Kita beralih dikediaman keluarga Nerva, kedua orang tua Nerva mencemaskan keberadaan Nerva. Mereka sangat berharap jika Nerva masih hidup dan segera ditemukan. Tetapi masih saja tak ada kabar tentang keberadaan Nerva, sehingga membuat pemimpin regu pencarian turun tangan.
"Maaf ... kami tak bisa menemukan anak anda, dengan berat hati saya menyatakan anak anda terjatuh ke jurang dan dimangsa hewan buas di sana.", ujar ketua regu yang mencari Nerva.
Tentu saja kedua orang tua Nerva tak terima karna status kehidupan Nerva diputuskan begitu saja, tapi mereka juga tak bisa menyangkal hilangnya Nerva secara misterius.
Pada akhirnya mereka pasrah, mereka menerima keputusan bahwa Nerva memang benar benar sudah tak ada. Pihak berwajib pun pergi, dan keluarga Nerva kembali kedalam kediaman mereka, meratapi hilangnya Nerva secara misterius.
Lalu terlihat seorang lelaki misterius yang selalu mengikuti Nerva berada dibalik pagar rumah, dari tadi ia bersembunyi dan menguping informasi tentang Nerva.
"Kejadian ini sangatlah aneh, ada yang janggal dari ini semua ... atau mungkin ini ulah ... Carolina?!", batin lelaki misterius itu geram. Ia pun segera pergi sebelum dicurigai warga sekitar.
Di tempat lain terlihat Salsa mengurung dirinya didalam kamar, ia menutupi dirinya dengan selimut sembari menangis, ia merasa trauma akan kematian yang langsung berada didepannya.
Dia terus menangis dan menggumamkan nama Nerva serta ucapan minta maaf terus menerus, sedangkan Hans yang tau kondisi Salsa hanya bisa menghiburnya sedikit walau tak berpengaruh.
Walau bagaimanapun waktu tak akan bisa diulang kembali.
***
Kita beralih lagi ditempat Nerva berada sekarang, ia tercengang saat tau fakta Ergan Alvaro asli berada didepannya.
"Oi, kenapa kau diam saja?! kami bertanya padamu!", bentak Ravinno karna kesal merasa diabaikan oleh Nerva.
Nerva tersentak, ia meminta maaf. Lalu kembali menatap Ergan dan berkata tanpa sadar bahwa ia senang Ergan menjadi nyata. Ravinno dan Ergan terheran heran, bagi mereka Nerva sangatlah aneh. Padahal mereka sudah nyata dari dulu, tapi gadis didepannya ini malah berkata seolah mereka hanyalah fiksi.
"Kau ini ... kami menanyai mu apakah kau diserang Hercules, tapi malah berbicara seolah kami ini tak nyata!", protes Ravinno.
Nerva kikuk, ia bingung harus menjawab apa. Ia bahkan tak mengerti apa yang dikatakan oleh dua lelaki itu, Hercules? Nerva tak pernah tau apa itu, bahkan pelajaran sejarah yang ia gemari pun tak pernah membahas tentang hal itu.
Ravinno semakin geram, ingin sekali meninggalkan gadis didepannya itu tapi ia harus bisa menahan diri karna prinsipnya sendiri. Ia pun hanya menghela napas lelah, tak tau lagi harus apa.
"Ravinno, mungkin otaknya tergeser karena diserang Hercules, jadi dia melantur begitu.", ujar Ergan enteng sambil menunjuk Nerva.
Nerva langsung kesal, jadi dia dianggap gila begitu? Terlebih lagi yang mengatakannya adalah karakter favoritnya sendiri. Sungguh Nerva ingin protes saat ini, tapi ia sadar jika ia akan dianggap aneh oleh dua lelaki itu.
"Cih, kita harus panggil Licia saja untuk mengurusi gadis aneh ini.", ujar Ravinno.
Nerva tersenyum pasrah, bahkan tanpa protes pun ia dianggap aneh oleh lelaki itu. Lalu ia hanya menatap punggung kedua lelaki itu yang pergi meninggalkannya. Sekarang Nerva tambah bingung karna ia sendiri diruangan itu, terlebih lagi ia melihat adanya tanduk badak dimeja dekatnya.
"Hm, itu tanduk badak? Oh, astaga tempat ini benar benar menyeramkan.", ujar Nerva.
Tak lama kemudian datanglah seorang gadis Albino yang merawat lukanya tadi, ia berjalan mendekat kearah Nerva.
"Siapa namamu?", tanyanya.
"Xelia Nerva.", jawab Nerva.
"Aku Carol Licia, salam kenal. Aku langsung bertanya saja dan kau jawab dengan jujur. Apa kau itu Hercules atau manusia yang terserang Hercules?", tanya Licia sambil menatap Nerva tajam.
