Chereads / The Perfectionist CEO / Chapter 3 - Terima Kasih

Chapter 3 - Terima Kasih

Semenjak hari dimana Aya mendapat nasihat dari sang mama, ia mengikuti nasihatnya, namun bukan berarti sepenuhnya ia telah berubah. Kepribadiannya yang penuh akan keseriusan dan terencana masih terjadi, namun ia secara terbuka meminta keluarganya untuk menegurnya langsung bila ia mulai tidak peduli dengan sekitar.

Kini ia mulai sering ikut latihan bela diri bersama papa dan adik adik lainnya. Ia melihat wajah papanya yang sangat berbeda saat ia jarang latihan. Aya semu tersenyum lebar saat bersama Aya, persis seperti saat Aya masih kecil. Dalam hatinya ia berkata, "Maafkan Aya selama ini pa." Setiap mengingat itu, matanya memaksa ingin mengeluarkan air mata. Aya tak kuasa menahan air matanya, namun ia harus menahan karena sang papa tidak menyukai bila anaknya menangis.

Aya juga ke restoran bahkan sering masuk ke dapur serta beberapa kali membantu mama dan papanya menghandle juga. Kini Aya perlahan mulai mengerti apa yang mamanya sampaikan tentang cinta, terutama cinta pertama yang datang dari keluarganya.

Hari ini keluarga Aya akan menghadiri wisuda Aya. Aya menyampaikan sambutannya sebagai lulusan terbaik dan termuda dengan berbagai prestasi yang diraihnya serta menyelipkan nasihat dari sang mama papa dan dukungan dari adik adiknya.

Ia tak merasakan bahwa air matanya menetes deras sambil terus berbicara penuh kebanggaan akan sang papa dan mamanya, ia terhenti sesaat melihat beberapa orang berbisik mengatakan ini pertama kalinya melihat Aya sampai menangis saat dihadapan orang, sekalipun dulu ia memenangkan penghargaan internasional pertamanya, tidak pernah seperti ini. Aya yang sadar berusaha tersenyum dan menyudahi sambutannya lalu kembali ke tempat duduk dekat dengan keluarganya yang mengalami keharuan juga saat melihat Aya berbicara di podium.

Sepulang dari wisuda, adik kandungnya Ray melihat dua adik adopsi yang diasuh keluarga mereka sedang ditarik-tarik oleh seorang pria kasar seperti preman. Hal itu membuat papanya menghentikan mobil dan langsung menghampiri hingga terlibat perkelahian dan dibantu sang adik, Ray.

Sementara Aya dan mamanya menghampiri dua adik adopsinya. Preman tersebut tiba tiba mengeluarkan pisau dan menyerang adiknya hingga terluka di tangan dan membuat semua panik, tak ada yang berani mendekat. Aya lalu menghampiri preman tersebut meski dicegah sang mama. Namun, Aya bersikeras untuk menghadapi mereka.

"Aya menyingkir lah, nanti kamu terluka nak. Dia sangat kuat."

"Ngga pa, aku tidak akan biarkan papa sendirian setelah dia menyakiti Ray"

Aya berdiri tegap dihadapan preman itu, ia bersiap untuk melawan sang preman meski saat itu ia memakai dress.

"Kemari lah sampah tak berguna. Menyakiti anak kecil, lalu menyakiti papa dan adik saya, itu berarti anda menyakiti keluarga saya. Saya tidak akan tinggal diam."

Preman itu mendekat dengan memutar -mutar pisau ditangannya sambil terkekeh mendengar ucapan Aya. Di lain sisi, ada mobil terparkir dan melihat kejadian itu. Ia menyaksikan dan mendengar perkataan mereka.

"Tuan, apa kita tidak berjalan saja? Bukankah anda tidak suka melanggar aturan?"

"Diam, aturan bisa dilanggar bila tidak ditegakkan secara adil. Periksa apa yang terjadi di sana."

"Kerumunan itu?"

"Cepat!"

Dengan cepat pengawal pribadi dari seseorang itu mencari tau dan setelah 2 menit pergi, dan kembali lagi menceritakan segalanya pada sosok itu.

"Bantu mereka selesaikan. Tidak peduli kebenaran dibaliknya seperti apa, tetapi saat ini jelas pria sampah itu yang salah. Dalam 5 menit bereskan seluruhnya."

"Baik tuan."

Pengawal pribadi itu bergegas pergi untuk mengurus permasalahan yang tengah menimpa Aya. Sebelum pengawal itu tiba ternyata, preman itu akan menyerang Aya dengan pisau, lalu sang papa langsung berlari mencegah dan mengakibatkan dirinya tertusuk.

Aya terkejut dan berteriak histeris sambil meneteskan air mata dan terduduk menatap papanya termasuk mama dan anak lainnya. Si preman berteriak jangan pernah ada yang melawannya, karena hukum tidak berlaku baginya sekalipun anak jalanan sudah diadopsi secara hukum.

Aya beranjak berdiri menatap dalam sang preman dengan penuh kemarahan setelah ia meminta Ray menelpon ambulan. Ia menantang preman lagi untuk menghukumnya atas perbuatanya terhadap orang yang ia cintai.

