Chereads / Tragedi Cinta / Chapter 18 - Bagian 17

Chapter 18 - Bagian 17

Moscow, Rusia

Setelah mendapatkan uang yang sangat banyak dari Illona sebagai kompensasi, Bianca justru mengalami musibah besar. Rumahnya terbakar dan uang dalam brangkasnya dibawa kabur pria yang baru dua bulan ia nikahi. Dalam kondisi demikian, ia justru masih dikejar-kejar rentenir, karena utang dari suaminya yang ternyata sangat banyak dan menjaminkan sertifikat rumahnya, tapi kondisi rumah yang telah habis terbakar membuat harga rumah itu tak sepadan dengan utang suaminya. Para rentenir itu akhirnya meminta Bianca untuk melunasinya dalam bentuk uang tunai, tapi semua uang yang telah dibawa kabur suaminya, bagaimana ia bisa melunasinya?

Di saat ia tak tahu harus bagaimana, Bianca bertemu teman lamanya yang menawari pekerjaan gila dan selama ini tak pernah terbesit untuk dilakukannya. Kondisi Bianca yang terdesak membuatnya terpaksa menerima tawaran pekerjaan itu dan ia mengadaikan putri kandungnya sendiri. Sebagai ibu Bianca telah tega menjual putri kandungnya sendiri kepada mucikari untuk dijadikan wanita penghibur dan membuat kehidupan tenang Debora di rumah Illona hilang seketika. Wanita itu dengan anak buahnya membuat membawa pergi Debora dari rumah Illona entah melalui cara seperti apa tapi mereka benar-benar berhasil membawanya ke kota ini untuk dijadikan wanita penghibur seperti beberapa wanita lainnya.

Debora memang sudah tak bisa lagi menghasilkan uang sebagai model. Tapi, setidaknya tubuh putrinya itu masih berguna. Paling tidak untuk memberikan Bianca uang yang bisa ia gunakan melunasi utang suaminya dan kehidupannya. Jujur saja, sebagai ibu ia memang menyayangi putrinya. Tapi, sering kali ia juga membencinya, karena putrinya telah mengingatkannya pada petaka paling mengerikan pada hidup Bianca.

Dia melahirkan Debora setelah mengalami perkosaan. Itu sebabnya ia bisa mencintai Debora sekaligus membencinya. Namun, ketika dirinya dalam kondisi begitu buruk, entah ke mana perginya cinta itu. Bianca seolah tak merasakan cinta sedikitpun hingga tega menjual putri kandungnya sendiri untuk dijadikan wanita penghibur.

"Maaf, Debora. Tapi, aku membutuhkan tubuhmu untuk hidupku." gumam Bianca saat menyaksikan putrinya sudah terbaring di atas ranjang salah satu kamar tempat mucikari itu membawa putrinya. Sekarang Debora benar-benar akan hidup sebagai wanita penghibur dan Bianca adalah alasan mala petaka mengerikan berulang dalam hidup Debora.

"Kau bisa terima bayaranmu setelah dia memulai pekerjaannya"

***

Setelah cukup lama tak sadarkan diri, akhirnya Illona membuka matanya. Wanita itu kembali sadar dan kondisinya pun perlahan membaik. Tidak butuh waktu lama setelah sadar dari koma, Illona akhirnya bia kembali pulang. Namun, ketika ia pulang ke mension pribadi kakaknya dan mendapati berita kalau Debora dibawa pergi beberapa minggu lalu saat ia tak sadarkan diri, membuat Illona jatuh pingsan seketika. Beruntung Oliver ada di san18a dan segera memberinya bantuan medis. Butuh lebih dari dua hari untuk melihat Illona kembali sadar dan Kenzi menemaninya sepanjang waktu.

"Tolong… temukan Debora… segera," kata Illona saat membuka matanya.

Kenzi tak mengerti, kenapa dalam keadaan seperti ini dia masih saja memikirkan Debora, bukan dirinya sendiri.

