Chereads / The Perfectionist CEO / Chapter 2 - Kenzo Dietrich

Chapter 2 - Kenzo Dietrich

"Ken, lagi lagi maafkan bunda. Berhati hatilah"

Kenzo terdiam bagaikan patung saat melihat surat singkat yang diletakkan di meja kamar tidurnya. Ia mengambil jasnya lalu bergegas mencari sang nenek, yang tak lain ibu dari bundanya.

Bundanya Shofia El Razzan pagi buta ini meninggalkan dirinya setelah lama tidak bertemu dengannya. Ia hanya bisa berdekatan dengan bundanya, hanya bila mereka ada di Qatar, rumah bunda yaitu tempat nenek kandungnya.

Sang nenek tengah minum teh sambil membaca buku, lalu bertanya apakah benar bundanya telah pergi lagi. Neneknya hanya diam lalu menghadap cucu kesayangannya sambil tersenyum tulus.

"Benar cucuku Kenzo, bunda mu telah pulang ke Jerman. Ia dijemput oleh kakak kakakmu Ken. Maaf, nenek tidak bisa mencegahnya. Padahal kali ini, kamu baru bisa sangat dekat dengan bunda mu setelah setahun. Ayahmu sudah sakit lama dan tidak pernah bisa mencegah mereka. Oh cucu cucuku uhuk uhuk..."

"Nek, tenanglah. Nenek tidak perlu khawatir, Kenzo baik baik saja. Selama nenek sehat, Ken akan baik baik juga. Untuk ayah dan bunda, Ken sudah terbiasa dan mengerti. Untuk kakak pertama dan kedua, Ken akan mengurusnya."

Kenzo memeluk sangat nenek untuk menenangkan. Ia sudah memperkirakan ini, kedua kakaknya tidak akan membiarkan dirinya dekat dengan kedua orang tuanya, meski sekedar berbicara santai.

***

Hari ini Kenzo Dietrich datang ke rumah tua sang kakeknya, mantan jenderal tertinggi di Jerman, William Van Dietrich yang kini menjadi dewan utama di dunia kemiliteran sejak pensiun. Sang kakek sangat menyayangi Kenzo dibanding kedua kakaknya, itulah mengapa mereka semakin tidak menyukai dirinya hingga berani memakai cara kotor dan kasar untuk melawan siapapun yang berada disisinya.

Kenzo melangkahkan kakinya dan langsung disambut oleh semua orang di kediaman itu. Begitupun sang kakek yang telah menunggu di pintu kediaman.

"Oh lihatlah cucu tersayang ku, Kenzo Dietrich datang. Anak muda berbakat, apa kabar dirimu selama ini? Oh Ken Ken kecilku semakin terlihat dewasa."

"Kek, bisakah Kenzo berganti pakaian dulu lalu kita lanjut berbicara?"

"Oh benar, kamu tidak menyukai hal yang kotor dan berbau. Maafkan kakekku yang semakin tua hehe. Kalian cepat bersihkan semuanya dan siapkan makan siang. Ken, cucuku akan makan siang setelah berganti pakaian. Ayo sayang, kakek antar."

"Tidak apa kakek, Ken bisa naik dan ke kamar Ken sendiri bila kamar Kenzo masih ada. Kakek tunggu dimeja makan saja."

"Ehh apa maksudmu? Ten..tu saja kamarmu masih ada, bocahhh..Pergi sana! Cepat turun kembali!"

Sang kakek memukuli Kenzo dengan sedikit kesal karena telah digoda. Kenzo hanya menunduk sambil tersenyum lalu pergi meninggalkan kakeknya.