Saat preman berlari menyerang cepat, tiba tiba ia langsung tersungkur lemas di tanah karena seorang pria menendangnya dalam sekali tendangan dan sangat cepat, ini membuat semua orang terkejut meski berlalu secara cepat. Lalu diikuti dengan 2 orang pria lainnya yang langsung mengamankan preman itu.

"Jangan ada yang pernah takut dengan manusia seperti ini. Hukum tetap berlaku bagi siapapun."

Aya masih menatap ketiga pria itu dengan serius, siapakah mereka yang berpakaian hitam, berkaca mata hitam, dan memakai earphone portable di telinganya. Akankah mereka pengawal, siapa yang membantunya. Salah satu dari mereka mendekat ke Aya.

"Nona, jangan khawatir. Kami akan membereskan ini semua, polisi tengah menuju kesini."

"Siapa kalian? Siapa yang meminta kalian untuk membantu kami?"

Sebelum terjawab, ambulans datang dan akan membawa papa dan adiknya yang terluka bersama mamanya yang masih menangis. Aya yang melihatnya merasa sangat sedih yang mendalam, ia menengok sesaat pada lelaki dihadapannya. Lelaki itu tersenyum tipis.

"Kami dari KENS Corporation, tuan kami yang meminta kami untuk membantu anda. Beliau ada di mobil sana."

Aya menengok sesaat ke mobil yang dimaksudkan pengawal itu, ia melihat kaca mobil itu tertutup setengah sehingga ia tak bisa melihat. Selain itu, ia melihat ada mobil lain di belakangnya dan tampak 4 orang berdiri disisi mobil itu. Aya bergumam pelan "Pakaian yang sama.. Siapapun kamu, terima kasih."

"Pak, apakah anda bisa membantu saya? Saya harus ikut dengan ambulans, tolong bawa mobil kami ikut ke rumah sakit juga. Bagaimana?"

"Ini..bag.."

Tiba tiba lelaki itu menengok ke arah mobil tuannya dan mengangguk, seolah mendapatkan perintah dibalik earphonenya.

"Baik nona, kami akan mengantarkan mobil anda ke rumah sakit."

"Terima kasih."

Aya tersenyum lebar sambil mengusap air matanya yang maish menetes saja. Lalu ia pergi ke ambulans untuk menuju ke rumah sakit bersama.

Di dalam ambulans, suasana haru terus menyelimuti. Aya harus terdiam menahan air matanya agar bisa menenangkan sang mama yang masih menangis saja, termasuk dua adik asuhnya yang menangis terus melihat sang papa dan Ray yang terluka.

Setibanya di rumah sakit, semua orang yang terluka di rawat. Setelah melihat situasi sebentar, Aya pergi ke administrasi untuk membayar semua biaya rumah sakit, namun ternyata sudah terbayarkan dan dibayar KENS Corporation. Aya berkata lirih, "lagi lagi mereka. Terima kasih banyak."

Tiba-tiba adik adopsinya nya berlari menghampiri dengan terengah-engah. Ia memberitahu untuk Aya cepat datang ke papanya. Tanpa pikir panjang, Aya berlari dengan cepat dan melihat semua telah ada di ruangan dengan wajah khawatir menahan tangis dan terdiam. Aya sambil menangis memeluk sang papa dengan erat. Papanya berusaha tersenyum meskipun terasa sakit, karena tusukannya sangat dalam.

"Aya Sheinafia Takahashi putri berhargaku, jadilah wanita kuat penuh dengan cinta dan kasih sayang seperti mamamu. Papa…selalu bangga dengan Aya, jaga mama dan adik adikmu. Papa bahagia melihat kalian disini semua. Jangan menangis sayang."

Aya menengok ke mama dan adiknya, namun sang mama memalingkan wajah ke pelukan Ray, adiknya. Sedangkan Ray menundukkan kepala menahan tangis. Aya meminta papanya untuk terus yakin akan sehat dan istirahat. Namun, papanya memaksakan diri tersenyum meski terlihat menahan sakit akibat luka tusukan yang dalam dan pendarahan yang cukup deras tadi.

"Terimakasih, tolong sampaikan terima kasih kepada siapapun yang telah membantu hari...ini. Mama, Ray, Aya dan anak anakku lainnya terimakasih. Ma, Ray, Aya tolong lakukan semua nasihat papa dan teruskan kecintaan papa pada banyak hal, termasuk pada adik adikmu lainnya. Ahh, paa...paa sudah tidak kuat ma. Ini benar..benar menyakitkan. Kalian terus hiduplah bersa...ma. Papa sayang kalian semu..a.."

Tiba tiba papanya berhenti berbicara dan tak sadarkan diri sehingga membuat semua langsung menangis histeris termasuk Ray yang masih tak percaya sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.

Aya meminta dokter untuk cepat mengecek sesaat keadaan papanya. Setelah mengecek, dokter langsung berbicara tegas dan membuat semuanya terdiam karena terkejut.