"Kondisimu sudah separah ini, tapi kau masih memikirkannya?" kata Kenzi pada Illona yang seketika berusaha bangun dari tempat tidurnya. "Kau mau ke mana?"

"Kalau kau… tak mau… mencarinya… maka aku… yang akan… cari… dia."

"Jangan gila. Kondisimu begini, bagaimana mau mencarinya?"

"Karena itu…"

"Iya, aku akan cari Debora."

Kenzi tak tahu bagaimana ia bisa menang menghadapi wanita keras kepala ini yang bahkan tak peduli dengan hidupnya sendiri dan sibuk memikirkan orang lain. Sepertinya itu sifat Illona yang hanya peduli pada orang lain dan mengabaikan dirinya. Entah dari mana Illona mewarisinya, tapi yang jelas sifatnya yang satu itu benar-benar merepotkan.

"Hyung, tolong jaga Illona. Aku harus menghubungi seseorang," kata Kenzi saat melihat Stefan dan segera ia pergi dari kamar tempat Illona berbaring untuk menghubungi teman lamanya di Jepang.

"Lama tidak mendengar kabarmu. Kudengar kau sekarang sukses, bahkan…"

"Aku menghubungimu bukan untuk bicara soal ini, tapi aku butuh bantuan."

"Apa?"

"Berapa uang yang harus kukeluarkan untuk menyewa orang-orang Yakuza?"

"Kau ingin membunuh siapa?"

"Tujuan utamanya bukan itu. Aku ingin mencari seseorang. Seseorang menculiknya dari rumah kediaman kakak dari sahabatku. Cari dia dan bawa kembali. Siapapun yang menghalangi, kau bisa membereskannya dan mereka yang berani menyentuhnya kau juga boleh siangkirkan," kata Kenzi yang sebenarnya tak tahu ke mana Debora dan bagaimana anak buahnya akan menemukannya, tapi ia percaya mereka tak akan gagal.

***

Debora tak mengerti apa yang salah dengan hidupnya, kenapa tragedi berulang menimpanya. Baru saja ia hidup dengan baik, tapi dirinya sudah menusuk pria yang ia cintai dan kemudian ia ditipu seseorang yang datrang ke rumah Illona dengan mengatakan kalau ibunya sedang sakit keras. Namun bukannya kepada sang ibu ia dibawa tapi mereka membawanya ke tempat asing ini setelah membuatnya tak sadarkan diri.

"Kau sudah bangun?"

Debora seketika mengarahkan pandangannya mendengar suara itu. Ia langsung mengenali pria itu. Dia pria yang sama dan sempat membuatnya tak sadarkan diri dengan membekap mulutnya dengan sebuah kain namun ternyata itu berhasil membuatnya pingsan selama berhari-hri.

"Apa yang kau inginkan dariku?"

"Tubuhmu."

"Maksudmu?"

"Seseorang sudah menjualmu padaku dan itu artinya aku bisa menggunakan tubuhmu untuk apapun. Aku tidak akan menolerir perlawanan dalam bentuk apapun."

"Aku tidak mengerti, apa maksudmu?"

"Kau akan mengerti saat tiba di sana," kata pria itu dan beberapa saat kemudian dua pria bertubuh besar membawa Debora keluar dari kamar tempat ia sekap, lalu membawanya masuk ke dalam mobil.

Pemandangan di luar jendela mobil yang membawanya sama sekali tak ia kenali, tapi yang pasti ini kota asing.

"Bersiaplah. Malam ini kau akan bekerja dan panggil aku 'Tuan Robert'," kata pria itu yang baru kali Debora tahu namanya.

"Bekerjalah dengan baik. Aku akan menjemputmu besok pagi," kata Robert begitu Debora tiba di sebuah kamar hotel dan dia meninggalkannya seorang diri di sana.

Seorang pria yang tampak sudah berusia 60-an memasuki kamar itu dan tanpa perlu bertanya lagi, Debora segera tahu pekerjaan apa yang telah disiapkan Robert. Bajingan itu ingin menjadikannya wanita penghibur dan pria yang satu ini adalah klien pertamanya.

