Chereads / The Perfectionist CEO / Chapter 13 - Perkiraan

Chapter 13 - Perkiraan

"Ray..Ma..bagaimana dengan papa? Huh huh huhh..."

Aya terengah engah setelah berlari untuk menghampiri mama dan adiknya, Ray. Ia melihat wajah mamanya Sara, yang sangat khawatir sambil terus menangis dalam dekapan Ray. Ray menatap Aya dengan tatapan seperti akan kehilangan. Aya menggelengkan kepalanya dengan kuat dan melihat ke dalam ruangan papanya. Ia menangis, ia sangat khawatir.  Aya menatap Ray dengan serius.

"Ada apa? Apa Ray? Papa akan sembuh kan? Papa sadar ya? Maa..maaf..maaf Aya..."

"Kak.."

"Apa? Papa akan baik baik saja kan?"

"Semoga. Papa tadi menunjukkan tanda tanda kesadaran dan membaik. Namun, tiba tiba justru papa melemah dan sekarang para dokter tengah berusaha."

"Ahh..paa..papa..maaff.. kumohon bangun pa."

Aya terjatuh lemah dan bersandar didinding ruangan papanya. Sang mama berusaha membantunya bangun dan merangkul putri kecilnya yang sebenarnya sangat rapuh ini.

"Nak, kita doakan papa ya. Sudah ada 2 dokter tambahan yang membantu. Mereka mengatakan pihak rumah sakit yang memerintahkan membantu dokter yang selama ini merawat papamu."

Aya yang mendengar itu terkejut, apakah ini dari Kens Corp. lagi. Ia mengusap air matanya dan meminta mama dan adiknya untuk mengabarinya langsung bila terjadi sesuatu pada papanya. Ia harus pergi sebentar untuk menanyakan pada Kim, iya selama 3 bulan ini Kim lah yang menjadi perwakilan Kens Corp. dalam penanganan papanya.

Aya bergegas lari mencari Kim diparkiran namun tak bisa ditemukan. Namun, Kim justru berada dalam satu mobil bersama Kenzo yang sedang menunggu kabar dan memperhatikan Aya yang terus saja berlarian.

"Tuan muda, apa anda tidak ingin menemui?"

"Tidak saat ini. Kamu, pergilah temui dia."

"Tuan..anda."

"Pergilah."

Kim mengangguk dan turun dari mobil. Begitu turun, Aya yang melihat langsung menghampiri berlarian. Kim terkejut karena Aya kini berada dekat dengan mobil Kenzo.

"Pak huh..huh..anda.."

"Nona tenanglah dulu. Anda mencari saya? Maaf saya mengambil barang handphone, handphone saya tertinggal. Bagaimana dengan tuan Enji?"

"Ah ya, saya mencari anda. Ini..apa perusahaan anda yang mengirim dokter tambahan untuk papa saya?"

"Benar, tuan kami yang meminta itu."

"Apa..apa.."

Aya ragu untuk menanyakan mengenai Kenzo, apakah ia benar yang membantunya. Kenzo yang dari dalam mobil, masih memperhatikan dan mendengar Aya. Namun, Aya tidak bisa melihat Kenzo dari luar.

"Ada apa nona?"

"Apa..tuan anda yang membantu saya dan keluarga ada di perusahaan? Bisakah saya menemuinya kali ini?"

"Maaf nona, sama seperti sebelum sebelumnya. Tuan akan menemui anda dengan sendirinya nanti. Saya tidak bisa menjawab apapun lagi."

"Pak Kim..ku mohon..bukankah selama ini kita sudah saling kenal..pak."

"Maaf"

"Baiklah, apa dia CEO Kenzo Shaquille Dietrich!??"

Kim terpana mendengar Aya yang berteriak menyebut nama Kenzo. Kenzo yang mendengar itu hanya bisa tersenyum dan bergumam, "Sepertinya waktu kita bertemu akan datang dalam waktu dekat." Namun tiba tiba handphone Aya berdering dari telepon adiknya. Adiknya mengatakan papanya sadar dan meminta dirinya untuk segera pergi. Aya langsung berlari sambil mengusap air mata sehingga melupakan apa yang ia tanya pada Kim.

Kim mengetuk kaca mobil tempat Kenzo duduk, lalu Kenzo turun dan mengatakan untuk melihat keadaan tuan Enji. Kim hanya bisa mengikuti Kenzo, ia tidak tahu ke arah manakan jalan pikiran Kenzo yang mudah sekali berubah ubah dan sulit ditebak.

