Sekolah sudah dimulai, sejak insiden hari itu sekolah diliburkan selama beberapa hari. Dan hari ini adalah hari ujian kelulusan, para warga sekolah sudah melupakan kejadian di tempat wisata itu secara perlahan. Terkecuali Salsa, ia tampak masih sangat memikirkan kejadian itu.
"Salsa." Sapa Hans.
Salsa menoleh dan hanya tersenyum simpul, lalu ia melangkahkan kakinya menuju kelas meninggalkan Hans. Jujur saat ini Hans juga bingung untuk mencari cara agar Salsa terhibur dan melupakan kejadian yang menimpa Nerva.
Hans ingin mengatakan jika masih ada beberapa kemungkinan bahwa Nerva masih hidup dan saat ini ia sedang menyelidikinya dengan seniornya.
Tapi ia tak bisa mengatakan hal itu karna penyelidikan mereka bersifat rahasia.
Ia pun melangkahkan kakinya menuju kelas, dan memulai rencana yang sudah ia buat dengan Reygan dan Byan.
Beberapa jam lalu, saat ia hendak berangkat ke sekolah ia mendapat panggilan dari Reygan. Pagi itu ia sudah berada dirumah setelah menginap di apartemen Reygan.
"Dengar Hans, saat ini kau hanya perlu mengawasi gerak gerik orang yang menurutmu aneh di sekolah." Perintah Reygan melalui ponsel.
Hans hanya mengiyakan hal itu, saat ini orang yang menurutnya sangat aneh adalah Ayana. Jadi ia memutuskan untuk mengawasi Ayana, dan sekaligus memikirkan cara agar Salsa kembali ceria.
"Menyusahkan." Ujarnya dengan suara yang kecil.
***
Kegiatan ujian dimulai, Hans selalu melirik ke arah Ayana untuk mengawasinya. Hans memiliki kemampuan fokus yang sangat hebat, rating ke fokusannya tak dapat dinilai dengan acungan jempol semata.
Dia bahkan bisa mengerjakan semua soal sembari mengawasi Ayana, dia juga sedikit kesal karna gerak gerik Ayana tak ada yang mencurigakan.
Ayana tetap mengerjakan kertas ujiannya dengan senyuman, seolah meremehkan serta kepercayaan diri yang tinggi untuk lulus dengan nilai terbaik.
Sikapnya sangat berbeda dengan malam itu, sialan. Umpat Hans merasa kesal.
Karna merasa tak ada yang aneh, Hans lebih memfokuskan dirinya pada soal ujian. Tepat setelah atensi Hans berpindah pada kertas ujian, ganti Ayana yang melirik Hans dengan tatapan tajam.
Lagi lagi matanya berubah warna menjadi merah darah sekilas, ia tersenyum puas.
Tak akan semuda itu loh. Batin Ayana sambil tersenyum lalu kembali mengerjakan soal.
Saat itu juga, Hans langsung menoleh pada Ayana karna ia merasakan hawa yang sangat mencekam. Ia mencoba untuk tenang, saat matanya melihat Ayana masih sibuk mengerjakan ia kembali menoleh pada kertas ujiannya.
Ia memegang dahinya, meremat poninya frustasi serta mengetatkan rahang gigi nya.
Sialan, itu tadi sama seperti waktu itu. Batinnya merasa kesal.
Enam puluh menit berlalu, ujian pada mata pelajaran pertama selesai. Dan waktunya istirahat selama tiga puluh menit, hal itu Hans gunakan untuk ke perpustakaan sebagai refreshing serta melupakan hawa menyeramkan sekilas tadi.
Ia membaca buku tentang makhluk mitos serta tentang fakta dunia paralel. Hans duduk di dekat jendela di belakang paling pojok ruangan. Karna menurutnya disana sepi dan dapat menambah konsentrasinya.
Waktu lima belas menit cukup baginya untuk mengorek beberapa informasi, dan sisa waktu istirahatnya ia gunakan untuk tidur sebentar karna ia juga sangat lelah.
***
"Hei, kakak lihatlah bukankah dia adalah Hans Robert? Anak dari detektif terkenal itu." Ujar seorang gadis dengan rambut pirang dan warna mata biru cerah sambil menunjuk dan mendekati Hans.
"Hentikan Isabella, kau akan membangunkannya nanti." Tegur seorang lelaki yang gadis itu panggil tadi, ia juga sama memiliki rambut pirang dengan gaya undercut dan warna mata biru.