"Ternyata benar katanya. Kau sangat cantik."

Debora hanya diam saja mendengar pujian pria itu yang terasa seperti hinaan baginya. Karena, setelahnya ia harus melayani nafsu bejatnya seperti pelacur. Debora tak kuasa menolak karena setiap kali ia berusaha melawan pria tua bangka itu tak segan akan menghajarnya hingga Debora terpaksa menyerah.

Malam yang gelap berlalu demikian menyakitkan bagi Debora, hingga pagi tak lagi terasa indah untuknya saat ia terbangun dengan seorang pria memeluk tubuhnya.

"Terima kasih sudah menyenangkanku. Bayaranmu sudah kuserahkan pada Robert," kata pria itu saat akhirnya terbangun dan meninggalkan Debora dengan senyuman lebar seolah dia benar-benar puas telah menikmati keindahan tubuh Debora.

Tapi, hal berbeda dirasa Debora. Baginya ini sama sekali tak menyenangkan, melainkan menyakitkan. Selepas kepergian pria itu, ia tak kuasa menahan air matanya lagi dan tangisnya pun pecah sampai membuat dadanya serasa ingin meledak. Saat itu Robert muncul menyaksikan kondisinya yang menyedihkan.

"Untuk apa kau menangis? Dia menjualmu untuk ini."

"Dia? Siapa?"

"Ibumu. Bianca."

Debora benar-benar terkejut mendengarnya. Orang yang menjualnya adalah ibu kandungnya sendiri. Sulit dipercaya. Tapi, kenyataan ketika pria itu memaksanya melayani lelaki gila di hotel ini dan mengawal ketat dirinya hingga ia tak pernah bisa kabur adalah jawaban bahwa ia benar-benar dijual oleh seseorang demi uang, meskipun ibu kandungnya tak pernah terlintas dalam benaknya sebagai orang yang menjualnya.

"Cepat, pakai pakaianmu dan segera ikut denganku."

"Tapi…"

"Waktumu hanya lima menit."

Dengan perasaan hancur, Debora melaksanakan perintah Robert dan kembali ke tempat tinggalnya bersama para wanita penghibur yang ternyata bukan hanya ia satu-satunya yang mengalami nasib serupa. Ada seorang wanita yang entah siapa namanya. Dia tinggal satu kamar dengan Debora dan terus menangis kesakitan. Beberapa teman wanita itu menemaninya dan membantunya berdiri. Darah menetes dari dalam pakaian wanita itu.

"Kau harus menahannya. Tuan Robert tidak akan suka melihatmu seperti ini."

"Kau masih baru di sini?" tanya seorang wanita berambut panjang mendekati Debora.

"Iya."

"Pantas saja kau kaget melihat pemadangan seperti tadi. Di sini hal seperti itu sudah biasa. Aku bahkan beberapa kali harus mengalaminya."

"Apa?"

Di malam-malam berikutnya, sejak malam itu Debora selalu dihantui rasa takut akan bertemu monster yang telah membuat teman satu kamarnya berdarah-darah. Dari teman sekamarnya itu ia mendengar kalau para wanita penghibur kadang bertemu para klien yang bisa dianggap tidak waras. Mereka melakukan hubungan intim dengan cara yang tidak wajar dan berakhir melukai para wanita penghibur dengan cara yang mengerikan. Wanita malang yang dilihat Debora hanya salah satu di antaranya dan Robert tidak pernah memedulikan hal itu.

Bahkan, ketika satu di antara mereka tewas akibat perbuatan kliennya, Robert hanya memerintahkan anak buahnya untuk membuang mayatnya. Sebuah prilaku yang jauh dari nilai-nilai kemanusiaan. Ternyata selain William, ada orang-orang yang jauh lebih kejam dan mungkin bukan karena punya penyakt jiwa, tapi karena mereka sudah menjadi budak dunia. Demi kesenangan di dunia, orang-orang itu tak ragu menyakiti siapapun atau membunuh siapapun yang entah siapa akan menolong Debora, karena ia bahkan tak yakin kalau Illona sanggup menyelamatkannya dari cengkeraman Robert. Dia bukan William yang akan langsung patuh dengan Illona dan Debora benar-benar nyaris putus asa. Sedikit sekali harapannya untuk bisa keluar dari kehidupan mengerikan ini.

