Chereads / Tragedi Cinta / Chapter 7 - Bagian 6

Chapter 7 - Bagian 6

William baru saja terbangun dari tidurnya. Ia terkejut saat menyadari dirinya sudah berada di kamarnya. Baju piama putih tampak membalut tubuh atletisnya. William mencoba mengingat apa yang terjadi semalam, tapi ingatannya hanya sampai ketika ia bersama Debora sedang minum. Setelah itu, ia tak ingat lagi apa yang terjadi dan kalau dari pakaiannya yang tergantung di kursi dalam kondisi kusut, sepertinya sesuatu terjadi semalam.

"Oppa sudah bangun?" tanya Illona setibanya di kamar William. Melihat raut wajah adik perempuannya itu, ia bisa menduga adiknya sedang marah besar. Tapi, kenapa dan apa alasannya William tak tahu. Ia tak pernah melakukan sesuatu yang bisa menjadi alasan adiknya marah.

"Ada apa? Kenapa wajahmu seperti itu?"

"Oppa, bagaimana bisa Oppa masuk dalam perangkapnya?"

"Maksudmu?"

"Apa Oppa tahu di mana semalam aku menemukan Opppa? Di kamar hotel bersama Debora."

"Apa?" William terkejut.

Ia sama sekali tak percaya dengan apa yang didengar dari mulut adiknya. Bagaimana mungkin ia berakhir bersama Debora di kamar hotel. Ia tak mungkin membiarkan wanita itu menyentuhnya, apalagi sampai membawanya ke hotel.

"Kalau tidak percaya, Oppa lihat saja sendiri," kata Illona menyerahkan sebuah kartu memori dari tangannya.

William segera bangkit dari tempat tidurnya dan memasukkan kartu memori itu ke laptopnya. Foto-foto mesra dirinya dengan Debora seketika membanjiri isi kartu memori itu. Bahkan, tidak sedikit dari foto-foto itu menampakkan dirinya bertelanjang dada dengan Debora yang tertidur dalam pelukannnya. Satu foto yang membuatnya terkejut adalah sebuah foto dirinya sedang berciuman dengan Debora dan sungguh itu tak masuk akal. Ia tak mungkin melakukan hal seintim itu dengan Debora yang bahkan bukan kekasihnya. Selama ini William tak pernah menganggap wanita itu, bahkan sikapnya bisa dibilang sangat dingin. Bagaimana mungkin ia bisa memiliki foto mesra dengan wanita yang bahkan bukan apa-apanya.

"Mustahil. Bagaimana mungkin?"

"Sayangnya Oppa terlalu mabuk untuk menyadarinya. Beruntung foto-foto ini bisa kudapatkan sebelum dia menyebarkannya."

"Debora, kau benar-benar…"

"Dan Oppa tahu, Debora tidak sendiri membuat foto-foto ini. Dua orang wanita membantunya. Salah satunya sepertinya aku kenal. Kalau tidak salah dia wartawan."

"Masalah ini biar Oppa yang mengurusnya. Kau tidak perlu terlibat," kata William yang sama sekali tak ingin adiknya sampai terlibat dalam urusannya dengan Debora.

Ia punya cara sendiri untuk mengatasinya dan Illona tidak perlu tahu. Seorang Debora sangat mudah ia atasi dan ia tahu cara membuat wanita itu menjauh darinya. William tahu persis tipe wanita seperti apa Debora. Dan menghadapi wanita semacam dia bukan hal yang rumit.

"Oppa, dia wanita yang mengerikan. Oppa harus hati-hati," kata Illona dengan perasaan cemas.

William menghadapkan kursinya kepada Illona seraya memeluk pinggang adiknya. Ditatapnya Illona dengan wajah tersenyum dan tatapan hangat. William tahu, Illona mencemaskannya. Tapi, ia tahu persis kalau dirinya bukanlah kakak yang perlu dicemaskan. Ia justru khawatir kalau Illona sampai berurusan dengan Debora. Bisa jadi wanita itu malah membuat adiknya dalam masalah.

"Adikku sudah tumbuh dewasa. Kau bahkan tahu bagaimana menyelamatkan kakakmu ini," kata William.

"Aku akan melakukan apapun untuk menyelamatkan Oppa dari ular betina itu."

William tertawa mendengarnya. Illona benar-benar polos, karena dia bisa menyebut Debora sebagai ular betina, tapi sama sekali tidak sadar kalau kakak yang dikhawatirkannya lebih mengerikan daripada ular. Sebagai kakak, William memang selalu menampakkan sisi tenang dan sabar, hingga Illona tak pernah benar-benar tahu kepribadian aslinya yang sangat mengerikan.

