Oliver baru saja kembali ke ruangannya setelah disibukan dengan operasi besar yang membuatnya menghabiskan waktu satu jam lebih di ruang operasi. Sosok pria tua terlihat duduk menunggu kedatangannya bersama Adrian. Ini pertama kalinya Adrian datang mencarinya terlebih bersama seorang pria asing berwajah asia.
"Adrian?" kata Oliver dengan nada heran bercampur bingung.
"Maaf menganggu waktu anda dokter" kata Adrian dengan bahasanya yang formal dan terdengar canggung. Di antara empat bersaudara Oliver satu-satunya yang tak begitu akrab dengan Adrian dan merupakan orang dalam perusahaan serta orang kepercayaan mendiang ayah mereka.
"Ada apa kau mencariku?" tanya Oliver sambil memandang pria asia yang datang bersama Adrian.
"Bisa kita bicara di ruangan anda?" tanya Adrian.
"Tentu, masuklah" kata Oliver mempersilahkan Adrian memasuki ruangannya dan tentu saja bersama pria tua itu. Entah mengapa melihat wajah asia pria tua itu Oliver tiba-tiba teringat pada sosok mendiang ayah kandungnya. Mata, alis bahkan bentuk wajah mereka mirip satu sama lain hanya saja pria itu tampak sangat tua tapi kalau dipikir lagi jika ayahnya masih hidup pasti sudah seusia pria tua itu.
"Dokter tidak mengenalinya?" tanya Adrian saat tiba di dalam ruangan Oliver tepat setelah menutup pintu ruangan.
"Siapa?"
"Pria yang saya bawa" kata Adrian menoleh ke arah pria yang diajaknya.
"Terakhir kali kami bertemu dia masih remaja, tentu saja dia tak akan mengenaliku" pria itu berkata dan mendengarnya sebelah alis Oliver terangkat dengan ekpresi heran. Namum mendengar cara bicaranya membuat Oliver merasa tidak asing seakan ia sangat mengenalnya.
"Maaf, anda mengenalku?" tanya Oliver menatap pria tua yang duduk di samping Adrian.
"Apa kau percaya jika kukatakan makam yang selalu kau kunjungi adalah makam kosong?"
"Makam?"
"Iya, makam Daichi Imamura"
"Kau mengenal ayahku?"
Pria tua tertawa dan Adrian yang di sampingnya tersenyum. Oliver benar-benar bingung dengan pria tua itu yang bagaimana dia bisa mengenal ayahnya ataukah mereka teman baik?
"Aku ayahmu, Daichi Imamura"
"Apa? Jangan bercanda, aku bukan idiot yang bisa kau tipu"
"Ya, kau si jenius yang mewarisi keahlian tersembunyi milikku, tapi jauh lebih baik"
"Aku tidak mengerti?"
"Setidaknya kau tidak membuat racun atau bahan peledak sepertiku" kata pria tua itu sambil membuka kancing bajunya hingga kancing ketiga dan menampakkan sebuah kalung dengan liontin cincin dan Oliver mengenal cincin itu yang sama persis dengan cincin pernikahan sang ibunda. Ia pernah melihatnya dilaci kamar ibundanya dan sang ibunda mengatakan kalau cincin itu adalah cincin pernikahan sang ibunda dengan mendiang ayahnya. Dulu ibundanya berkata tak bisa lagi menggunakannya karena pernikahannya dengan sang suami tercinta telah berakhir dan sekarang pria itu datang menemuinya membawakan pasangan dari cincin yang disimpan ibundanya, cincin indah berbahan emas putih yang nampak seperti perak.
"Itu cincin…"
"Aku selalu ingin mengembalikannya pada ibumu tapi tak pernah bisa kulakukan, setiap kali ingin menemuinya selalu saja rasa bersalah itu kembali menyiksa"
"Jadi benar kau appa? Tapi…"
"Kecelakaan itu hanya rekayasa untuk menipu musuh besarku, maaf jika aku harus berbohong pada kalian"
"Appa, ini kebohongan besar"
"Aku tahu tapi mengertilah, ini terpaksa kulakukan demi memastikan keselamatan kalian dan sekarang aku kembali juga dengan alasan yang sama"
"Apa?"
"Choi Hyun Jee berada di kota ini jadi appa harus menghalanginya untuk mendekati kalian termasuk adikmu, kurasa dia berniat mengicarnya"
"Siapa itu Choi Hyun Jee?" kata Oliver bingung karena meski ia tahu ayahnya adalah mantan mafia tapi tak pernah benar-benar tahu siapa saja musuh sang ayah.