Karna mendengar suara yang sangat berisik baginya, Hans perlahan membuka matanya dan pemandangan pertama yang ia lihat adalah perempuan pirang serta lelaki yang disampingnya. Mereka tampak seperti kembar.
Hans berdecak karna merasa tidurnya terganggu, saat perempuan itu hendak mengatakan sesuatu tiba tiba bel berbunyi menandakan kelas akan masuk dan ujian kedua akan dimulai.
Mendengar itu Hans merasa lega, lalu ia melenggang pergi meninggalkan kedua orang yang tampak kembar itu tanpa sepatah kata pun.
"Sangat cuek seperti yang di gosipkan." Celetuk gadis itu merasa sebal.
Lelaki yang dipanggil 'kakak' oleh gadis itu mengalihkan atensinya pada buku yang ditinggalkan Hans. Ia mengerutkan keningnya saat membaca judul buku itu.
Buku itu kan tentang dunia paralel. Batin lelaki itu heran.
"Kak, ayo kembali ke kelas!" seru adiknya lalu menggandeng tangan kakaknya dan melenggang pergi meninggalkan perpustakaan.
***
Beralih pada Byan dan Reygan yang tampak kesal saat ini, mereka menghampiri tempat wisata dimana Nerva tertimpa pohon. Tetapi sangat disayangkan mereka tak diberi izin untuk memasuki area kecelakaan, padahal mereka sudah memberikan penjelasan mereka tetap tidak diizinkan masuk.
Karna merasa kesal, dengan berat hati mereka pergi meninggalkan tempat itu. Mereka kembali kedalam mobil, dan meminum sedikit air untuk menenangkan diri.
"Sial! Kalau seperti ini kita tak akan dapat petunjuk." Umpat Byan kesal.
Reygan hanya menatap setir mobil, ia juga sama kesalnya dengan Byan. Mereka tak bisa berbuat apa apa, terlebih lagi mereka bukan siapa siapa. Jadi sudah jelas mereka tak bisa masuk kawasan itu sembarangan.
"Untuk sekarang, kita jemput Hans dulu. Siapa tau dia bisa sedikit membantu," ujar Reygan mencoba tenang.
Byan hanya mengiyakan hal itu, lalu Reygan segera menyetir mobilnya menuju ke sekolah Hans. Walau mereka tau saat ini Hans sedang ujian, tapi mereka benar benar membutuhkan Hans saat ini.
Melihat mobil yang Reygan naiki sudah menjauh, salah satu penjaga tempat wisata yang melarang Reygan dan Byan tadi berdecak pelan.
"Cih, mengapa mereka ada disini?!" gumam penjaga tersebut pelan.
Beberapa jam kemudian, Byan dan Reygan sudah sampai didepan sekolah Hans. Sebenarnya butuh waktu cukup lama dari tempat wisata ke sekolahan, tetapi karna Reygan ngebut mereka jadi sampai sedikit cepat.
Terlihat disana Hans baru saja keluar dari gerbang sekolahnya, dengan cepat Reygan keluar dari mobil dan memanggil Hans untuk ikut.
Hans hanya menurut, ia ikut masuk kedalam mobil. Dan Byan mulai menceritakan masalah yang ia alami dengan Reygan beberapa jam lalu ditempat wisata.
Hans mendengarkan keluhan mereka dengan seksama, ia mulai memikirkan cara agar dapat izin kebebasan pergi kemanapun.
"Oh ya Hans, bagaimana pengawasanmu? Apa ada sesuatu yang aneh?" tanya Reygan.
Hans mengangguk, lalu ia menceritakan kejadian sekilas saat ia mengawasi Ayana tadi.
Mendengar hal itu Byan dan Reygan mulai curiga dengan Ayana yang memiliki hubungan dengan Carolina, ditambah dari awal Byan sudah merasa tak nyaman dengan kondisi sekolah membuat Byan merasa sangat yakin bahwa saat ini, sekolah mereka sedang dalam kekangan Carolina.
Itulah kenapa Byan absen dan tak mengikuti kelas hari ini.
"Senior, sebenarnya Carolina itu siapa?" tanya Hans.
"Bukankah sudah kami katakan dia itu dari Elphida." Ujar Reygan sambil mengerutkan alisnya.
"Tidak. Bukan itu maksudku." Balas Hans dingin.
"Kalian mengatakan jika dia bawahan raja iblis dari Elphida yang tak sengaja ikut kemari. Tapi, dia tak mungkin melakukan hal itu tanpa sebab, kan?" lanjut Hans.
