Chereads / My Best Fantasy World / Chapter 16 - Sedikit Demi Sedikit

Chapter 16 - Sedikit Demi Sedikit

Saat ini Nerva sangat kebingungan karna Ravinno tiba tiba diam dan menatapnya secara intens. Hal itu membuat Nerva takut, karna tatapan dari Ravinno sangat tajam. Tak lama kemudian, Ravinno tiba tiba berjongkok sehingga tingginya sama dengan Nerva, karna merasa takut Nerva sedikit memundurkan tubuhnya.

"Vespera yang menyerangmu?" tanya Ravinno.

Nerva kebingungan, bagaimana bisa Ravinno menyimpulkan hal sebodoh itu? Padahal Ravinno sendiri tau jika Vespera sudah tiada.

Nerva hanya menggelengkan kepalanya, saat dia menjawab jika ia bertemu Vespera di alam bawah sadarnya, Ravinno malah terlihat kebingungan. Nerva hanya menghela napas lelah, ia terlalu malas untuk menjelaskan semuanya pada Ravinno.

"Ravinno, apa kau percaya dengan reinkarnasi?" tanya Nerva sambil mengalihkan pandangannya.

Ravinno terdiam sesaat, lalu ia mulai berpindah posisi disamping Nerva dan duduk disampingnya. Nerva mendengar dengan jelas bahwa Ravinno menghela napasnya.

"Saat ku menemukanmu, aku sempat berpikir jika kau itu Vespera ... saat itu aku sedikit merasa senang karna Vespera masih hidup," pandangannya menuju ke atas, "tapi asal kau tau saja, aku sangat kecewa saat tau bahwa kau itu Xelia Nerva dan bukan Vespera." Ujar Ravinno.

Nerva terdiam setelah mendengarkan Ravinno, ia merasa tak puas dengan jawaban Ravinno. Pertanyaan yang Nerva tanyakan serta jawaban dari Ravinno sama sekali tak sesuai.

"Jawaban yang kau berikan tak sesuai dengan pertanyaanku tadi!" Nerva nampak kesal.

"Berpikir bodoh, aku juga sudah menjawab pertanyaanmu dari penjelasanku tadi." Ujar Ravinno lalu berdiri dari duduknya.

Nerva tampak bingung, ia benar benar tak mengerti jalan berpikir laki laki berambut putih itu. Mata Nerva melotot tak percaya saat Ravinno benar benar berjalan meninggalkannya sendiri ditengah hutan dengan luka seperti itu.

Karna kesal, Nerva berteriak menyuruh Ravinno kembali. Tapi nihil, Ravinno malah mengabaikannya dan melambaikan tangannya tanpa menoleh kearah Nerva.

Anak itu sungguh meresahkan. Batin Nerva kesal.

Nerva mencoba berpikir agar ia dapat kembali tanpa ada gangguan Hercules. Dan terbesit ide untuk teleportasi, walau payah sekurang kurangnya Nerva harus mencoba. Agar latihannya dengan Ergan juga tak sia sia.

Nerva menggabungkan kedua tangannya dan menggumamkan beberapa mantra sihir yang ia ingat. Nerva menutup matanya rapat dan mencoba berkonsentrasi, setelah selesai ia mengarahkan tangannya kedepan sambil berharap jika akan keluar lubang teleportasi.

Sesuai harapan, Nerva berhasil membuka teleportasi miliknya. Terlihat cahaya biru muda yang terang, hampir sama dengan milik Ergan tetapi milik Nerva sedikit lebih terang dan menyilaukan, bahkan Nerva menutup matanya karna terlalu silau. Tetapi Nerva merasa sangat senang karna ini adalah sihir pertama yang berhasil ia coba. Ia pun berdiri dan berjalan menuju lubang teleportasinya secara perlahan dan sedikit membuka kelopak matanya.

***

Di tempat pengobatan, ada sebuah cahaya biru terang yang tiba tiba muncul. Itu adalah sihir teleportasi milik Nerva, Gabriella yang sudah berada disana juga terlihat waspada karna ia merasa sihir ini berbeda dengan milik Ergan. Tapi ekspresi serius milik Gabriella berganti dengan ekspresi lega saat tau yang keluar dari teleportasi itu adalah Nerva.

