Latihan Ravinno kali ini sangat menyulitkan bagi Nerva, terdapat beberapa jebakan sederhana namun mematikan. Bahkan Nerva hampir mati lima kali, dan juga sesekali bertemu dengan Hercules. Beruntung karna Nerva dapat mengalahkannya dengan beberapa sihir yang sudah ia pelajari.
Tiga puluh menit sebelum pukul tujuh, Nerva sudah sampai di tengah perjalanan. Dengan banyaknya rintangan yang sudah Nerva hadapi, ia berhasil melewati semuanya. Saat Nerva mulai melihat daerah pemukiman, ia bersemangat sampai tak sadar menginjak sebuah jebakan.
BRAK
Nerva terjebak, tubuhnya terikat oleh tali yang kuat. Tenaga Nerva hampir habis, menggunakan sihirpun rasanya akan percuma. Nerva meneteskan air matanya, ia tak menyangka ia harus berhenti ditengah seperti ini.
Ia menyerah, dan pasrah. Tiga puluh menit berlalu, Nerva terkejut karna tiba tiba Ravinno muncul dari atas pohon.
"Maaf", ujar Nerva pelan.
Nerva tak berani menatap Ravinno karna ia merasa gagal, Ravinno hanya diam dan pada akhirnya ia memutuskan tali itu dengan tangan kosong. Nerva terkejut karna tali sekuat itu bisa putus dengan mudahnya ditangan Ravinno.
Ravinno memberikan tatapan tajam ke Nerva, sedangkan yang ditatap hanya menunduk.
"Hanya segini yang kau mampu, Xelia?", tanya Ravinno kecewa.
Nerva mengangguk perlahan, lalu ia menangis. Ravinno menghela nafas gusar, lalu kembali berbicara pada Nerva.
"Aku sudah bilang ke Licia, bahwa latihanmu aku yang akan menanggungnya.", ujar Ravinno sambil berjongkok dihadapan Nerva.
Mata Nerva membulat sempurna, ia terkejut dengan kata kata Ravinno.
"Apa maksudmu?", tanya Nerva.
Ravinno menjelaskan pada Nerva bahwa mulai saat ini dan seterusnya, Ravinno yang akan melatih Nerva. Sedangkan Licia dan Ergan fokus kemisi masing masing.
Nerva menghapus air matanya, ia juga bertanya kepada Ravinno tentang tujuan latihan keras ini. Ravinno tak menjawab, ia langsung meninggalkan Nerva sembari mengucapkan bahwa Nerva gagal dihari pertama.
Nerva tak terima, ia mulai mengoceh sambil membuntuti Ravinno. Sedangkan Ravinno sama sekali tak memperdulikan ocehan Nerva dan terus berjalan sampai kerumah pengobatan. Ia juga menyuruh Nerva mengobati lukanya dan segera beristirahat.
"Kuberi waktu tiga jam, kita akan memulai latihan lagi setelah tiga jam istirahat.", ujar Ravinno.
Bagi Nerva tiga jam tidaklah cukup, ia protes kepada Ravinno. Tetapi, ia hanya diabaikan oleh Ravinno. Mau tak mau Nerva harus melakukannya, ia segera mengobati dan membalut luka lukanya.
Rencana Nerva adalah tidur, tetapi ia membatalkan rencananya saat melihat Ergan dari luar jendela. Ia pun menghampiri Ergan dan menyapanya. Begitu pula dengan Ergan yang membalas sapaan Nerva dengan senyumnya.
Mereka berdua pun berbicara dan saling berbagi cerita, tanpa disadari Ergan dan Nerva pun mulai menjadi teman dekat. Kegiatan bercanda mereka terhenti saat mendengar perut Nerva yang berbunyi.
"Xelia, kau lapar?", tanya Ergan.
Nerva malu, ia menjawab dengan gugup. Ergan hanya terkekeh melihat tingkah Nerva yang menurutnya lucu, tanpa basa basi lagi Ergan mengajak Nerva untuk makan bersama. Tiada penolakan dari Nerva.
Mereka berdua pun makan bersama, Nerva dan Ergan terlihat begitu senang sehingga tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang mengawasi mereka.
Yang mengawasi mereka adalah Ravinno, ia memperhatikan Ergan dan Nerva sejak dari rumah pengobatan tadi. Tanpa menyapa, Ravinno langsung pergi dari tempatnya.