Jujur, Nerva sangat takut dengan tatapan Licia. Tak ada pilihan lain selain menjawab jujur.
Nerva pun mengatakan jika ia sebenarnya tak tau apa itu Hercules, mendengar hal itu mata Licia membulat sempurna, lalu ia sedikit menjaga jarak dari Nerva. Nerva hanya kebingungan, ia berpikir mungkin ia memang aneh.
"Apa aku hilang ingatan ya?", batin Nerva.
Licia berjalan kearah meja dan mengambil sebuah tanduk yang berisi air, dan memberikannya pada Nerva. Itu adalah tanduk yang Nerva pikir adalah tanduk badak, saat itu juga Licia memerintahkan Nerva agar meminum air dari tanduk tersebut.
Nerva sedikit curiga pada Licia, dia berpikir jika mungkin saja Licia meracuninya. Ia pun menolak untuk meminum air dari tanduk tersebut.
Licia marah karna merasa pemberiannya tidak diterima. Tanduk itu dilempar oleh Licia hingga pecah padahal sudah terlihat sangat jelas jika tanduk itu sangatlah tebal dan berat, lalu ia menghela napas mencoba untuk tenang dan duduk di pinggiran kasur Nerva.
"Kau benar benar tak tahu apapun ya?", tanya Licia dengan suara yang mulai melembut. Hal itu juga membuat Nerva sedikit tenang, pertanyaan Licia hanya dijawab anggukan oleh Nerva.
Nerva juga mengatakan jika ia tak tau apapun tentang tempat ini, tempat yang saat ini ia singgahi.
"Tak perlu takut, tenang saja aku hanya mengujimu tadi, karna kupikir kau adalah mata mata tapi ternyata kau memang benar tak tau apapun.", ujar Licia dengan suara yang terdengar lembut membuat Nerva ikut tenang.
"Tadi kau bilang tak tahu apa itu Hercules kan?", tanya Licia, Nerva mengangguk.
"Hercules itu adalah monster ... penyerang manusia.", ujar Licia.
Nerva terkejut, mata Nerva membulat sempurna mendengar kata Licia barusan. Nerva bahkan tak pernah mendengar hal itu saat dikota nya. Awalnya ia mengira jika Licia hanyalah bercanda, tapi saat melihat raut wajah Licia yang serius membuat Nerva sedikit percaya.
"Bahkan dari mereka ada yang memangsa manusia ... mereka selalu beraksi dimalam maupun siang, walau kebanyakan mereka suka menyerang pada waktu malam.", lanjut Licia.
Nerva mulai paham dengan yang dikatakan Licia, dan mulai memberanikan diri untuk berkata agar situasi tak menjadi canggung.
"Jadi ... daerah sini sangat terancam ya.", ujar Nerva pelan tetapi masih tetap dapat didengar oleh Licia.
Licia tersenyum sendu, "Seluruh dunia."
"Hah?"
"Hercules ada di seluruh dunia.", ujar Licia yang berhasil membuat Nerva membeku tak percaya.
"Tapi, tak semua Hercules itu memangsa manusia ... mereka itu juga makhluk hidup, dan ada beragam dari segi bentuk, jenis, nama, serta ciri khas mereka sendiri.", lanjut Licia.
Nerva benar benar kebingungan saat ini, jika Hercules ada diseluruh dunia tapi mengapa tak ada satupun yang muncul saat Nerva di kota. Bahkan berita pun tak menginformasikan tentang Hercules, ini sungguh aneh bagi Nerva.
"Jadi, karna itu mereka menganggapku Hercules ya ... karna Hercules bermacam bentuk.", batin Nerva.
"Hei, aku sudah menceritakan sedikit tentang dunia ini sekarang giliranmu, menceritakan alasan kau disini dengan luka parah.", ujar Licia.
Nerva berpikir sejenak, jujur ia masih ragu untuk menceritakan kejadiannya. Tapi ia merasa bahwa Licia adalah orang yang dapat dipercaya, ia yakin akan hal itu. Akhirnya ia memutuskan untuk bercerita pada Licia.
Nerva bercerita dari awal kejadian hingga ia tersedot ke lubang biru terang dan terbawa ketempat yang menurutnya aneh. Saat mendengar perkataan lubang biru terang, pikiran Licia langsung menuju pada Ergan dan Ravinno yang selalu saja berulah saat misi.
Selang beberapa detik kemudian Licia memanggil Ergan dan Ravinno. Tak butuh waktu lama dua lelaki itu langsung datang dan masuk, mereka terlihat menurut sekali pada Licia.