Reygan dan Byan terdiam, mereka mendengarkan pertanyaan dari Hans.
Hans menatap sinis ke arah Reygan dan Byan secara bergantian, nada bicaranya menjadi sangat dingin. Sebenarnya Hans juga menaruh rasa curiga pada Byan dan Reygan, karna merekalah yang pertama kali menyadari adanya Carolina.
"Kenapa dia bisa kemari? Kenapa dia mengincar Xelia? Kenapa dia membunuh orang orang yang tak ada sangkut pautnya? Dan jika dia bisa menyandera sekolah lain, mengapa sekolah ini yang menjadi targetnya?" tanya Hans beruntun.
Byan dan Reygan terkesiap, memang semua yang terjadi adalah kesalahan mereka. Baik masalah awal di Elphida dan masalah baru di Neonhard adalah kesalahan mereka. Dan hanya mereka berdua yang tau.
Keringat dingin mulai mengucur di pelipis mereka, Byan mengetatkan rahangnya, ia mulai tampak tak bisa mengendalikan emosinya.
"Terlebih lagi, bagaimana bisa kalian berdua yang menyadari keberadaan Carolina?" lanjut Hans.
"CUKUP!" Byan membentak.
Hans dan Reygan tersentak, terlebih lagi saat Byan menoleh pada Hans tatapannya memancarkan amarah serta menggambarkan jika ia kesal.
"Hans, kau tak tau apapun!" ujar Byan.
"Byan, hentikan!" tegur Reygan.
"Kau tak akan mengerti bagaimana perasaan kami saat melihat kematian 'mereka'!"
"BYAN KU BILANG HENTIKAN!"
Hans terpaku, ia tak menyangka pertanyaannya bisa menyulut amarah dua orang di depannya saat ini. Kepala Hans mencoba mencerna kata kata 'Kematian mereka' yang keluar dari mulut Byan, jawaban itu sama sekali tak ada hubungannya dengan pertanyaan yang ia lontarkan.
Tapi itu semacam kode dari Byan. Hans semakin dibuat yakin dengan semua sangkut paut masalah yang ada, dan dua orang di depannya saat ini adalah salah satu dari alasan semua ini terjadi.
Tidak hanya itu, bahkan Hans merasa jika mereka berdua lah dalang dibalik semua ini.
Hans, melihat Byan mengatur napasnya untuk menenangkan diri. Sedangkan Reygan terlihat menghela napas, lalu ia mengatakan sesuatu.
"Hans, aku tau kau mencurigai kami. Tapi, saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk bercerita." ujar Reygan.
"Yang terpenting saat ini adalah tujuan kita sama, yaitu mengembalikan semua seperti semua," Reygan menoleh kearah Hans dan tersenyum, "maka dari itu kami membutuhkanmu, Hans."
Hans terdiam saat melihat senyuman Reygan, itu bukanlah senyuman biasa. Dari senyuman itu dapat Hans rasakan rasa menyesal yang besar terpancar dari Reygan.
"Membutuhkanku?" tanya Hans heran.
"Ya, hanya kau yang bisa membantu kami saat ini." jawab Byan mulai tenang.
Hans sedikit ragu untuk menjalin kerja sama dengan mereka berdua, tetapi Hans merasa jika keduanya tak memiliki niat buruk. Hans jadi sedikit bingung akan jawabannya.
Dikala Hans melamun, tiba tiba ingatannya memutar kenangan sekilas tentang senyuman seorang perempuan berambut pirang, senyuman Nerva, senyuman Salsa, serta kebahagiaan orang terdekatnya dulu.
Mengingat hal itu, Hans melebarkan matanya. Keraguannya terhadap Byan dan Reygan segera ia buang jauh jauh, ia memutuskan untuk mempercayai kedua seniornya untuk sementara waktu.
"Baiklah, ayo kita kerumahku! Aku akan memasukkan kalian berdua kedalam divisi yang kupimpin." Ujar Hans tegas.
Mendengar hal itu Reygan dan Byan tersenyum.
"Terima kasih Hans." Ujar keduanya.
Hans hanya mengangguk.
"Aku harus mengembalikan semua seperti semula." Gumam Hans sembari tersenyum tipis, ia membayangkan wajah seorang gadis dengan rambut pirang yang tersenyum ke arahnya. Hal ini menandakan bahwa semua kerja keras Hans demi gadis itu.
***