"Namanya Carlotte. Dia yang akan menemani Tuan malam ini," kata Roland pada seorang pria bermata hijau saat Debora tiba di sebuah mansion pribadi yang sangat mewah.

Di sebuah kamar yang sangat luar, Debora berhadapan dengan pria itu yang mungkin berusia sebaya William dan tampan. Sayangnya cara hidupnya mengerikan. Pria itu tersenyum pada Debora yang melihat senyumnya entah mengapa ia merinding. Dia terlihat menakutkan, tapi Debora tak bisa menolak hingga ia hanya bisa pasrah saat pria itu membawanya ke sebuah kamar.

Di sana Debora dipaksa melepaskan pakaiannya, sementara pria itu mengabadikan hal memalukan dengan ponsel mewahnya. Debora tak bisa menolak dan inilah hal terburuk dari segala keburukan yang terjadi dalam hidupnya. Tidak lama lagi seluruh dunia akan melihatnya sebagai pelaku video porno dan tak bisa ia bayangkan apa yang akan menimpanya setelah ini. Debora sudah merasa tak memiliki apapun lagi. Ia hanya bisa menjadi pemuas nafsu para lelaki bejat itu tanpa bisa menolak, sementara uang hasil kerjanya dinikmati sang Ibunda. Saat ini ibundanya pasti hidup senang dengan semua uangnya yang sudah tentu tidaklah kecil. Tubuhnya berharga mahal.

"Aku harap ibuku bahagia setelah dia menjual seperti ini. Ma, baik-baiklah dengan uang yang sudah kau dapatkan dariku," kata Debora sembari menatap ke arah ponsel pria itu, yang ia gunakan untuk menyampaikan pesan rahasia yang semoga saja sampai pada Illona.

***

Adrian baru saja kembali setelah mengurus beberapa hal. Begitu tiba di Paris, ia segera mendatangi kantor pusat Lee Ten Group untuk menemui salah seorang kawannya yang dulu membantunya mencari asisten untuk mengantikannya. Tapi, betapa terkejutnya ia saat mengetahui nama perusahaan yang terpajang pada atap gedung pencakar langit itu bukan lagi Leam Ten Group, tapi Heiji Group yang dulu ia tahu merupakan perusahaan milik Kenzi. Entah apa saja yang sudah terjadi dan bagaimana perusahaan itu bisa menggantikan perusaahan kakak dari atasannya.

"Adrian!" seorang wanita menegur Adrian yang baru saja tiba.

Wanita itu adalah salah seorang rekannya di kantor. Namanya Caroline. Dia kepala divisi tenaga kerja di kantornya, bertugas melakukan seleksi serta melakukan penilaian pada para karyawan di perusahaan.

"Caroline?"

"Kau ke mana saja? Mereka bilang kau menghilang dan tidak bisa dihubungi."

"Maaf, ada sedikit urusan dan aku meninggalkan ponselku," kata Adrian yang memang sengaja meninggallkan ponsel canggihnya di apartemen dan membawa ponsel lamanya. Itu kebiasaannya setiap kali ia datang menemui tuannya agar tidak ada yang bisa melacaknya.

"Kau ketinggalan berita besar."

"Apa?"

"Perusahaan tempat kita bekerja dimerger. Andai kau ada di sana, aku tak bisa bayangkan seperti apa bingungnya. Para karyawan saja yang mendengar berita itu panik. Aku bahkan hampir pingsan saat mendengarnya."

"Merger? Kau bilang merger? Penyatuan dua perusahaan?"