***

"Tuan, anda tidak akan masuk?"

"Tidak, biarkan mereka berkumpul dahulu. Dari wajah tuan Enji, seperti akan ada sesuatu yang terjadi."

"Tuan..anda.."

Kim terhenti berbicara saat melihat Kenzo menganggukkan kepala saat matanya saling bertemu dengan tatapan Enji yang tersenyum. Kemudian Kenzo mengajak Kim untuk menunggu kabar terbaru di tempat lain.

Kenzo hanya duduk di ruang tunggu bagian vvip sambil memejamkan matanya dan tak mempedulikan Kim yang memintanya untuk kembali saja.

"Tuan muda, sebaiknya anda pulang saja. Biarkan kami yang menunggu disini."

"Tidak, berikan kaca mataku."

Kim hanya bisa menghela nafas kemudian memberikan kaca mata hitam milik Kenzo. Kenzo memakainya dan kembali duduk bersandar.

***

"Ma..selama ini siapa yang membiayai pera..watan..papa?"

"Aya pa..syukur papa sadar. Semua usaha kami berbuah hasil. Mama bahagia.."

Mamanya Aya meneteskan air mata bahagia begitupun semua adik adiknya yang ikut hadir. Papanya hanya membalas dengan senyum di wajahnya dan meminta Aya mendekat lalu menanyai kebenarannya.

"Aya..siapa yang..membantumu? Katakan nak."

"Pa.."

"Bukannya Kak Aya sendiri? Kak Aya kerja pa.."

"Papa tau Ray. Katakan Aya, bukankah dalam keluarga kita..harus mengatakan segalanya dengan jujur dan jangan sampai berhutang apapun pada orang lain."

Semua hening mendengar ucapan papanya, mama dan Ray menatap Aya dengan seksama seolah menunggu jawabannya. Aya hanya bisa tertunduk dan menjawab dengan suara pelan.

"KENS Corporation. Saat kejadian papa 3 bulan lalu sampai saat ini. Mereka yang membantu kita pa.."

"Apa? Kak..."

"Aya..sayang kamu mengapa tidak memberitahu?"

"Sudah tidak apa. Perusahaan itu ya hmm...apa kamu tahu alasannya? Sudah bertemu dengan atasan yang memerintahkan?"

"Belum pa, selama ini Aya tidak mengetahuinya. Bahkan sekalipun Aya sudah bekerja di sana."

Papanya terdiam sesaat lalu tersenyum menatap semua. Mama Sara, Aya, Adiknya Ray, dan ke 20 adik angkatnya berkumpul dengan air mata bahagian bisa melihat senyuman hangat dari papanya. Harapan doa Aya kini telah terkabul karena sang papa sudah sadar dan hadir ditengah tengah mereka.

Setelah berbincang dua jam, adik angkat mereka semua telah tertidur didalam ruangan. Terlebih ruangnya super kelas atas yang dipilihkan Kens Corp. cukup menampung semua. Mama dan adiknya juga tertidur di samping papanya. Aya tidak ingin tidur, ia hanya ingin berlama lama menatap mata sang papa.

"Sayang, tidurlah. Kamu pasti kelelahan. Papa akan temani kalian semua. Saat ini papa belum bisa tidur."

"Ah benar, papa sudah sangat lama tidurnya tetapi Aya masih mau memandangi papa hehe."

"Aya putri kecil papa..."

Papanya tersenyum menatap Aya yang tertawa kecil. Disisi lain, Kenzo dan Kim melihat dari luar kaca. Mata Kenzo dan Enji, papanya Aya kembali bertemu dan saling melempar senyuman. Enji bergumam, "Mungkinkah dia?". Aya yang melihat papanya tersenyum ke arah lain dan bergumam tanpa bisa ia dengar, menanyakan pada papanya.

"Pa, ada apa? Siapa yang papa senyumin?"

Aya langsung menoleh ke luar ruangan. Namun tidak ada siapapun yang dilihat Aya. Aya lalu mengalihkan pandangannya kembali pada sang papa.

"Tidak apa nak..uhuk uhuk uhuk.."

"Paaa...ada apaa? Paa jangan buat Aya takut, paa..Maa Ray bangun huhu huhu paaa..."