Gabriella tersenyum dan menyambut kedatangan Nerva, sekaligus mengucapkan kata selamat pada Nerva karna telah berhasil menggunakan sihir dengan lancar.

"Gabriella, kau melihat Ravinno?" tanya Nerva.

Saat Gabriella hendak menjawab tiba tiba Ravinno muncul dari arah hutan, hal itu membuktikan bahwa sihir yang Nerva gunakan lebih cepat dari gerakan Ravinno. Singkatnya, sihir teleportasi Nerva sudah sempurna.

Melihat Ravinno yang datang dari arah hutan, Nerva tersenyum meremehkan Ravinno. Sedangkan lelaki berambut putih itu hanya memutar bola matanya malas, Ravinno juga memerintahkan Gabriella agar kembali ke Licia dan Ergan.

Gabriella pamit, ia nampak menggumamkan sesuatu. Tak lama kemudian teleportasi milik Ergan muncul, Gabriella pamit dan pergi.

Melihat Gabriella sudah pergi, Nerva pun hendak masuk ke tempat pengobatan.

"Nerva, tunggu!" panggil Ravinno.

Nerva mengangkat sebelah alisnya heran, sejak kapan Ravinno memanggil namanya dengan nama 'Nerva'?

"Bukankah kau lebih nyaman jika dipanggil seperti itu?" Ravinno tampak menghela napas.

Nerva hanya mengangguk mengiyakan, dia juga tak masalah dipanggil dengan nama itu.

"Bagaimana jika semua orang disini memanggilku Nerva saja?" Nerva tampak senang.

"Ya, ya aku akan memberi tahu Licia dan Ergan nanti." Jawab Ravinno malas.

Ravinno pun mengajak Nerva untuk melanjutkan latihannya, kali ini ia tak mengayunkan pedang melainkan pemanasan biasa.

Bagi Ravinno biasa, tapi bagi Nerva ini adalah pemanasan yang tidak wajar. Bagaimana tidak? Ravinno menyuruh Nerva untuk melakukan pemanasan biasa lalu ia memerintah Nerva untuk lari mengelilingi hutan.

"Ravinno kau gila?!" Nerva tampak terkejut.

"Tidak, aku sangat waras." Jawab Ravinno.

Walau tampak mustahil, tetapi Nerva tetap melakukannya sesuai yang diperintahkan. Lagipun Nerva tak mengelilingi seluruh hutan, ia hanya diperintah mengelilingi hutan uang dijaga oleh Naraya. Entah kenapa Nerva merasa ketahanan tubuhnya meningkat semenjak memasuki dunia ini.

Beberapa jam kemudian, setelah mengelilingi hutan Nerva langsung ambruk ditanah. Ia tak pingsan, ia hanya mengistirahatkan tubuhnya. Napasnya tak beraturan, ia benar benar tersiksa dengan latihan yang Ravinno berikan. Tapi mau bagaimana lagi? Latihan Nerva sudah ditangguhkan kepada Ravinno, jadi ia tak bisa melawannya.

Nerva hampir terlelap, ia masih setengah sadar tetapi secara tiba tiba Nerva mendengar suara Vespera dengan sangat jelas dikepalanya.

"Semangat Nerva! Ravinno memang anak yang tak mengerti belas kasih, tapi dia anak yang baik kok!" ujar Vespera menggema dikepala Nerva.

Nerva memaksakan senyumnya, ia sudah tak mengerti lagi.

Kalau tinggal bilang saja ya gampang, melakukannya itu yang sangat sulit. Batin Nerva kesal dan berharap Vespera mendengar keluh kesah nya.

Mendengar hal itu, Vespera hanya terkekeh. Lalu terlihat Ravinno sedang berjalan kearah Nerva sambil membawa air minum.

"Kerja bagus, sekarang istirahatlah!" ujar Ravinno sambil memberikan minuman pada Nerva.

Nerva hanya mengangguk, lalu ia mengambil dan meneguk minuman yang Ravinno berikan.

"Hei, Ravinno." Panggil Nerva.

"Apa?" jawab Ravinno singkat.

"Maukah kau menceritakan sedikit tentang Vespera dulu?" Nerva melihat lurus kearah Ravinno.

Ravinno tampak berpikir sejenak.

"Ya, baiklah."