"Jadi, bisa kau bantu appa menemui ketiga saudaramu?"
"Tentu tapi itu agak mengkhawatirkan, hyung akan sangat marah"
"Akan kuhadapi"
***
Setelah menunggu lama, akhirnya pria bernama lengkap Choi Hyun Jee itu menemukan waktu dan situasi yang tepat untuk melaksanakan rencananya. Sasarannya anak perempuan Imamura yang sedang terbaring tak berdaya. Illona sangat mudah dilumpuhkan dan ketika bangun pun dia tak bisa berbuat apa-apa, karena obat-obatan yang diberikan anak buah Hyun Jee telah melumpuhkan tubuhnya. Sekarang saja dia hanya bisa merangkak ketika jatuh dari ranjang.
"Maaf, harus menjadikanmu tawanan. Tapi, untuk memancing Imamura, kau adalah umpan terbaik saat ini."
"Apa kau sudah gila? kau ingin memancing orang yang sudah tiada?"
"Sepertimu, aku juga pikir dia sungguh tewas tapi tidak, semua kecelakaan itu hanya rekayasa untuk menipuku"
"Apa?"
"Tunggu saja, kau akan melihat sendiri ayahmu muncul dalam keadaan baik-baik saja"
Illona sangat terkejut mendengarnya dan sulit untuk mempercayainya. Selama bertahun-tahun ia rajin mengunjungi makan sang ayah bersama ibundanya dan sekarang pria tua di hadapannya itu membuat lelucon yang tak masuk akal.
"Kau benar-benar sinting"
"Sampai dia datang kau harus dibuat tenang" kata Choi Hyun Jee menoleh pada salah satu anak buahnya yang seketika menghampiri Illona dan menyuntukkan sesuatu kelengannya. Illona sempat melawan tapi ia tak bisa karena tubuhnya sangat lemah bahkan saat dirinya dibawa paksa dari kediaman kakaknya ia sudah dalam kondisi sangat lemah. Ia tak mengerti bagaimana orang-orang asing itu muncul dan melumpuhkan anak buah kakaknya tepat ketika Kenzi baru saja pergi. Suasana kediaman sang kakak sangat tenang saat itu hingga para pria berpakaian gelap datang dan membuat kekacauan dengan membawa Illona pergi. Sempat ia melihat perkelahian juga penembakan tapi ia tak bisa berbuat apapun karena saat dibawa pergi Illona sudah dalam pengaruh obat hingga jangankan melawan, ia bahkan nyaris tak bisa bergerak.
"Apa yang kau lakukan padaku akan membawamu berada dalam masalah"
"Oh ya? Ayahmu bukan lagi bagian dari Yakuza"
"Aku tidak bicara soal appa, tapi Keni, sahabat monsterku itu akan membunuhmu"
"Apa yang kalian tunggu!! buat dia tenang, aku tak suka berdebat dengan wanita"
***
"Tuan tenanglah. Kau hanya akan memperburuk masalah," kata Ichiro saat melihat tuannya itu mengeluarkan senapan beracun yang sudah lama tak pernah dipegangnya.
Kenzi terlihat sangat marah. Sorot matanya mengerikan. Ichiro ingat betul tatapan mata itu, yang mengingatkannya pada hari di mana ayah dari pimpinan Yakuza saat ini tewas dengan cara mengenaskan di tangan Kenzi, meskipun bukan dengan pistol yang dibawa tuannya saat ini.
"Dia berani menyentuh Illona. Itu artinya dia sedang menantangku," Kenzi memasukkan pistolnya ke dalam saku dan berlalu pergi.
Ichiro gagal mencegahnya, apalagi kendaraan yang dibawa Kenzi beberapa kali lebih cepat dari laju kendarananya, hingga sulit sekali untuk bisa menyusulnya.
"Apa yang kalian lakukan? Kejar tuan Kenzi!!!" teriak Ichiro pada anak buah Kenzi yang hanya bengong melihat tuan mereka pergi.
