Chereads / The Perfectionist CEO / Chapter 8 - Bersiaplah

Chapter 8 - Bersiaplah

Alarm yang ia pasang di handphonenya berbunyi dan membangunkan dirinya yang terkejut. Ia dengan setengah sadar langsung mengambil handphonenya untuk mematikan alarm dan melihat jam, ia bertambah terkejut dan tersadar, karena ia harus bersiap siap dahulu.

Saat itu juga iya heran mengapa ada jaket hoodie ditubuhnya, ia melihat sekelilingnya namun tak ditemukan satupun orang. Lalu ia melihat kertas kecil dalam kertas note yang ditempelkan di layar PC nya. Aya membaca sekilas namun ia tak berfikir panjang dahulu. Ia segera memasukkan jaket Hoodie itu ke dalam laci mejanya dahulu dan bergegas membersihkan diri dan berganti pakaian.

Setelah 15 menit lamanya, Aya kembali ke kantornya dan ternyata masih kosong tidak ada siapapun. Ia duduk, lalu menatap dan membaca note itu dan merasa sangat penasaran. Mengapa ada kertas seperti ini dan bertuliskan CEO. Apakah ini lelucon untuknya? Apakah ada yang ingin menipunya? Dan dari mana asal hoodie ini? Aya membolak balikkan jaket itu dan ia menemukan sesuatu yang membuat matanya terbelalak lalu melihat sekeliling dengan rasa was was.

Aya melihat kembali merk jaket yang ia pegang dengan hati hati. Jaket dengan merk teratas di Jepang dengan kisaran harga 10 juta, kini berada di tangannya.

Ia sangat penasara siapakah yang meletakkan ditubuhnya. Seingatnya adiknya tidak memiliki ini karena harganya yang sangat tinggi dan ia merasa tidak memakai tambahan apapun, kecuali pakaian yang berada ditubuhnya saat lembur.

Untuk menghindari kecurigaan, Aya meletakkan hoodie di tasnya lalu menyimpan note untuk ditanyakan kepada kepala marketing nantinya. Saat itu juga, para rekan kerjanya datang. Aya memberikan semua laporan milik mereka termasuk milik ketua tim dan bergegas bergegas pergi menemui kepala marketing, Kudo Watanabe tanpa meladeni timnya yang menurutnya tak berguna semua.

Sesampainya, Aya disambut baik karena memang kepala marketikang bidang teknologi ini dikenal dengan adil, bijaksana dan profesional.

"Oh kamu, ada apa pagi pagi menemui saya? Perlu bantuan?"

"Iya pak, saya ingin bertanya sesuatu. Tapi tolong jangan keras keras."

"Oh baiklah, kemari silahkan dulu. Coba katakan."

Aya duduk dan mengeluarkan kertas note tadi yang bertuliskan pesan memintanya libur sesaat dan seolah dari CEO. Ia menyerahkan dengan perlahan lahan dan ekpresi yang ragu. Saat ia benar benar menunjukkan kertas itu. Sang kepala marketing terkejut dan sesekali menatap Aya tanda tak percaya. Ia tak habis pikir, seorang pemagang di bagiannya bisa mendapatkan kertas seperti ini.

"Aya Takahashia, Dari mana kamu mendapatkan ini?"

"Ini tertempel di layar PC, saat saya terbangun dari tidur karena kerja lembur sampai pagi pak. Jadi, saya ingin tanya ke bapak mengenai ini. Apakah ini lelucon untuk saya atau ini benar adanya?"

Kepala marketingnya terdiam sesaat lalu membenarkan posisi duduknya mengarah ke Aya.

"Baik, kerja bagus dan terima kasih untuk waktu lemburmu. Saya akan kirim bonus untuk waktu lemburmu nanti. Untuk kertas ini, bukanlah candaan tetapi benar adanya langsung dari CEO kita."