***

Beralih ketempat kota Nerva berasal, terlihat Ayana yang sangat depresi. Ia memang sudah lulus sekolah SMP, tapi setelahnya ia tidak melanjutkan sekolahnya dengan alasan pindah keluar negeri. Ia masih merasa tak nyaman dengan keadaannya, terlebih lagi ia tak lagi bersama Putri dan Kaiya.

Ayana sedang berjalan pulang, sungguh sebenarnya Ayana sangat takut untuk kembali kerumahnya.

"Aku pulang." Ujar Ayana seraya membuka pintu rumah.

Tak ada satupun yang menjawab Ayana, itu wajar. Karna kedua orang tua Ayana sudah mati ditangannya sendiri.

Ayana pun menutup pintunya rapat rapat dan berjalan menuju kamar kedua orang tuanya, terlihat kedua orang tua Ayana yang digantung dengan banyak luka cakaran ditubuh mereka. Ayana meringis melihat kedua orang tuanya mati ditangannya sendiri, ia ingin sekali menangis. Tapi, tubuhnya langsung berjalan kearah kamarnya.

Saat Ayana membuka pintu kamarnya dan masuk, ia langsung disambut oleh cakaran. Lengan Ayana yang tercakar itu mengeluarkan banyak darah, walau rasanya sangat sakit tetapi Ayana tak mengekspresikan apapun. Pandangannya kosong melihat seorang gadis dengan kulit putih pucat, rambut hitam yang terurai, serta warna merah darah yang menyala dikegelapan kamar Ayana.

Gadis itu menyeringai dan mengarahkan tangannya kearah lengan Ayana yang terluka. Dalam sekejap, darah yang mengucur dari lengan Ayana menghilang. Dan gadis itu menjilat sudut bibir nya sendiri seolah puas dengan makanannya.

"Kerja bagus, Ayana," puji gadis itu, "dengan begini aku akan membebaskan kedua temanmu serta orang orang yang terlibat denganmu." Gadis itu terkekeh melihat ekspresi kosong Ayana.

Siapapun ... tolong aku. Batin Ayana ketakutan.

Sedangkan diluar rumah Ayana, tepatnya didepan pagar rumahnya terlihat seorang lelaki dengan pakaian dan celana hitam dan wajah yang tertutup masker sedang menatap tajam tumah Ayana. Lelaki itu adalah Hans Robert, semenjak kematian Nerva, teman temannya terkecuali Salsa bertingkah aneh. Dan yang paling menarik perhatiannya adalah Ayana yang tiba tiba putus sekolah, dan kedua orang tuanya yang tiba tiba menghilang.

Walaupun alasan Ayana adalah pindah keluar negeri, tapi hal itu sangatlah janggal dipikiran Hans. Maka dari itu, lelaki berambut pirang itu memutuskan untuk menyelidiki semua keanehan yang terjadi. Bahkan saat ini, Hans sedang bekerja sama dengan Reygan dan Byan untuk menyelidiki kasus aneh akhir akhir ini.

Contohnya, ada banyak kecelakaan kecelakaan ditempat terpencil. Dan anehnya, mayat mayat korban tak ditemukan. Hanya ada darah dan DNA yang sama, ini hampir sama dengan kasus Nerva.

Dan kejadian aneh ini mulai terjadi semenjak insiden kecelakaan Nerva. Jikalau ada beberapa korban yang masih hidup, korban tersebut selalu hilang ingatan dan terdapat luka sayatan atau lebih tepatnya cakaran di sekujur tubuh.

Hal ini juga menguatkan asumsi Byan dan Reygan tentang adanya 'Carolina' dan beberapa sihir dari Elphida. Awalnya Hans tak percaya, tapi saat semua kasus disambung sambungkan hal ini menjadi berkaitan.

"Carolina semakin menjadi jadi." Byan nampak geram dengan laporan yang saat ini ia baca.

"Aku harap kita bisa menyelidiki dulu tentang Ayana." Reygan juga tampak geram melihat banyaknya korban hilang di laporannya.

Hans yang berada dirumah Reygan itupun hanya menghela napas, ia benar benar bingung dengan kasus sekarang. Terlebih lagi saat in ia kehilangan kontaknya dengan Salsa semenjak kematian Nerva.

"Huft, ini sudah larut. Bagaimana jika dilanjut besok?" usul Reygan.

Byan dan Hans hanya mengangguk paham, lalu mereka kembali ke kediaman masing masing.

***