***
"Xelia, bagaimana latihan dengan Ravinno?", tanya Ergan.
Nerva menjawab lesu, ia tak berbohong bahwa latihan dengan Ravinno sangatlah menyiksa dan berat. Ergan hanya tertawa pelan mendengarkan curhatan Nerva.
"Ergan, tidak ada yang lucu jadi berhentilah tertawa!", protes Nerva sebal.
"Maaf maaf, lagipun kau sangat lucu jika kesal seperti itu", ujar Ergan yang berhasil membuat pipi Nerva memerah.
Nerva menghela nafas panjang, lalu kembali ke Ravinno untuk segera latihan. Ia pamit dengan Ergan dan segera pergi dan meninggalkan Ergan sendiri ditempat itu.
"Imut.", gumam Ergan saat Nerva sudah pergi dari hadapannya.
***
Kini Nerva sudah berada didalam sebuah ruangan yang cukup luas, ia tak sendiri ada Ravinno bersamanya. Karna didalam ruangan cukup gelap, dan juga hanya ada mereka berdua didalam ruangan. Nerva mulai berfikiran yang tidak tidak.
Dia sedikit menjaga jarak dan menatap Ravinno tajam. Ravinno menyadari Nerva mulai menjaga jarak pun bertanya, tetapi nihil Nerva tak menjawabnya. Karna merasa diabaikan Nerva, Ravinno pun langsung mengeluarkan pedang yang ia bawa.
Pedang tersebut berwarna abu abu kusam, tanpa basa basi pun ia melempar pedang tersebut kedepan Nerva.
Nerva sempat terkejut tetapi ia mendengarkan Ravinno sedang menjelaskan sesuatu.
"Ambil pedang itu!", perintah Ravinno.
Nerva terheran heran melihat tingkah aneh Ravinno, ia pun bertanya kepada Ravinno. Tetapi nihil, Ravinno tak menjawabnya sama sekali. Dengan terpaksa ia pun mengambil pedang. Pedangnya cukup berat tapi Nerva berhasil mengangkat pedang tersebut.
Mata Ravinno terbelalak terkejut saat melihat cara Nerva mengangkat pedang tersebut. Serta kuda kuda yang digunakan Nerva, adalah kuda kuda yang biasa dipakai para anggota HH tingkat tinggi.
Ditambah lagi pedang abu abu kusam yang tiba tiba berubah menjadi warna biru terang, dan menjadi penerangan di ruangan gelap itu.
Nerva terkejut dengan perubahan pedang itu, ditambah lagi muncul corak garis lengkung di besi pedang itu. Secara reflek, ia melempar pedang itu hingga pecah. Dan ia mulai panik, sedangkan Ravinno mulai menenangkan dirinya sendiri dan menggunakan sihir. Dari tangan Ravinno muncul sebuah api kecil yang digunakan untung penerangan.
Saat Ravinno mendekati Nerva, gadis itu langsung meminta maaf berkali kali. Terlebih lagi saat Ravinno mengatakan bahwa itu adalah senjata khusus anggota HH.
Ravinno tak mempermasalahkannya karna pedang dapat diperbaiki.
"Xelia, latihan hari ini sudah cukup kita lanjut besok.", ujar Ravinno dengan nada yang sedikit lembut.
Nerva mengangguk, saat ia ingin berjalan ia malah ambruk secara tiba tiba. Sebelum tubuhnya menyentuh lantai, Ravinno dengan cekatan menangkap tubuh Nerva. Dan secara otomatis api ditangan Ravinno padam.
Ravinno merasakan tubuh Nerva demam, dengan terpaksa ia menggendong Nerva dengan gaya bridal style. Dan membawanya kerumah pengobatan.
"Kau sudah mulai mengeluarkan bakat alami mu ... Xelia Nerva.", batin Ravinno dengan senyuman yang sangat tipis.
***
Saat sampai didepan rumah pengobatan, Ravinno disambut oleh Ergan. Dia terlihat khawatir, melihat Nerva tak sadarkan diri dan bertanya pada Ravinno.
"Hey, Xelia kau apakan?", tanya Ergan sambil menatap Ravinno tajam.
"Aku menggendongnya, kau bisa lihat kan?.", jawab Ravinno.