"Apa? Benarkah Pak? Bagaimana bisa? Bukankah katanya beliau sudah hampir 3 bulan tidak ke perusahaan. Wait, I can't recognize this. Is that seriously?"

"Benar, ini kertas khusus yang di desain CEO sendiri. Hanya dia seorang yang memiliki hak penuh atas kertas ini. Mungkin terlihat ke kanakkan, tetapi ini cara inspeksi langsung tak terduga dari mereka. Saya pernah mendapatkan juga."

"Oh benarkah? Tapi cara seperti ini memang tidak terduga dan menurut saya kreatif tidak kekanakkan."

Kepala marketing itu tersentak mendengar apa yang dikatakan Aya. Ia tak menyangka gadis berusia 20 tahun ini bisa melontarkan kalimat yang pernah dilontarkan CEO saat pertama kali mengajukan idenya ini.

"Baiklah, saya kira kemungkinan dekat CEO sudah ada di perusahaan atau mungkin saja dalam waktu dekat ia akan hadir disini."

"Benarkah? Jadi, siapa nama lengkap beliau? Usia beliau pak?"

Aya terlihat senang saat ia tahu CEO Kens Corp. akan kembali ke perusahaan. Mungkin saja ia seseorang yang selama ini dicari. Wajah kepala marketing sangat keheranan akan tingkah Aya.

"Kamu benar tidak tahu?"

"Iya. Saya hanya lihat di website perusahaan kita, ia bermarga Dietrich. Saat saya cari tahu itu marga keluarga dari Jerman, setelah itu saya tidak menemukan apapun. Jadi, apa anda akan beritahu saya pak? Ya, ya?"

"Benar. Maaf, saya tidak bisa. Saat waktunya tiba kamu akan mengetahui langsung. Bukankah ini sudah prosedur perusahaan saat kamu menerima pekerjaan ini?"

"Oh benar, maaf."

"Tidak apa. Oh benar, jangan beritahu mengenai note ini pada sembarang orang ya, terlebih kamu masih magang saat ini. Karena selama ini tidak ada yang pernah mendapatkan hal ini saat magang. Saya akan beritahu ke lain kamu diberi waktu untuk tidak ke kantor karena dapat tugas tambahan untuk dikerjakan dirumah dari saya pribadi. Jadi tidak ada yang akan curiga jika kamu akan mendapatkan libur dari CEO langsung"

"Baik, baik. Terima kasih banyak Pak."

"Sama sama Aya, kamu pantas mendapatkannya."

Aya tersenyum mengangguk pada kepala marketing, Kudo yang sudah dia anggap seperti gurunya. Ia berlalu pergi kembali ke tempat duduknya untuk bersiap siap dan izin untuk pulang kepada timnya.

Meski ia mendapat pertanyaan beruntun dan disaat yang tepat ketua timnya mendapat telepon dari kepala marketing, Kudo yang memberitahu perihal Aya. Seketika itu, ketua timnya memberi tahu yang lain dan mengizinkan Aya dengan rasa kesal. Namun Aya justru melemparkan senyum lebar menyindir pada mereka semua dan berlalu pergi.

***

Hari ini, Aya akan kembali masuk ke kantor untuk penutupan masa trial atau percobaannya. Ia berangkat sendiri naik bus dan lebih pagi, karena mobilnya Aya dipakai sang adik untuk berkuliah dan motor sport sang adik harus dijual untuk menutupi tabungan biaya hidup keluarganya, setelah sebelumnya mobil papanya dijual dan kini hanya menyisakan mobil mama dan mobil dirinya.

Meski ia tahu, diusianya yang sangat belia, bagi orang lain tak seharusnya ia menanggung beban sebanyak ini. Tetapi bagi Aya, ia harus siap dan berjuang menjaga mama, adiknya dan papanya yang hampir 3 bulan tak sadarkan diri.