Papanya tiba tiba batuk batuk dan memegang dada kirinya dan mengeluhkan sakit. Lalu semua orang terbangun dan ikutan panik. Ray segera menekan tombol darurat berkali kali hingga tim dokter dan perawat khusus papanya datang untuk menangani. Semua orang diminta untuk keluar. Air mata mereka kembali keluar. Aya yang melihat adik adiknya menangis tak kuasa menahan diri. Namun, ia anak tertua dan ia harus terlihat tegar meski ia merasakan sakit dan sesak saat melihat papanya kesakitan.

Kenzo yang mendengar kabar itu justru langsung menundukkan kepalanya dan memberikan kaca matanya untuk disimpan Kim.

"Sesuai perkiraan. Waktunya akan segera tiba."

"Tuan? Jadi..apa yang anda katakan tadi benar ini adanya? Apakah nanti akan terjadi sesutu yang lebih buruk?"

"Entahlah, tapi wajah dan auranya seperti ingin pergi. Sangat terlihat jelas baik secara medis ataupun tidak."

"Tapi..apakah benar?"

"Saya tidak tahu, tapi saya pernah berkali kali menghadapi situasi kematian."

Kenzo bangkit dan berjalan menuju arah ruangan papanya Aya. Ia melihat semua orang tengah khawatir dan menangis. Aya duduk jongkok dan mengatakan dengan lembut pada adik adiknya.

"Jangan menangis, jangan sedih ya. Kita doakan papa. Paman dokter dan bibi perawat sedang merawat papa."

"Kak Aya..tapi.."

"Sayang, kita punya Tuhan. Percayalah dan berdoa ya. Kalian anak hebat dan kuat. Oh ya, kalian tenangkan adik adik yang lain. Kalian berempat kan yang paling besar. Oke?"

Aya berdiri kembali usai mengusap rambut adik adiknya itu. Lalu ia menjauh dari mereka dan mendekat ke kaca ruangan sambil mengusap air matanya yang terus memaksa keluar. Kenzo yang melihat itu hanya bisa mendesah dan berkata pelan, "Lagi lagi aku melihat kamu menyembunyikan air matamu."

Tiba tiba semua dokter dan perawat keluar, lalu mengatakan papanya dalam kondisi stabil dan ingin mengatakan sesuatu pada Aya dan keluarganya. Saat mereka masuk, Kenzo mendekat ke para dokter sehingga membuat mereka menundukkan kepala hormat dan menyambut Kenzo.

"Tidak perlu formalitas. Apa waktunya tiba?"

"Benar tuan. Sepertinya Tuan Enji sadar hanya ingin bertemu dan mengatakan sesuatu pada keluarganya. Beliau sudah meminta kami untuk tidak perlu bersusah payah kembali."

"Begitu ya. Apa ia mengatakan sesuatu yang lain?"

"Tuan Enji sudah ingin melepaskan segalanya dan sepertinya ia tahu anda dibelakang ini semua."

"Tuan Enji menitipkan salam dan terima kasih banyak pada tuan. Ia bilang meski tidak tahu nama anda tapi sepertinya ia tahu wajah anda. Katanya ia melihat anda diluar ruangan."

"Benar, kami telah saling bertemu dari kejauhan. Terus awasi dan dampingi keluarga ini. Saya harus pergi sebentar."

"Baik tuan."

Kenzo melangkahkan kaki meninggalkan ruangan dan menuju parkiran. Ia masuk dan merebahkan dirinya di mobil khusus miliknya.

"Tuan sebaiknya anda pulang saja. Anda akan kelelahan."

"Tidak perlu. Saya akan menunggu disini. Jangan masuk, dan istirahatlah dengan yang lain."

"Tapiii tuan.."

Kenzo memejamkan matanya sesaat tanpa mempedulikan Kim yang terus memanggil namanya berulang kali. Kenzo yang kesal, ia membuka kaca mobil lalu menodongkan sebuah pistol pribadi miliknya yang ia simpan didekat kursi mobilnya. Kim tergagap melihat itu dan segera meminta maaf membungkukan badannya dan mundur perlahan lahan. Kenzo lalu menutup kaca mobilnya dan kembali memejamkan matanya untuk beristirahat. Ia sangat kelelahan, ia baru pulang dari Jerman tadi pagi dan ternyata masih mengalami jetlag.