Terkadang setiap dia pulang ke rumah ini, ia selalu penasaran apa yang telah kakek lakukan pada kamarnya. Saat Kenzo memikirkannya itu membuat hatinya sedikit lebih senang, iya biasanya sang kakek akan memenuhi dinding kamarnya dengan foto dirinya, atau menuliskan beberapa kalimat merindukan dirinya, atau menjadikan kamar Kenzo sebagai tempat penyimpanan senjata atau koleksi barangnya, bahkan terkadang mendekor ulang untuk ia tinggali dan juga terkadang mengotorinya. Kenzo sangat mengerti akan tujuan dan perasaan kakek yang sebenarnya terhadap dirinya. Ia menggelengkan kepala saja saat mengingat kejadian itu.

Kini Kenzo makan siang hanya berdua dengan kakeknya. Mereka mulai berbincang bincang.

"Ken, kamu apa kamu nanti tidak akan pulang dan menginap di rumah orang tuamu? Mereka tau kamu pulang ke Jerman?"

"Tidak. Ken hanya akan berkunjung saja. Apa ayah masih jarang ke sini kek?"

"Aihh ayah mu itu ya...bocah tak berguna. Semenjak ia pensiun lima tahun dari militer lalu karena kakinya, ia masih jarang kesini. Entah karena akan mengingatkan dirinya pada militer atau malu karena karena kemungkinan perbuatan kotornya di politik ketahuan kakek. Bocah tak berguna, bagaimana bisa di kendalikan oleh kedua anaknya dan mengabaikan anak bungsunya yang selalu mengkhawatirkannya. Tidak perlu dipedulikan mereka itu. Mereka hanya terus menyakitimu."

"Kakek..."

Kenzo berhenti makan dan menatap serius pada sang kakek yang terus mengatakan putra semata wayangnya yang tak lain ayahnya, Julian Van Dietrich. Kakeknya mengerti akan ekspresi cucu kesayangannya itu.

"Baik baiklah, bagaimanapun dia ayah dan putra semata wayang ku. Jangan khawatir, kakek akan ayah dan bunda mu termasuk dirimu. Meskipun kebebasan mereka dibatasi oleh kedua anaknya sendiri."

"Oh ya, bibi dan yang lain tidak disini?"

"Mereka? Haihhh, mereka lebih tidak berguna. Suami istri itu tidak tau cara berbisnis lalu menghamburkan uang dan lagi kedua sepupumu itu sama hal nya. Terlebih mereka memaksaku untuk cepat cepat membagi kekayaan keluarga kita Dietrich ke tangan mereka, kedua kakakmu begitu juga. Tentu kakek tidak akan membiarkan itu terjadi. Lebih baik kakek yang mengurusnya sendiri."

"Apa kakek masih yakin untuk mengurusnya sendiri?"

Kakeknya yang telah selesai makan lalu minum, dan seketika itu matanya berbinar menatap sang cucu dan mulai mendekat.

"Ken ken kecil ku.. apa kamu mau membantu kakek mengurus semua aset kita? Kamu, satu satunya cucuku yang sempurna untuk menerima ini. Sungguh aku tidak keberatan."

"Apa kakek tidak akan menyesal nantinya? Kenzo bisa saja menjual aset dan memasukan dana ke aset pribadi Kenzo."

"Oh, kamu mau menjualnya? Kurang ajar, sini kau...Ini aset turun temurun keluarga yang ku jaga selama ini..sini kau.."

Kakeknya mencoba menarik kepala Kenzo dan memukuli dengan kedua tangannya. Namun, Kenzo hanya tertawa melihat tingkah sang kakek dan membuat kakeknya berhenti.

"Maaf kek, Kenzo hanya menggoda kakek. Semua aset itu milik kakek. Lagi pula Kenzo punya aset sendiri. Ken, tidak memerlukan itu. Ternyata kakek masih kuat dan sehat ya."

"Ken... Ayo ikut kakek ke ruang kerja."

Kenzo terkejut dengan respon kakeknya yang mengajak dirinya naik ke ruang kerja kakek. Kenzo selalu bertanya ada apa dengan ini. Biasanya saat Kenzo menolak semua tawaran atau pemberian kakek, ia akan selalu merespon dengan cepat. Tapi kali ini, ekpresi dan intonasinya tak seperti sebelumnya.