Aya berjalan kaki dari halte bus ke dalam area kantor. Tak bisa dipungkiri, mayoritas yang bekerja disini memiliki kendaraan pribadi atau setidaknya menaiki taksi. Mereka semua dari kalangan menengah ke atas dan tentunya sudah berpengalaman sekalipun para pemagang atau masih berusia muda tetapi berasal dari keluarga menengah ke atas. Aya lagi lagi sadar, ia tak bisa hidup seperti dulu lagi menikmati segalanya dengan lancar sesuai rencananya.

Aya menenteng tas berisi hoodie yang sudah ia cuci dan setrika sendiri dengan hati hati. Ia ingin menanyakan langsung pada para pimpinan eksekutif, seperti wakil CEO atau setidaknya sekertaris mereka. Karena ia mendengar kabar dari group chat perusahaan, bahwa mungkin saja CEO hadir hari ini, setelah hampir 3 bulan tidak hadir di perusahaan.

Aya menatap gedung tinggi nan megah perusahaan KENS CORPORATION yang telah membantunya selama hampir 3 bulan ini. Ia membentangkan kedua tangannya sambil terpejam merasa dan berkata dalam hatinya, "Terima kasih banyak."

Lalu Aya mengusap air matanya yang ternyata menetes saat ia membentangkan dan memejamkan mata tadi. Aya menatap sekilingnya sambil tersenyum lebar dan kembali bergumam lirih, "Pa, papa pasti bangga Aya berada ditempat ini."

Di lain sisi, ada sosok yang memperhatikan Aya sedari Aya membentangkan kedua tangannya dari balik kaca mobilnya. Ialah CEO KENS Corp. Kenzo Shaquille Dietrich yang secara tidak sengaja menghentikan mobil untuk melihat Aya dari kejauhan.

"Tuan muda, apakah kita hanya disini saja?"

"Tunggu sebentar."

"Tapi anda sudah memperhatikan Nona Takahashi sedari tadi"

"Pak Kim.."

"Maaf tuan, tapi tuan Andra sudah me.."

"Saya CEO-nya!"

"Baik, maaf CEO."

Sopir pribadi sekaligus ketua pengawal, Kim dari Kenzo langsung diam begitu Kenzo menatapnya dari kaca dalam mobil. Kenzo memperhatikan Aya terus hingga suara sahabat lainnya yang terbangun dari tidur dan duduk di samping sopirnya memanggilnya.

"Huaa..lelahnya. Oh, mengapa berhenti pak Kim? Ken?"

"Sudah bangun?"

"Ah iya maaf, gua jetlag masihan. Ayolah pak Kim jalan. Ada apa?"

Sopirnya hanya bisa terdiam tak menanggapi dan menatap Andra sesekali. Namun Kenzo masih terdima tak menanggapi perkataan sahabatnya itu, ia hanya bergumam lirih, "Mengapa sampai harus menangis?"

"Apa Ken? Lo bilang apa?"

"Tidak ada. Jalan pak."

Sang CEO menatap lurus tanpa ekspresi meski Andra sang sahabat selalu menanyai ada apa tadi berhenti dan apa yang digumamkan oleh Kenzo.

"Andra diam. Pilih turun dari mobil dan potong bonus atau pilih tidak ikut acara hari ini dan potong gaji?"

"Aih, tidak keduanya. Tidak akan pernah untung kalau tawar menawar dengan seorang Kenzo."

"Jadi, bisa diam?"

Kenzo menatap tajam sang sahabat yang sedari tadi mengajaknya berbicara dengan membalikkan tubuhnya menghadap Kenzo.

"Ah oke, oke CEO Kenzo. Saya akan diam. Pak Kim cepat bawa mobilnya biar saya cepat turun dari mobil CEO sok perfeksionis itu heh"

Andra sang sahabatnya menepuk bahu Kim, sopir sekaligus ketua pengawal pribadi Kenzo sambil menyindir Kenzo. Kenzo meliriknya dari belakang melalui kaca mobil dan membuat Andra yang melihat itu kembali diam seribu bahasa.