"Ya, dan perusahaan tempat kita bekerja di ambil alih seluruhnya pada Heiji Group, termasuk aset."

"Lalu, nasib para karyawan?"

"Kami hanya diminta mengisi form persetujuan untuk melanjutkan pekerjaan, tapi sebagai status pegawai Heiji Group"

"Apa presdir ada di dalam?"

"Maksudmu Nona Illona?"

"Iya."

"Sekarang presdir kita adalah pemiliki Heiji Grup, bukan Nona Illona lagi."

"Terima kasih. Aku harus pergi dulu,"

***

"Illona, maafkan aku tidak pernah memberitahumu. Aku takut kau banyak pikiran dan kesehatanmu semakin terganggu," Kenzi benar-benar bingung bagaimana ia harus memberi tahu Illona tentang merger perusahaan yang sangat rumit untuk ia jelaskan.

Jangankan Illona, bahkan para karyawan saja kebingungan sampai membuat demonstrasi besar-besaran di depan kantor tepat di hari pertama ia datang ke kantor itu, hanya sehari setelah informasi merger perusahaan diumumkan. Saat itu Illona sedang tidak sehat dan Kenzi berusaha menutupinya dengan melarang para pegawai memberitahunya, bahkan juga para pelayan. Tidak satu pun yang berani menyalakan TV. Tapi, akhirnya pagi itu Illona tiba-tiba menyalakan TV dan melihat berita merger perusahaan yang cukup membuat gaduh para investor yang mengemukakan keberatan mereka di depan awak media, karena tak pernah diberi tahu dan diputuskan sepihak oleh William.

"Sekarang pikiranku semakin banyak, karena aku tahu dari TV. Katakan padaku, kenapa perusahaan Oppa dimerger terlebih oleh perusahaanmu? Apa perusahaan Oppa bangkrut? Kenapa tidak membicarakannya dulu dengan para investor?"

"Ini salahku. Jangan menyalahkannya," kata William yang akhirnya datang dan menyelamatkan Kenzi dari situasi menegangkan, hingga nyaris membuatnya pingsan di tempat. Ia sungguh tak tahu bagaimana menjelaskan situasi ini pada Illona dan hanya William yang bisa melakukannya.

"Kondisimu tidak memungkinkan lagi mengurus perusahaan. Kenzi tak akan bisa membagi otak dan perhatiannya mengurusi dua perusahaan besar sekaligus. Aku juga sudah tidak layak mengurus perusahaan. Satu-satunya cara adalah merger. Itu cara terbaik."

"Oppa."

"Aku menyerahkannya pada Kenzi, bukan pada orang lain. Jadi, kau tak perlu cemas. Dia sangat berkompeten dalam urusan bisnis"

"Aku tahu itu dan sama sekali tidak ragu. Tapi, masalahnya kenapa tidak pernah memberitahuku? Ini keputusan besar."

"Apa aku harus memberitahumu ketika kau sendiri saja tidak bisa meresponku?"

"Maksud Oppa?"

"Kau dalam keadaan koma saat itu."

Illona mengerti sekarang, mengapa kakaknya membuat keputusan secepat itu dan alasannya karena ia tak bisa berbuat apapun untuk perusahaan. Dan alasan lain mungkin ingin membebaskan Illona dari tanggung jawab mengurus perusahaan yang hampir tak bisa ia lakukan lagi dengan kondisinya saat ini.

"Lalu, nasib karyawan?"

"Baik-baik saja. Hanya status mereka yang sedikit berubah, dari karyawan perusahaan Liam Ten Group menjadi Heiji Group."

"Yakin baik-baik saja?" tanya Illona ragu dengan jawaban Kenzi, karena raut wajah sahabatnya itu tampak sedang menyembunyikan sesuatu.

Illona penasaran, apa yang membuat Kenzi terlihat cemas. Sepertinya ada masalah yang cukup rumit. Tatapan Illona seketika bergeser pada sang Kakak yang duduk santai dan pura-pura tak menyadarinya. Tapi, melihat kaki kakaknya yang disilangkan sambil bergerak-gerak gelisah, ia yakin pasti ada masalah.