"Apa wanita itu sudah membuatmu marah?"

"Tentu saja. Dia sudah menjebak Oppa."

"Baiklah. Oppa akan menyelesaikannya dengan sangat baik."

Oliver yang berada di luar kamar dan mendengar pembicaraan kakak tertuanya dengan Illona seketika merasa cemas. Ia sangat mengenal baik seperti apa tabiat buruk kakaknya yang bisa dikatakan lebih mengerikan dari monster dan Illona tak tahu apa-apa tentang hal itu justru memancing sifat asli kakaknya keluar. Ia tak tahu hal buruk apa yang akan terjadi pada Debora. Meskipun wanita itu sudah berbuat buruk terhadap kakaknya, tetap saja ia cemas, karena yang dilakukan kakaknya bisa jadi lebih buruk dari apa yang dilakukan Debora. Hidup wanita itu benar-benar akan berakhir tragis seperti musuh-musuh kakaknya. Oliver berharap kakaknya tidak akan menikmati permainannya. Karena jika tidak, Debora akan terjebak dalam permainan yang tak bisa dilepaskannya sampai kapan pun.

***

Sebagai anak perempuan satu-satunya di rumah, Illona mendapatkan perhatian lebih dari ibu dan ketiga kakak laki-lakinya. Ia sangat dimanja, diperlakukan dengan baik, bahkan jika ada yang berani menganggunya, kakak-kakaknya tidak akan segan bertindak. Terlebih William. Dia memperlakukan Illona lebih protective dari perlakuannya kepada kedua adik lelakinya.

Sejak kecil kondisi Illona memang cukup mengkhawatirkan. Setelah sadar dari koma akibat luka yang ia derita karena percobaan pembunuhan oleh ibu kandungnya sendiri, gadis itu tak pernah berhenti menangis. Margareth bahkan harus sabar menghadapinya. Tidak mudah membuat gadis itu bisa memercayainya setelah semua yang terjadi. Bahkan, saat dia mulai percaya, Margareth masih sulit membuat Illona dekat dengan ketiga putranya. Tapi, waktu dan kesabarannya membuahkan hasil. Setelah beberapa minggu Illona tinggal bersamanya, dia mulai bisa dekat dengan ketiga putranya.

Setelah tumbuh dewasa, Illona menjadi gadis yang cantik dan tumbuh normal seperti kebanyakan wanita pada umumnya. Kecemasan Margareth pada kondisi Illona dulu perlahan lenyap. Dan ia sangat terbantu dengan putra tertuanya yang sering bertindak seperti seorang ayah. William memang lebih dewasa dari adik-adiknya dan sangat pandai menyimpan emosinya. Dia jarang memperlihatan kemarahannya pada siapapun, membuat William tampak sebagai kakak yang sabar. Illona bahkan bisa dibuatnya menurut, tak ubahnya anak perempuan dengan ayahnya. Sekalipun demikian, ia sering cemas dengan tabiat buruk putra tertuanya yang ketika sudah marah tak seorang pun bisa menduga bagaimana dia akan bertindak. Apalagi ketika putranya itu diprovokasi, dia akan sangat mirip dengan mendiang mantan suaminya yang tidak akan berpikir dua kali untuk menghancurkan seseorang. Sifat protective William bisa menempatkan seseorang yang dianggap menganggunya atau menganggu keluarganya berada dalam bahaya besar.

Sejak mendengar bagaimana semalam putranya kembali dalam keadaan tak sadarkan diri setelah ditemukan di dalam hotel bersama seorang wanita, perasaannya sudah sangat gelisah. Ia sempat meminta Illona untuk tidak mengatakan apa yang terjadi tadi malam, tapi gadis itu menolak. Dia tak ingin wanita yang sudah menjebak kakaknya begitu saja melenggang bebas tanpa mendapat pelajaran.

Margareth tak bisa berbuat apapun, karena ucapan putrinya benar meskipun ia juga cemas putra tertuanya akan bertindak di luar batas. Sebagai ibu, ia berusaha membuat sifat lama William menghilang dan membuat putranya hidup dengan baik. Tapi, sepertinya itu bukan hal mudah. Terlebih putrinya yang tak tahu apa-apa tanpa sengaja telah memprovokasi William. Entah apa yang akan terjadi pada wanita itu. Terlepas perbuat buruknya, ia tetap khawatir tindakan mengerikan akan dilakukan putranya.