"Tuan Enji pingsan dan detak jantungnya sangat lemah. Kami harus melakukan operasi sesegera mungkin."

"Lakukan. Lakukan dok, ayo.."

"Ayaa.."

Mamanya menepuk bahunya Aya dengan ekspresi tak berdaya. Aya yang melihat itu tak kuasa, karena ia mengerti maksud sang mama.

"Ma, dengarkan Aya. Ini langkah terakhir untuk menyelamatkan papa. Percaya pada Aya, Aya akan mengurusnya."

Aya menggenggam tangan sang mama dengan penuh keyakinan, meski ia tahu bagaimana ia harus membayarnya biaya operasi nanti.

"Dokter, tolong selamatkan papa saya."

"Baiklah, silahkan anda mengurus semua urusan administrasinya. Kami akan melakukan operasi, tapi.."

"Apa dok? Ada apa? Jangan bilang.."

"Ray, tenang! Katakanlah dok."

"Kami tidak bisa memastikan apakah operasi ini akan berhasil atau tidak, sekalipun berhasil kami juga tidak mengetahui akankah Tuan Enji akan sadar dalam waktu cepat atau tidak."

Aya menghela nafas lalu menatap serius sang dokter dan mengatakan untuk tetap melakukan operasi segera mungkin.

Selama operasi berlangsung Aya merangkul mamanya sambil menahan tangisannya untuk menenangkan sang mama. Sementara sang adik, Ray merangkul kedua adik adopsinya.

Setelah hampir dua jam, operasi selesai dan dokter keluar dengan senyuman lalu memberitahu bahwasanya operasi telah berhasil.

"Tapi maaf, kami tidak bisa memastikan akankah tuan Enji dapat sadar dalam waktu dekat atau tidak. Kami tidak bisa memperkirakan, karena jantungnya sangat lemah. Maka untuk sadar, hanyalah bisa dari diri tuan Enji sendiri untuk bangun. Jadi, selama itu tuan Enji perlu dirawat."

Tangis mereka kembali pecah takkala mendengar itu semua, terlebih bagi Aya ini dihari kelulusannya. Baginya ini bukan hari bahagia tetapi hari menyedihkan untuknya. Mamanya pingsan dan Aya terjatuh lemas di lantai, ia sungguh tidak percaya. Sang mama di bawa oleh perawat dan ia hanya bersama adik adiknya.

Rencana yang ia siapkan setelah wisudanya bersama keluarganya tidak akan terlaksana. Ia harus menyaksikan papanya terbaring diambang kematian. Ia berulang kali mengatakan kata maaf dengan lirih dan menatap adiknya yang berusaha menahan tangis. Aya yang melihat adiknya Ray berusaha untuk kuat dan menenangkan kedua adik kecilnya, tersadar bahwa ia harus bangkit dan tak putus asa. Ia tersenyum menghampiri adik adiknya dan berkata lembut.

"Percayalah, papa akan baik baik saja. Papa sedang istirahat. Kita harus percaya akan takdir Tuhan."

"Kak.."

"Ray, kamu adik kakak yang terkuat. Bawalah adikmu ini untuk menemui mama. Temani mama ya, kakak akan ke administrasi mengurus operasi ini."

Aya mengusap kepala sang adik sebelum pergi dan meninggalkan mereka menuju ruang administrasi dengan air mata yang untuk terus memaksa keluar. Senyum tulus dan tawa lebar sang papa terus bertebaran diingatannya. Hatinya sakit tiap ingat mengingat itu.

Sesampai di ruang administrasi, Aya menanyakan biaya untuk operasinya. Namun, lagi ia terkejut setelah mendengar ucapan sang petugas.

"Operasi dan perawatan tuan Enji telah terbayarkan semua. Jadi, nona tidak perlu khawatir."

"Siapa? Keluarga kami belum membayarnya. Jangan jangan, KENS..Corporation?"

"Benar nona. Mereka telah membiayai operasi dan perawatan tuan Enji hingga sadar nantinya."

Aya terdiam mendengar itu semua, ia terkejut bagaimana bisa mereka membuang begitu saja uang untuk orang lain yang tidak ada hubungan dengan perusahaan mereka.

"Apakah anda tahu siapa dibalik ini semua? Nomor perusahaan mereka? Atau tuannya?"

"Kami hanya mendapat konfirmasi dari 3 orang pria berseragam dan menunjukan tanda dari perusahaan mereka lalu membayarkan semuanya. Apakah nona benar benar tidak tahu perusahaan tersebut? Anda orang Jepang kan?"

Aya membelalakkan mata sesaat begitu ia dipertanyakan tentang kewarganegaraannya. Baginya, perusahaan didalam negeri tak bisa mencuri perhatiannya, ia hanya fokus pada perusahaan perusahaan luar saja. Aya tak menanggapi itu dan hanya mengucapkan terima kasih lalu pergi menuju sang adik dengan sangat lemas. Ia berkata dalam hati untuk tidak menceritakan pada mamanya atau tidak mamanya akan lebih khawatir. Namun, di sisi lain ia bersyukur dan berterima kasih sekali atas perbuatan perusahaan dan tuan itu.