"Iya tau, maksudku kenapa dia bisa pingsan begitu?", tambah Ergan kesal.
Ravinno menjelaskan bahwa Nerva sudah mulai mengeluarkan bakat alami nya dan pingsan karna efek samping bakatnya sendiri. Ergan mengangguk faham, dan mulai membantu Ravinno untuk mengistirahatkan Nerva.
***
Selesai melakukan pekerjaan, mereka berdua memutuskan untuk berunding dengan Licia tentang tempat tinggal Nerva. Karna tak mungkin Nerva harus tinggal dirumah pengobatan umum, karna bagi mereka Nerva juga butuh privasi.
Setelah diputuskan, Nerva akan tinggal dikediaman Licia. Dan latihan Nerva sepenuhnya diserahkan pada Ravinno. Tidak ada yang menolak tentang hasil keputusan mereka.
Saat ingin kembali ke kediaman masing masing, Ergan melihat Ravinno yang hanya diam sambil memandangi langit. Erganpun menghampiri Ravinno dan mulai bertanya. Tetapi nihil, Ravinno tak menjawabnya.
"Ergan, apa yang sudah kau ajarkan pada Nerva? Pertanyaan ini juga berlaku untukmu Licia.", ucap Ravinno yang berhasil membuat Ergan dan Licia terdiam.
Ergan dan Licia mulai menjawab sesuai dengan apa yang sudah mereka ajarkan pada Nerva, tentang sihir dan juga ketahanan maupun kesehatan. Dan mereka berdua juga bilang bahwa Nerva cukup baik dalam mempelajarinya dan mempraktekannya.
Seusai menjelaskan, mereka bertiga terdiam bahkan Ravinno juga membuat suasana menjadi tegang. Helaan nafas panjang keluar dari mulut Ravinno, membuat Ergan dan Licia terheran heran.
"Memangnya kenapa?", tanya Licia.
"Apakah bagimu Xelia itu buruk?", tambah Ergan.
Ravinno menjawabnya, bahwa sebenarnya Nerva belum sempurna dalam bidang apapun. Baik pertahanan tubuhnya, ilmu sihir, serta gaya bertarung Nerva tidaklah sempurna. Malah jauh dari kata sempurna.
Ergan dan Licia sangat terkejut saat mendengar jawaban Ravinno, mereka tau jika Ravinno memiliki bakat yang bisa mengetahui potensi seseorang hanya dengan melihatnya. Tapi mereka tak menyangka jika potensi dan bakat Nerva seburuk ini.
Ergan menyuruh Ravinno untuk merahasiakan ini dari Nerva, karna ia pasti akan sedih dan kecewa saat tau dirinya masih jauh dari kata sempurna. Tetapi Ravinno menolak mentah mentah permintaan Ergan, karna menurutnya itu malah tidak bagus untuk kebaikan Nerva sendiri.
Licia setuju dengan Ravinno, tetapi Ergan masih sedikit kesulitan menerima keputusan Ravinno.
"Ini demi kebaikan Nerva sendiri, agar ia bisa berkembang lebih baik lagi.", ujar Ravinno sambil menepuk pundak Ergan.
Ravinno dan Licia tau, bagi Ergan pasti tak mudah karna Ergan bukanlah tipe lelaki yang bisa berkata kasar pada wanita. Terlebih lagi, kenyataan bahwa Nerva belum sempurna akan membuat hati Nerva sakit.
Licia mencoba menenangkan Ergan dengan cara memperbaiki kata kata Ravinno.
"Bagaimana jika kita menyebutnya bakat yang belum sempurna saja? Karna jika bakat yang tidak sempurna itu sangat kasar.", ujar Licia.
Ravinno hanya mengiyakan begitu juga dengan Ergan, dan hasil keputusan sudah diambil. Mereka memutuskan untuk memberi tahu Nerva secepatnya, karna lebih cepat lebih baik.
Nerva juga pasti butuh waktu untuk menerimanya, jadi mereka memutuskan untuk memberi tahu saat Nerva sadar nanti. Dan sekarang mereka harus segera bersiap untuk pergi misi.
Saat Nerva sadar, mereka bertiga sudah bersiap untuk pergi misi. Tapi sebelum itu, sesuai yang mereka putuskan mereka akan memberi tahu Nerva terlebih dahulu.