Sementara itu, Kenzi dengan kemarahan di dadanya yang sudah siap ia ledakkan segera menyalakan peta GPS di layar lebar yang ada di samping kemudi. Ia kemudian menekan layar itu dan mengarah pada denah lokasi yang sempat dilaporkan Ichiro menjadi tempat Illona disekap. Tidak butuh waktu lama untuk bisa mengetahui kemana Illona dibawa pergi tapi tetap saja Kenzi menganggapnya lambat karena ia baru mendengar keberadaan pujaan hatinya itu setelah tiga hari sejak kabar diculiknya Illona ia terima.
Tangannya mencengkeram erat kemudi dan jika saja kemudi hingga buku-buku jarinya memutih. Tanpa peduli dengan kendaraan di sekitarnya, Kenzi beberapa kali memotong jalan hingga membuat beberapa kendaraan nyaris tertabrak body baja mobil sportnya. Suara klakson yang dibunyikan penuh emosi dihadiahkan pada Kenzi yang bahkan tak peduli sekalipun polisi akan mengejarnya. Satu-satunya yang ia pedulikan hanyalah Illona dan ia benar-benar takut, karena baru di hari ini ia berhasil mendapatkan informasi keberadaan Illona yang dibawa dalam keadaan lemah ketika pujaan hatinya itu bahkan baru pulih.
"Aku akan menyelamatkanmu," kata Kenzi terus mengemudikan mobilnya dengan kecepatan yang semakin menggila dan bahkan mungkin laju mobil balap di lintasan saja bisa kalah dengannya.
Untungnya hari ini Kota Paris tidak terlalu padat, hingga ia bisa melajukan kendaraannya dengan kecepatan segila itu, yang jelas-jelas melanggar aturan berkendara. Hanya butuh waktu kurang dari setengah jam Kenzi tiba di lokasi gedung yang diberitahukan Ichiro dan dua anak buahnya.
Tiba disana Kenzi langsung menuju gedung dimana anak buah Choi Hyun Jee sudah berjaga. Tanpa rasa takut ia melawan anak buah Choi Hyun Jee hingga ia tiba di depan ruangan yang di dalamnya adalah tempat Illon ditahan.
"Selagi aku belum ingin melepaskan peluruku, sebaiknya minggir kalian. Atau, kalian ingin mencicipi racun dari peluruku saat menembus batok kepala kalian?"
"Sebaiknya jangan ikut campur."
"Illona ditahan di tempat ini dan kalian memintaku jangan ikut campur?" kata Kenzi yang sudah tak bisa menahan amarahnya lagi dan saat itu ia pun melepaskan tembakan ke salah satu pria yang menghadang jalannya.
Pria itu langsung jatuh tersungkur dan dalam hitungan detik mulutnya sudah mengeluarkan darah bersama busa berwarna kehitaman yang sangat pekat. Beberapa teman pria itu tampak shock melihatmya dan mereka akhirnya memberikan jalan pada Kenzi sebelum hal serupa terjadi pada mereka.
"Beraninya kau menahan wanitaku!" kata Kenzi saat memasuki ruangan di hadapannya di mana Choi Hyun Jee sedang berdiri di depan seorang pria yang sedang memegang sebuah botol di tangannya.
"Hayate Kenzi?"
"Ya, ini aku. Bagus sekali kau mengingatku karena sayang kan jika kau melupakan aku, kau akan mati penasaran karena tidak tahu siapa yang membunuhmu," kata Kenzi yang memang mengenal sosok pria itu yang pernah berhadapan dengannya bahwa nyaris tewas ditangannya. Beberapa tahun lalu ia sempat memburunya atas perintah ayah angkatnya yang menganggap Choi Hyun Jee sebagai musuh lantara bekerja pada komplotan mafia lainnya dan selama ini menjadi musuh Yakuza. Sambil mengarahkan pistolnya dan bersiap melepaskan kembali peluru monsternya ia menghampiri Choi Hyun Jee.
"Jangan, Kenzi. Kau tak boleh mengotori tanganmu dengan darah orang ini…" seorang pria dengan enam anak buahnya mendadak muncul dan Kenzi menatapnya bingung karena ia bahkan tak mengenal pria itu.
"Siapa kau?"
"Aku akan menjawabnya nanti, sekarang selamatkan dulu wanitamu, soal pria ini biar menjadi urusanku"
"Illona," saat itu amarah Kenzi mereda seketika saat teringat Illona.
Bergegas ia menuju kamar tempat Illona disekap. Gadis itu tampak sangat lemah, bahkan saat Kenzi memanggilnya Illona hanya menyahutnya dengan suara yang sangat pelan.
"Keni."