Sesaampainya diruang kerja, Kakeknya menyerahkan surat kesehatan dan tertulis hasil pemeriksaan tiap bulan sang kakek. Kenzo terkejut karena kakeknya memiliki penyakit jantung, ia bertanya apakah ini serius dan ia hanya menerima diamnya dari kakek. Kenzo mengerti mengapa sang kakek tiba tiba mengajaknya kesini.

Lalu, kakek William mengeluarkan berkas lagi dari brangkas pribadinya dan menunjukkan pada Kenzo dan memintanya membaca dengan baik baik. Kenzo mengambil dan membacanya dengan hati hati, ia terdiam lama setelah membaca ini. Meski selama ini ia pikir itu hanya sekedar perkataan saja, ternyata sang kakek serius memberikan seluruh aset kekayaan dan kuasa akan keluarga dietrich padanya.

"Duduklah dahulu. Mari bicara."

Kenzo mengikuti sang kakek yang menunjukkan ekspresi sangat serius.

"Ken, cucuku. Hasil pemeriksaan dan surat wasiat akan kuasa dan warisanku itu benar adanya. Inilah mengapa aku memberitahukanmu setelah setahun menyembunyikan. Sekarang hanya dirimu yang tahu, kakek tidak memberitahukan pada yang lain karena tentu kamu tahu bagaimana situasi dan kepribadian mereka."

"Kenzo mengerti."

"Nak, kakek tau kamu memiliki perusahaanmu sendiri dan sudah berkembang pesat. Kamu memiliki tim pengawal dan peretas handalmu sendiri. Kakek tau semua pergerakanmu. Maaf, kakek tidak berhenti mengawasimu sejak kecil sekalipun kamu sudah dewasa saat ini."

"Kenzo tahu akan hal itu."

"Apa!?..baik, baiklah, ternyata kakek sudah kalah telak denganmu. Kakek akan menceritakan semua situasi ini, agar kamu mengerti."

Kakek William menceritakan bagaimana kehidupan keluarga Dietrich saat ini. Kondisi kesehatan sang kakek. Bagaimana perebutan kekayaan dan kekuasaan dengan cara kasar dan kotor. Bahkan sampai menyakiti satu sama lain. Bagaimana bisnis keluarganya diambil alih kedua kakaknya dan ayahnya dipaksa masuk kedunia politik oleh sang kakak dan sang bundanya mengalami penekanan. Lalu keluarga bibinya dan sepupunya yang juga tak segan segan memaksa kakeknya. Semua hal yang ada di Jerman dan menyangkut keluarga Dietrich diceritakan pada Kenzo. Kenzo hanya bisa termenung memikirkan segalanya. Ia sudah tau hari ini pasti tiba.

"Ken, kakek masih berharap padamu. Harapan satu satunya kakek mengenai keluarga ini ada di dirimu. Kekayaan, kehormatan, kekuasaan, kebanggaan dan lainnya dari keluarga kita Dietrich bukan hanya dari kakek saja, tetapi ini dari leluhur, buyut kita semua. Mereka telah berusaha menjaga ini. Jadi, maafkan kakek Kenzo."

"Kenzo mengerti."

"Baiklah karena kamu sudah mengerti, kakek tidak akan memaksa lagi. Kamu sudah dewasa dan selalu bertindak dengan sempurna. Kalau kamu setuju, tanda tangani surat ini, ini tanda bahwa kamu setuju sebagai kepala keluarga Dietrich selanjutnya dan memegang kendali penuh. Jika tidak, kakek akan menghibahkan seluruhnya sebagai dana sosial."

"Kenzo mengerti. Beri waktu Kenzo sebulan untuk mempertimbangkan dan selama itu kakek harus sehat dan menjaga ini semua dengan baik baik. Besok Kenzo akan mengunjungi ayah bunda dan lusa sore Kenzo akan pulang ke Jepang."

"Baiklah nak, besok kakek akan pergi denganmu. Sekarang pergilah istirahat."