Sementara Kenzi sedang berbicang masalah keluarga dengan sang ayah di tempat lain ada belasan pria di temukan dalam keadaan tak bernyawa. Garis polisi terpasang dilokasi tempat para pria itu di temukan. Tidak seorangpun mengetahui siapa dalang di balik pembantaian sadis itu yang membunuh beberapa pria bersenjata tanpa identitas. Ada dugaan mereka adalah pembunuh bayaran yang sempat mengepung rumah sakit Oliver tapi itu tak bisa dipastikan karena orang-orang itu tidak memiliki identitas bahkan ujung jari mereka sudah dalam keadaan terbakar seakan sengaja dibakar untuk menghilangkan sidik jari. Ini bukan sekedar pembunuhan biasa tapi pembunuhan sadis.
Ichiro yang menyaksikan suasana ramai di salah satu sudut kota paris dan tertutup garis polisi itu hanya tersenyum. Berdiri di sebrang jalan melihat lokasi kejadian telah cukup ramai di padati polisi dan wartawan membuat Ichiro merasa lega, anak buahnya sudah bekerja dengan sangat cepat menemukan para pembunuh bayaran itu bahkan sebelum mereka menyusun ulang rencana yang gagal dan mengakibatkan tuannya tertembak di rumah sakit.
"Bagaimana tuan? Apa ada yang harus kami lakukan lagi?" tanya pria berbadan besar yang berdiri di samping Ichiro.
"Tidak ada, kalian hanya perlu pastikan tidak ada bukti tertinggal"
"Anda tenang saja, kami selalu bekerja dengan rapi"
"Bagus" kata Ichiro sembari berjalan masuk ke dalam mobil yang membawanya pergi dari tempat itu menuju rumah sakit tempat Illona sedang di rawat.
***
Sebulan berlalu sejak kondisi Illona membaik, pernikahan digelar keluarga Lee untuk menikahkan Illona Lee dengan Hayate Kenzi. Lokasi pernikahan itu berada di salah satu hotel mewah milik anggota keluarga Lee, Heiji Star Hotel yang sebelumnya bernama Liam Ten Hotel. Keluarga besar Kang bahkan hadir dalam pernikahan itu dan untuk pertama kalinya mereka bertemu sang keponakan yang sejak bertahun-tahun lalu menghilang. Selain itu ada keluarga Lee, keluarga Daichi yang turut menghadiri pernikahan itu termasuk juga keluarga besar ibu kandung Illona, keluarga Baskara. Empat keluarga besar berkumpul rumah besar William Lee yang dijaga ketat para pengawal keluar Lee, bahkan juga polisi. Ada banyak wartawan meliput jalannya pesta pernikahan super megah itu dan dihadiri banyak kolega dari berbagai kalangan.
"Illona, selamat ya" kata Debora yang sejak kekacauan di kediaman suaminya dan membuat Illona diculik ia hampir tak punya waktu untuk menemaninya.
"Terima kasih, kau baik-baik ya dengan oppa, karena setelah pesta hari ini aku tidak akan tinggal denganmu disana, Keni berencana membawaku ke rumah barunya"
"Iya, aku tahu, kudengar dia menyiapkan mension yang indah untukmu"
"Aku tidak tahu, dia tak mau memberitahuku, katanya ini kejutan"
"Ternyata dia sangat romantis"
"Begitulah" kata Illona sembari menatap Kenzi yang sedang berbincang dengan ayahnya dan juga sang mertua. Sejujurnya ia agak terkejut saat mengetahui ayahnya dan sang mertua adalah sahabat bahkan juga ayah angkat suaminya. Entah bagaimana mereka memiliki masa lalu yang serupa dan Kenzi sempat membahas masalah ini dengan penuh kecemasan. Pria itu sangat takut jika Illona akan menarik kembali keputusannya karena tahu ia seorang mantan pembunuh bayaran padahal Illona sendiri juga terlahir dari darah pria yang memiliki latar belakang kehidupan yang tak jauh berbeda dengan Kenzi. Ayahnya juga pernah hidup seperti Kenzi bahkan lebih buruk sampai harus merekayasa kematiannya. Membuat Illona harus mendatangi makam kosong bersama ibu dan ketiga kakaknya yang belakangan baru ia ketahui kalau ternyata ibu kandungnya bukanlah Margareth Lee melainkan Irina Baskara yang itu semua menjawab pertanyaan dalam benaknya selama ini mengapa wajahnya tidak seperti kebanyak anggota kelurga Lee yang memiliki ciri khas Eropa yang cukup kental.
"Jadi apa rencanamu setelah ini?" tanya Debora yang sempat mendengar kalau Illona mengalami masalah dengan saraf di tangannya hingga membuatnya kesulitan untuk kembali melukis.
"Entahlah, aku hanya akan menjalani terapi untuk tanganku"
"Kau akan kembali bisa melukis, percayalah"
"Kuharap begitu"
"Akan kupastikan kau tetap bisa melukis sekalipun dengan cara yang berbeda" kata Kenzi yang tiba-tiba sudah berada di sampingnya dan melingkarkan tangan kekarnya di pinggang kurus Illona.
