jika kau benar-benar kuat, hadapilah lawan yang sebanding denganmu," ujar Gregory.
"Oh, jadi kau berani menasihatiku ya? Akan kutunjukkan apa yang benar dan yang salah padamu," kata Gotham menatap tajam.
Gotham mendorong Gregory sampai tersungkur. Ia kembali membuka telapak tangan kanannya. Sinar merah itu kembali menyala. Gotham mengarahkan sinar merah ke tubuh Gregory. Ketika ia hendak melepaskan sinar itu, Vernon segera menggenggam lengan kanannya.
"Gotham, kumohon jangan lukai temanku. Cukup gadis itu saja yang kau lukai. Apa kau lupa kalau kami berdua yang telah memberitahumu tentang keberadaan salah seorang dari klan Likantrof?" kata Vernon memohon.
Gotham tampak geram. Ia mengepalkan tangan kanannya dan sinar merah pun menghilang. Setelah mendengar perkataan Vernon, dia pun menggerutu. "Argh! Kalian berdua memang menyebalkan. Pergi dari sini! Aku sudah muak melihat kalian berdua."
"Tapi," lanjut Gotham. "Aku tidak akan pernah melepaskan kalian berdua sebelum semua klan Likantrof musnah dari negeri ini."
Vernon dan Gregory membisu. Mereka kemudian dibawa para prajurit keluar dari sel tahanan. Gotham mengikuti mereka dari belakang. Ia masih menatap keduanya dengan kesal.
"Tunggu dulu!" seru Monet bersuara parau.
Langkah mereka terhenti di pintu sel ketika mendengar suara Monet. Gotham, Vernon dan Gregory menoleh ke belakang melihat Monet yang sedang berusaha untuk bangkit. Tatapan Monet kepada mereka masih sama. Tajam menusuk, penuh kebencian dan amarah.
"Vernon, Gregory. Dengarkan aku baik-baik! Sampai kapan pun aku tidak akan pernah memaafkan perbuatan kalian berdua. Bangsa manusia serigala lain tidak akan sudi menerima kalian berdua sebagai bagian dari kami. Bahkan, seluruh dunia mengutuk pengkhianatan yang kalian lakukan. Aku bersumpah, kalian tidak akan pernah hidup tenang sampai kalian meronta-ronta meminta kedatangan ajal kalian sendiri," ujar Monet bernapas berat.
Vernon dan Gregory tersentak mendengar perkataan Monet. Hati mereka mulai gentar akan sumpah yang dikatakan Monet. Gregory semakin menyesali perbuatannya. Raut wajahnya tampak kusut penuh kecemasan. Sementara itu, Vernon tampak tenang meski hatinya merasa takut akan sumpah yang Monet ucapkan. Tidak tampak kecemasan di wajah Vernon, hanya datar tanpa ekspresi. Gotham tersenyum dan bertepuk tangan.
"Wow! Apa yang terjadi di antara manusia serigala ini? Berpecah belah? Hahaha..." Gotham tertawa lepas. "Baguslah kalau begitu. Aku tidak usah repot-repot memusnahkan kalian semua dengan banyak rencana. Jika kalian berpecah belah seperti ini, aku bisa dengan mudah memusnahkan semua manusia serigala dari negeri ini."
***
Sementara itu di hutan peri hitam, seorang pria berjubah hitam yang merupakan pemimpin para peri mendekati kerumunan peri.
"Apakah dia sudah sadarkan diri, Lupita?" tanya pria itu.
"Belum, Crow. Sepertinya lukanya cukup dalam," jawab peri medis bermata biru menyala.
Pria bernama Crow itu menatap Evodith dan berkata, "Bagaimana ini bisa terjadi? Bukankah sudah kubilang untuk jangan pernah membawa orang asing ke markas kita?"
"Maafkan aku, Crow." Evodith tertunduk lesu.
"Crow, sepertinya dia bukan bangsa vampir. Kulihat dari ciri-ciri fisik dan warna matanya tidak mirip dengan bangsa mereka. Dia juga punya tanda bulan sabit di tengkuknya," Lupita menyela.
"Apa?! Bulan sabit di tengkuknya? Boleh kulihat dia sebentar?" tanya Crow penasaran.
"Tentu, Crow," jawab Lupita.
Crow mendekati Frey yang masih terbaring di atas batu persegi. Ia memiringkan badan Frey dan menyingkap baju yang sedikit menutup lehernya. Ternyata benar, tanda bulan sabit merah tampak jelas di tengkuknya. Crow tercengang dengan apa yang dilihatnya.
Masih merasa belum puas, ia pun menyingkap kerah baju Frey. Saat melihat dada kiri Frey, Crow semakin terkejut melihat tanda kepala serigala mendongak. Pria itu melepas penutup kepalanya hingga tampak wajahnya yang berkulit abu-abu dengan bekas goresan pedang dari sisi kiri dahi sampai ujung kanan dagu. Manik mata hijaunya terpaku menatap lelaki remaja yang masih terbaring di hadapannya. Para peri tampak heran melihat tingkah Crow.
"Crow, kenapa kau melihatnya seperti itu? Apa ada yang aneh dengannya?" tanya Evodith.
"Evodith, kenapa kau bawa dia kemari?" tanya Crow yang masih terpaku memandangi Frey.
"A-aku hanya ingin d-dia..." Evodith gugup.
"Kenapa kau membawanya kemari?" bentak Crow geram.
Evodith semakin gugup dan gemetar. Ia tetap menunduk, membisu. Hefeta yang merasa kasihan melihat Evodith tidak tinggal diam dan menghampiri Crow.
"Tenanglah, Crow. Mungkin Evodith tidak mau ada orang asing yang datang kemari dapat keluar dengan mudah," sela Hefeta membela.
Crow berbalik badan dan menatap tajam kedua mata Evodith, "Apa kau sadar kalau kau telah membawa Likantrof kemari?"
Semua peri tercengang. Mereka seakan tidak percaya dengan apa yang Crow katakan.