Chereads / My Best Fantasy World / Chapter 10 - Tentang Dunia Asing

Chapter 10 - Tentang Dunia Asing

Manis, itulah deskripsi pertama Nerva saat melihat seorang gadis muncul dari dalam cahaya biru milik Ergan. Nerva tercengang saat gadis itu tersenyum kearahnya, netra merah gadis itu bertatapan dengan netra biru milik Nerva.

"Ada apa memanggil saya kemari, kak Licia?", tanya gadis itu.

Licia menoleh ke arah Nerva, lalu tangannya menunjuk gadis itu.

"Gabriella Zoey, dia akan menemanimu selama aku berpatroli.", ujar Licia memperkenalkan gadis di belakangnya.

Nerva mengangguk. Setelah perkenalan sesaat itu Licia, Ravinno, dan Ergan pun pergi berpatroli. Nerva mendekati Gabriella dengan mata penuh harapan.

"Kak Gabriella, namaku Xelia Nerva mohon bantuannya!", ujar Nerva dengan harapan supaya ia bisa akrab dengan Gabriella.

Gabriella mengedipkan matanya berkali kali, lalu tangannya mengotak atik poni nya, ia mengalihkan pandangannya pada Nerva sebentar. Lalu menoleh sembari tersenyum.

"Mohon kerja samanya Xelia.", ucapnya.

Nerva tersenyum lega, dan sedikit iri melihat kemanisan Gabriella didepannya.

"Ngomong ngomong, kita ini seumuran jadi jangan panggil aku dengan sebutan Kakak ya!", ujar Gabriella.

"Gila, manis banget anak orang ... ", ujar Nerva dalam hati.

Gabriella menggandeng tangan Nerva dan mengajaknya masuk kedalam ruang pengobatan. Mereka berdua duduk di ranjang tempat Nerva dirawat. Saat itu hanya ada keheningan karna bingung harus berbicara apa.

"Kak Licia sudah bilang semuanya loh.", ujar Gabriella memecah keheningan.

Nerva sedikit tersentak lalu menoleh ke arah Gabriella. Gabriella hanya tersenyum saat ditoleh oleh Nerva. Sedangkan Nerva merasa sedikit ngeri karna dari tadi Gabriella hanya senyum senyum saat mengatakan sesuatu.

"Aah, bergitu yah", ujar Nerva sembari mengusap tengkuknya.

Lagi lagi hanya ada keheningan diantara mereka.

"Gabriella, aku ... ", panggil Nerva.

Nerva meremas bajunya, ia menatap lurus kebawah.

"Bisakah kau beri tahu aku tentang dunia ini!", ucap Nerva sembari sedikit membentak.

Gabriella diam sejenak, lalu ia mengiyakan permintaan Nerva. Dan mengajak Nerva ke sebuah tempat lagi. Tepatnya perpustakaan.

"Xelia, kak Licia bilang kau dari Neonhard ya?", tanya Gabriella.

Atmosfer sekitar menjadi berat, sedangkan Nerva hanya menatap ngeri Gabriella didepannya.

"Kenapa setia membicarakan Neonhard selalu jadi ngeri gini sih?!", tanya Nerva pada dirinya sendiri.

"Ya", jawab Nerva singkat.

Gabriella berbalik dan menyuruh Nerva untuk duduk, lalu ia mengambil sebuah buku yang super tebal dan memberikannya kepada Nerva.

"Apa yang kau ingin tanyakan, Xelia?", tanya Gabriella.

"Pertama, mungkin tentang daerah ini.", ujar Nerva.

Gabriella mengangguk.

"Daerah ini disebut Elphida, dan dibagi menjadi dua bagian. Pertama, daerah pepohonan atau bisa disebut hutan. Kedua, daerah biasa atau bisa disebut pedesaan.", jelas Gabriella.

Nerva mengangguk, lalu kembali bertanya. "Bisakah kau jelaskan tentang apa itu Hercules dan Karkadann?"

"Tentu."

"Di dunia ini ada banyak sekali makhluk hidup. Mulai dari manusia, binatang, tumbuhan, ataupun monster sekalipun. Monster ini biasa disebut Hercules. Hercules merupakan makhluk yang berbahaya.", jelas Gabriella.

"Hercules sendiri ada yang menyerang manusia, bahkan memangsa manusia. Dan juga ada Hercules yang biasa saja, tak akan menyerang bila tak diganggu."