"Percayalah. Semua baik-baik saja."

"Tidak. Ada yang kalian sembunyikan dariku. Dan kaki Oppa, aku hafal betul gerakan kaki itu saat Oppa sedang cemas," kata Illona yang seketika membuat William berhenti menggerakkan kakinya.

"Sebenarnya aku ingin mengatasinya sendiri. Aku tidak mau membuatmu memiliki beban pikiran," kata Kenzi kemudian yang sejujurnya ia sudah meminta William tidak bicara apapun terkait persoalan pengelola café yang datang melabraknya, karena tidak terima nama café sembarangan diubah oleh perusahaan. Padahal, café itu dibangun atas uang pribadi mereka dan Illona.

Sekalipun mereka tahu kalau sertifikat café itu sengaja menggunakan nama perusahaan sebagai pemilik, tapi itu sekadar untuk mengamankan usaha mereka dengan menggunakan nama perusahaan. Bukan untuk diambil alih. Apalagi sampai diganti nama cafenya seperti yang dilakukan Heiji Group kepada seluruh anak perusahaan, bahkan apartemen, hotel, hingga restoran yang sejak merger berubah nama menjadi Heiji.

"Katakan, apa masalahnya? Kalau kau menyembunyikannya, itu justru menjadi beban pikiranku."

"Baiklah. Jadi begini, ketika perusahaan sedang melakukan proses merger dengan menganti semua tempat usaha menjadi nama Heiji, dua wanita datang ke kantor dan melabrakku. Mereka tidak terima kalau nama café mereka diganti dengan nama Heiji."

"Dua wanita?"

"Iya, mereka pemilik café White Black Coffe yang ada di seberang apartemenmu."

"Wajar saja mereka tidak terima karena itu café dibangun dengan dana pribadi milik mereka dan aku, hanya demi keamanan usaha nama pemiliknya menjadi nama perusahaan, tapi asetnya milik kami pribadi. Kalau mereka marah itu bisa dipahami."

"Aku tidak tahu soal itu dan Hyung juga tidak cerita."

***

Silvia dan Selomitha segera mendatangi kediaman William saat mendengar kabar kepulangan Illona. Tapi tidak semudah itu mereka bisa masuk karena para pengawal melarang mereka masuk tanpa ijin. Silvia yang pembawananya tempramen seketika mengamuk di depan gerbang dan membuat kekacauan hingga Adrian datang. Kedatangan Adrian cukup berhasil meredakan emosinya karena kehadirannya membuat para penjaga bersedia membuka pintu setelah beberapa saat lalu mereka menolak membuka pintu untuk Silvia dan saudaranya. Bergegas kedua wanita muda itu masuk ke mension William dengan Adrian yang berjalan santai bersama mereka. Tidak lama kemudian mereka tiba di ruang utama mension mewah itu dan langsung disambut Illona yang kebetulan sedang berada di sana bersama dua pria bersamanya, salah satunya pria yang sempat berseteru dengan Silvia, presdir Heiji Group.

"Silvia, tenang dulu, kita bicarakan masalah ini pelan-pelan" kata Illona yang seakan bisa membaca isi pikiran Silvia saat melihat raut wajah temannya itu. Illona bahkan tak perlu bertanya alasan Silvia datang kemari dan sudah pasti ingin melaporkan soal papa nama café yang diturunkan paksa orang-orang Heiji Group untuk digantikan dengan papan nama baru bertuliskan Heiji Café yang tentu saja itu membuat Silvia marah besar. Nama Café itu adalah hasil kesepakatan Silvia, dengan saudaranya dan juga Illona yang tak bisa sembarangan orang asal ganti tanpa persetujuan mereka.

"Pria ini!! Sudah lancang menurunkan papan nama café kita dan mengklaim kalau café itu adalah milik perusahaannya" kata Silvia melemparkan amarahnya sembari menunjuk wajah Kenzi tanpa takut padahal saudaranya tak seberani itu. Tapi Silvia seakan tak peduli siapa pria yang sedang ditunjuk wajahnya itu.