Saat Ergan dan Ravinno sudah berada di dalam, Licia segera memerintahkan mereka untuk berburu makhluk bernama 'Karkadann' lagi. Hal itu langsung ditolak mentah mentah eh Ravinno dan Ergan, dengan alasan mereka takut tiba tiba diserang oleh 'Medusa' atau tertusuk tanduk 'Karkadann' jika melawan.
Selain itu mereka juga menyalahkan Licia karna telah sembarangan membanting barang hingga pecah.
***
Nerva PoV
Karkadann? Apalagi itu? Aku benar benar tak tau.
Aku benar benar merasa jika diriku yang terbodoh disini, aku hanya mendengarkan ocehan mereka bertiga yang menyebut nama nama makhluk yang bahkan tak kuketahui.
Medusa? Karkadann? Huh aku lelah.
Selain itu, tadi Ravinno bilang jika tanduk nya tersisa satu. Itu artinya tanduk yang dipecahkan kak Licia adalah tanduk Karkadann.
Mengerikan, padahal sudah terlihat jelas jika tanduk itu sangat tebal dan berat tapi dengan mudahnya gadis itu memecahkannya.
Mereka terus berdebat, aku ingin istirahat tapi takut jika tak sopan. Ah, padahal besok juga bisa dicari kan? Bukankah lebih gampang jika pagi? Kan lebih terang karna matahari.
Tapi jika dilihat lagi, kak Licia terlihat sedang bercanda. Jadi ia tak serius. Tapi tetap saja perdebatan mereka sangatlah mengganggu ketenangan.
"Dasar, sudahlah berdebat dengan kalian itu tak ada ujungnya.", ujar kak Licia menyerah.
Dia menoleh ke arahku sambil tersenyum, lalu mengajakku untuk pergi dari ruangan itu. Aku hanya mengikutinya, jika aku menolaknya itu sungguh tidak sopan.
Walau lukaku para tapi aku masih sanggup berdiri dan berjalan, akupun mengikuti kak Licia yang sudah berada didepan. Tapi saat berhadapan dengan Ravinno dia malah menatapku tajam dan membisikkan sesuatu
"Jangan macam macam dengan Licia!", ujarnya dingin.
Aku bukan Hercules, lagian aku tak akan macam macam dengan gadis yang super kuat sepertinya. Berbeda dengan Ravinno, Ergan malah menyapaku dengan senyuman akupun membalas senyuman manisnya.
Saat aku dan kak Licia keluar ruangan, aku melihat sekeliling, dan ini ternyata sebuah bangunan kuno? Bangunan ini terbuat dari kayu, atap nya terlihat kuat begitu juga dengan temboknya saat ku sentuh. Ternyata bukan hanya satu ruangan, ada ruangan lain dan lorong serta jendela yang cukup besar ada di setiap ruangan. Kurasa bangunan ini mengandalkan sinar alami untuk penerangan.
Tempat ini terlihat seperti tempat pengobatan, aku sempat melihat beberapa orang yang terluka dan orang yang membawa obat.
Saat keluar aku terkejut ternyata ada halaman yang sangat luas. Tapi tunggu, aku tak melihat adanya bangunan beton disini hanya ada rumah rumah tradisional, kendaraan bahkan juga tak ada satupun. Hanya ada rumah kayu, pagar kayu, dan tanaman aneh?
Selain itu, ini bukanlah kota yang aku tinggali.
Kak Licia berjalan keluar dan terdapat tangga disamping tempat pengobatan ini, kurasa kita akan menuju ke atap.
Saat aku bertanya padanya kenapa kami pergi ke atap, dia hanya diam. Karna kak Licia berada didepanku aku jadi tak bisa melihat ekspresinya saat ini.
Aku benar benar diabaikan olehnya, mungkin dia ingin berbicara denganku. Baiklah, akan kutunggu dia membuka obrolan.
Selain itu ini benar benar mengejutkanku, saat kulihat sekeliling tak ada satupun bangunan yang menjulang tinggi. Tak ada kendaraan berlalu lalang, serta daerah ini yang berada ditengah hutan lebat. Karna ini masih malam udara pun sedikit dingin, aku heran bagaimana kak Licia bisa tidak kedinginan dengan pakaian tanpa lengan itu.
Aku juga terpukau dengan pemandangan malam disini, cahaya rembulan sangat terang dan juga aku melihat beberapa orang membawa obor. Tapi setelah dirasakan lagi, aura disini sangat mencekam apa ini karna kak Licia?
Aku masih menunggu kak Licia untuk berbicara, tak lama kemudian dia menoleh kearahku. Rambutnya terurai karna angin berhembus, ia mendekatiku. Tak hanya itu, tatapannya sangatlah tajam, aku bisa merasakan hawa mencekam disini.
"Apa kau berasal dari Neonhard?", tanya disertai tatapan yang sangat tajam.
Hah?! Dia tau nama kota yang aku tinggali?!