"Untuk menghindari penyerangan Hercules, maka dibentuk sebuah organisasi yang disebut Hercules Hunter atau disingkat HH. Organisasi HH hanya berisi orang yang dapat mengendalikan sihir sekaligus mengenakan senjata khusus dengan baik dan benar.", lanjut Gabriella.

Nerva sedikit mengerti tentang penjelasan yang diberi oleh Gabriella.

"Jadi, sihir dan senjata khusus itu apa?", tanya Nerva.

"Sihir adalah kemampuan khusus seseorang, tak semua orang bisa mengenakan sihir sesuka hati. Karna untuk mempelajari teknik sihir tidaklah mudah. Dan tentang senjata khusus, senjata itu hanya diberikan pada anggota HH karna sangat berbahaya jika sembarangan orang yang memiliki senjata itu."

"Senjata khusus itu dibuat dengan menyesuaikan sihir tiap orang, jadi diperlukan tes untuk penggunaannya."

Nerva mengangguk, dia sedikit lega karna Gabriella ternyata adalah gadis yang sangat baik baginya.

"Lalu, Karkadann itu apa?", tanya Nerva.

"Karkadann itu salah satu Hercules loh. Sebentar, akan kucarikan.", ujar Gabriella.

Gabriella membalik balik kertas halaman didalam buku super tebal itu, raut wajahnya terlihat serius tapi ia masih tersenyum.

"Ini, ini yang disebut Karkadann.", ujar Gabriella menunjuk sebuah lukisan didalam buku itu.

Nerva melihat makhluk didalam buku itu, terlihat seperti badak tetapi tanduknya sangat panjang dan runcing, kulitnya juga terlihat sangat tebal, makhluk perpaduan antara badak dan kuda.

"Seram.", Nerva bergumam melihat buku itu.

"Xelia ...?", panggil Gabriella.

"Tulisannya seram, aku tak bisa membacanya, Gabriella. Bagaimana ini? Padahal aku ingin membaca penjelasannyaaa", rengek Nerva.

Mata Nerva mengeluarkan air mata, Gabriella terkekeh geli melihat kelakuan Nerva.

"Jangan cengeng begitu dong, sini biar kujelaskan.", ujar Gabriella sambil terkekeh.

Nerva hanya mengangguk, jujur sebenarnya ia malu karna tak bisa membaca tulisan yang disambung sambung, dan juga bahasa yang sulit dimengerti.

"Karkadann adalah salah satu Hercules, yang terkadang menyerang manusia dan terkadang tidak. Dia hanya menyerang saat merasa terancam saja sih. Dan juga tanduk Karkadann ini sangat mujarab digunakan obat segala penyakit. Hanya dengan menjadikan tanduk ini sebagai wadah minum."

"Tapi, daya kerja tanduk ini tak selamanya. Jika sudah retak retak dan juga selalu digunakan, maka manfaatnya juga bisa hilang."

Nerva membulatkan mulutnya dan mengangguk.

"Ada yang ditanyakan lagi?", tany Gabriella.

"Ya! Dan masih banyak.", jawab Nerva.

Gabriella terkekeh melihat tingkah Nerva yang sangat antusias, tetapi buku super tebal itu segera ia tutup dan segera membawa Nerva kembali ke ruang pengobatan. Karna melihat luka Nerva yang cukup parah, Gabriella memutuskan untuk menyuruh Nerva istirahat terlebih dahulu.

Nerva hanya menuruti perkataan Gabriella, ia pun kembali beristirahat di ruang pengobatannya. Nerva sedikit khawatir tentang Licia, Ravinno, dan Ergan karna Nerva takut terjadi sesuatu terhadap mereka bertiga.

Nerva hanya menatap langit langit kamarnya sambil merenungkan sesuatu, ia masih penasaran bagaimana ia bisa terjebak didalam dunia aneh ini. Serta, mengapa suasana selalu menjadi mengerikan saat membahas tentang Neonhard.

Tak hanya itu, Nerva juga mencemaskan keluarganya di Neonhard. Salsa dan juga Hans yang ia tinggal. Nerva seakan merindukan rumahnya, karna bagaimanapun Nerva hanyalah orang asing didalam dunia ini.