"Itu karena dia tidak tahu White Black Coffe adalah milik kita bukan asset perusahaan"

"Keni, bisa kau minta anak buahmu mengembalikan papan nama White Black Coffe ketempatnya?"

"Tentu saja, sedari awal aku juga tak berniat melakukannya seandainya saja kakakmu tidak lupa memberitahuku perihal status café itu" kata Kenzi tersenyum ramah tapi matanya menatap tajam ke arah William yang hanya tersenyum. Pria satu itu benar-benar melupakan hal yang cukup penting hingga membuat Kenzi menghadapi masalah yang tidak perlu karena dirinya.

"Sudah dengar, ia akan mengembalikan papan nama kita ke tempatnya"

"Dan kau juga tidak boleh mengusik tempat usaha kami lagi" tegas Silvia meski ia sudah menurunkan tangannya tapi tidak dengan tatapan tajamnya.

"Tenanglah, aku punya belasan café sejenis untuk membuatku tak berniat menyentuh tempat usaha kalian, apalagi disitu nama Illona terlibat, mana mungkin aku berani"

"Tidak perlu khawatir, pria satu ini tak berniat membuat masalah denganmu atau juga saudarimu, ini murni hanya kesalahpahaman" kata Illona yang masih tetap bisa bersikap lembut meski lawan bicaranya sudah nampak seperti harimau kelaparan.

"Kalian duduklah, alangkah baiknya kita bicara sambil minum teh" kata William menatap para pelayan yang baru saja datang membawa beberapa cangkir teh ke hadapannya. Silvia duduk di hadapan Illona bersama saudarinya sementara Adrian duduk beberapa langkah di dekatny berhadapan dengan William.

"Jadi nona, boleh saya tahu apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Adrian menatap Illona dan William bergantian.

"Kau sepertinya sudah mendengar soal marger itu" kata William masih dengan sikap santainya padahal Adrian sudah terlihat bingung. "Kau kemana saja? Menghilang tiba-tiba sampai tak tahu aku membuat keputusan sebesar ini dan membuat gempar para investor" tanya William dan kali ini pertanyaannya sukses membuat Adrian kelabakan karena ia jelas tak bisa menjelaskan alasan kepergiannya yang tiba-tiba itu.

"Kondisiku sudah tidak memungkinkan mengurus perusahaan dan karena itu oppa memutuskan untuk melakukan marger dengan Heiji Group" kata Illona dan kali ini ia yang menjelaskan pada Adrian yang cukup kaget bahkan bingung. Silvia dan Selomitha juga sama bingungnya dengan penjelan Illona. Banyak perusahaan yang pimpinan atau pendirinya mengalami sakit parah tapi jarang sekali dari mereka terpaksa melakukan mager perusahaan hanya dengan alasan sakit. Ini sangat aneh dan IIlona sangat menyadari penjelasannya sangat sulit diterima akal sehat tapi ia tak bisa menjelaskan karena baginya alasan sang kakak juga cukup aneh meski tak bisa menentangnya.

"Jangan pertanyakan alasanku, itu sudah menjadi keputusanku" kata William memberi ketegasan pada Adrian untuk membuat pria itu tak melontarkan pertanyaan atas keputusan besarnya.

"Baiklah jika itu memang keputusan tuan tapi setidaknya biarkan saya tahu dipihak mana saya harus berdiri saat ini ataukah saya tidak dibutuhkan perusahaan lagi?"

"Kata siapa, kau tetap harus kembali pada perusahaan, dampingi Kenzi" tegas William yang sama sekali tak berniat melepas Adrian begitu saja dan ia ingin orang berbakat satu itu mendampingi Kenzi di perusahaan.

"Baiklah, jika itu keinginan tuan"

"Dan soal café kalian jangan khawatir, perusahaan tak akan menyentuhnya"