"Bagaimana caranya?"
"Akan kuciptakan sesuatu yang akan membuatmu bisa kembali melukis"
"Apa itu?"
"Teknologi, kau lupa itu salah satu keahlianku?"
"Entahlah, aku tak yakin itu bisa membantu"
"Pasti bisa, percayalah"
"Aku percaya"
***
Menjelang malam ketika pesta usai di gelar Illona meninggalkan hotel menuju rumah barunya yang sudah dipersiapakan Kenzi di sebuah tempat baru yang berada 300 km dari rumah kediaman kakak sulungnya.
Mansion baru yang bahkan bau catnya masih tercium itu terlihat sangat nyaman bagi Illona. Ada halaman luas yang indah dengan air mancur, meski letaknya agak mendekati pusat kota.
"Dulu aku berencana membangun galeri di tanah ini, tapi beberapa waktu lalu kubatalkan," kata Kenzi saat ia berjalan masuk ke tempat tinggal mereka yang tampak dijaga para pengawal lengkap dengan CCTV di hampir setiap penjuru rumah.
"Kenapa?" tanya Illona saat Kenzi membawanya menuju kamar paling ujung dengan gorden berwarna perak berhiaskan bunga-bunga yang rajut dengan benang berwarna emas.
"Sebab aku baru sadar, bukan galeri yang ingin kubangun, tapi hidupku denganmu," kata Kenzi menghentikan langkahnya begitu tiba di dekat jendela dan menghadapkan tubuhnya kepada Illona.
"Jadi, karena itu kau membatalkannya?"
"Iya. Kau lebih berharga dari ribuan galeri dan jutaan karya seni."
"Meski aku tidak semenarik dulu?"
"Kau sempurna untuk orang sepertiku."
"Orang sepertimu?"
"Iya, seseorang yang tak kenal cinta, tapi akhirnya jatuh cinta karenamu."
Illona tak tahu bagaimana ia menggambarkan betapa bahagianya memiliki pasangan yang bahkan memujinya melebihi segala karya seni terindah di dunia. Entah bagaimana hidupnya. Jika bukan Kenzi pria yang akan ia nikahi, barangkali sepanjang hidup air mata adalah hal permanen yang mewarnai wajah dan hatinya. Para pria yang pernah mendekatinya hanya bisa ia lihat sebagai bibit patah hati yang kelak akan ada saat mereka pergi saat ia bukan apa-apa.
"Itu apa?" tanya Illona saat menyadari beberapa benda yang berputar di taman.
"Aku memasang CCTV di rumah ini."
"CCTV?"
"Aku sedikit paranoid karena peristiwa yang kau alami. Aku takut ada yang akan melukaimu lagi."
Illona tak tahu harus berkata apa, tapi memikirkan yang terjadi ia bisa mengerti kalau Kenzi akan bertindak hati-hati saat menyangkut keselamatannya.
"Sepertinya aku sudah membuatmu dalam kesulitan."
"Tidak sama sekali. Keadaannya memang demikian dan itu bukan salahmu."
"Apa kau membelinya karena kau tahu aku suka sutra?" tanya Illona mengalihkan pembicaraan, karena ia tak ingin merusak momen membahagiakan ini.
Kebetulan seprai di kamarnya seterasa seperti sutra dan bisa menjadi topik pembicaraan yang menyenangkan.
"Aku membelinya karena saat aku melihatnya tiba-tiba teringat rambutmu."
"Rambutku?"
"Dari dulu, di mataku rambutmu selalu terlihat seperti sutra."
"Benarkah?"
"Dan matamu terlihat seperti danau," Kenzi mendorong pelan tubuh Illona hingga terbaring di atas ranjang dan mendekatkan wajahnya dengan wajah Illona. "Sejak pertemuan kedua kita di Paris, aku selalu merasa seperti tenggelam dalam danau yang ada di matamu. Tapi, anehnya aku tak kesulitan bernapas. Di sana aku justru bisa bernapas seperti seekor duyung."
"Maaf, terlambat menyadarinya," kata Illona membelai wajah Kenzi yang membalas belaiannya dengan ciuman lembut dan mendarat tepat di bibir Illona yang mungil seraya tersenyum.
"Seumur hidupku ini adalah hari paling indah. Matipun aku tak akan menyesal."
***
Di sini letak belahan rasa bermuara
Melalui jejak sang surya
Rangkaian kata cinta
Sampai akhirnya membentuk kata kita...
Kita bukan dua yang saling kehilangan
Tapi dua yang saling dipersatukan
Dua yang diikatkan
Hingga hilangnya nyawa tak akan menjadi akhir
Seperti kisah ilusi yang tiba pada muara getir
Air mata tak akan menjadi aliran sungai kita
Luka tersingkir dari taman asmara loka
Dan hanya ada bianglala
Di antara luasnya istana kita