Nerva juga memikirkan tentang namanya, karna sebenarnya Nerva tak menyukai nama yang diberikan oleh kedua orang tuanya. Karna terlalu lelah Nerva perlahan menutup matanya dan segera pergi ke alam mimpi. Dan Gabriella hanya mengawasi Nerva dari balik pintu, senyum Gabriella menghilang saat melihat Nerva meneteskan air mata.

Sedangkan di sisi Licia, Ravinno, dan Ergan. Berada ditengah hutan yang sunyi, hanya ada suara burung hantu dan jangkrik. Serta suara telapak kaki yang menginjak ranting kering dan dedaunan ditanah.

Licia, Ravinno, dan Ergan telihat sedang menyusuri hutan.

"Oi!", panggil Ravinno ditengah keheningan.

"Hm?"

"Bagaimana jawaban gadis itu?", tanya Ravinno.

Licia dan Ergan tetap berjalan, beberapa detik kemudian Licia menjawab.

"Kurasa dia tahu tentang Carolina, Reygan, dan Byan.", jawab Licia.

"Tapi, tadi kau benar benar menakutinya loh kak. Dia sampai gelagapan begitu.", timpal Ergan.

"Uhm.", Licia mengangguk lalu menunduk.

"Memangnya tadi kenapa?", tanya Ravinno berbisik pada Ergan.

"Tadi kulihat Xelia sangat ketakutan merasakan aura dari kak Licia, jadi kusuruh kak Licia untuk tenang lewat sihir.", jawab Ergan ikut berbisik.

"Oh"

"Melihat seragam Xelia, aku jadi yakin ia satu sekolah dengan Reygan dan Byan.", lanjut Ravinno.

"Ya, dan sepertinya Xelia murid bermasalah.", timpal Ergan.

Setelah itu hanya ada keheningan diantara mereka, tapi hanya sesaat dan ada suara dari semak semak. Saat Licia, Ravinno, dan Ergan mendekat tiba tiba ada makhluk melompat dari atas semak.

"Ada Hercules! Hati hati!", ujar Ravinno.

Makhluk yang melompat tadi, adalah Hercules dengan rupa yang tak karuan. Wajahnya sangat mengerikan, semua giginya adalah gigi taring, serta mata yang berwarna merah. Tingginya sekitar dua meter. Tapi Licia dan Ravinno terlihat tenang berbeda dengan Ergan yang sangat terkejut karna tiba tiba ada Hercules yang melompat.

Licia merasa dirinya mampu mengatasi Hercules tersebut, ia mengarahkan tangannya kedepan, dan gelang berwarna merah darah yang ia pakai mengeluarkan cahaya dan menjadi sebuah tongkat yang berukuran cukup tinggi.

"Dia tingkat bawah, biar aku yang atasi!", ucap Licia.

Tangan Licia memutar tongkatnya. Karna warna merah tongkat Licia terkena pantulan sinar rembulan, menyebabkan warna merah darah tersebut mengkilap. Dan netra putih Licia terdapat kilauan merah akibat putaran tongkat. Wajah Licia terlihat sangat serius. Ravinno dan Ergan sedikit menjauh karna takut terkena dampak serangan Licia.

"Huh! Tongkat itu tak akan melukai ku loh", ujar Hercules meremehkan.

Licia melesatkan serangannya, tetapi serangan Licia hanya sedikit menggores leher Hercules itu dan malah melesat jauh kebelakang. Dan tongkat Licia menghilang. Karna merasa tak terkena serangan, Hercules itu tersenyum miring dan raut eajahnya seakan meremehkan Licia. "Tongkat seperti tak akan melukaiku loh", ucap Hercules itu.

Tetapi secara perlahan Hercules itu merasa kesakitan ia memegang lehernya yang mulai mengeluarkan darah, dan sedikit demi sedikit kepalanya terputus dari badannya dan ambruk.

Tongkat Licia yang hilang kembali ke genggaman Licia, lalu dia tersenyum.

"Jangan meremehkan tongkat beracunku ya!", ujar Licia pada mayat Hercules didepannya.

Tongkat yang Licia bawa mengecil dan menjadi gelang yang ia pakai. Ravinno dan Ergan menghela nafas lega, lalu mereka melanjutkan perjalanan. Ravinno segera menyuruh Ergan untuk mencatat laporannya. Merasa sudah aman, mereka bertiga meneruskan perjalanannya.