"Aku tahu Eomma khawatir, tapi tidak ada yang bisa kita lakukan."

"Stefan," kata Margareth saat melihat putra termudanya sudah berada di dekatnya.

Setelah sekian lama, ini pertama kalinya ia benar-benar bicara dengan putranya itu setelah kemarahannya enam tahun lalu, mengetahui kepribadian menyimpang Stefan. Apa yang terjadi saat itu tak ada apa-apanya daripada apa yang akan terjadi kemudian jika William tak bisa menahan amarahnya.

"Wanita itu yang sudah memprovokasi Hyung."

"Apa kau akan membiarkan hyung-mu bertindak sesuka hatinya?"

"Kalau bisa mencegahnya, tentu sudah kulakukan. Tapi, bagaimana mungkin? Eomma tahu bagaimana Hyung kalau sudah kehilangan kesabaran."

"Eomma masih sering memimpikan malam itu," kata Margareth kemudian.

"Malam itu?"

"Malam ketika ayahmu menghajar bocah lelaki yang pernah memukuli kakakmu," kata Margareth menceritakan kenangan mengerikan tentang mendiang suaminya ketika mereka masih bersama.

Saat itu usia William masih sangat kecil. Dia sangat penakut hingga sering kali dibully oleh teman-teman sebayanya. Suatu hari William mencoba membalas perbuatan mereka, tapi dia justru dihajar habis-habisan. Suaminya yang tahu hal itu, mendatangi bocah yang menyakiti William. Sekalipun Margareth tak pernah menduga apa yang akan dilakukan suaminya sampai ketika William tiba-tiba menghilang dan ia mencarinya.

Saat itu ia menemukan William di sebuah jalan sepi sedang menyaksikan ayahnya memukuli seorang bocah hingga tak sadarkan diri. Ketika itu Margareth tak pernah berpikir kalau pemandangan demikian akan menganggu kejiwaan putra tertuanya. Ia hanya mengira William akan ketakutan dan seiring waktu kenangan itu akan dilupakannya, hingga tak akan berdampak apapun padanya. Tapi, ternyata ia salah. Beranjak dewasa William menunjukkan prilaku yang tidak biasa.

Dia jarang menunjukkan emosinya, bahkan ketika mendengar kabar kematian sang Ayah, William satu-satunya yang tetap memperlihatkan ekpresi datar, seolah kabar duka itu bukan apa-apa baginya. Semakin dewasa kepribadian William kian dingin, tapi di balik semua itu dia menyimpan banyak kebencian kepada orang-orang di sekitarnya. Hingga beberapa tahun lalu seorang pejabat yang dikenal dekat dengan putranya tiba-tiba mengakhiri hidup dengan cara gantung diri di selnya. Tindakan itu dilakukannya setelah dia dinyatakan bersalah dalam kasus perdagangan obat terlarang, padahal pejabat tersebut sangat anti dengan narkotika. Dalam persidangan, dia terus membantah semua tuduhan dan menuduh putranya memanipulasi barang bukti.

Setahun kemudian Margareth baru mengetahui kalau pejabat itu adalah ayah dari teman sekolah William yang dulu sering mengejeknya sebagai anak pembunuh. Awalnya Margareth sama sekali tak menganggap kematian pejabat tersebut terkait putranya. Tapi, setelah setahun berlalu, ia mengetahui dari salah seorang mantan wartawan yang mengatakan bagaimana putranya menjebak pejabat tersebut dengan bukti palsu.

Hal demikian bukan terjadi sekali atau dua kali, tapi berkali-kali kepada orang-orang yang berani mengganggu William atau keluarganya. Bahkan, pernah suatu ketika seorang tetangganya menggoda Margareth dengan kata-kata yang melecehkan dan tidak lama kemudian tetangganya tersebut ditangkap polisi dengan tunduhan sebagai salah satu anggota perampok yang sedang diburu. Saat itu ia tak ingin mengakui kalau putranya terlibat, tapi demi memastikan ia pun bertanya pada William dan jawaban William membuatnya kaget bukan main. William sama sekali tidak membantahnya, tapi dia juga tidak menyesali perbuatannya. William mengatakan, pria itu pantas dihancurkan karena telah merendahkannya. Margareth akhirnya menyadari kepribadian suaminya telah diwarisi sepenuhnya oleh putra tertuanya, William.

Jika kemudian Margareth cemas dengan nasib Debora, bukan hal berlebihan karena percaya atau tidak putranya bisa menjadi malapetaka pada gadis itu. Apalagi William selalu menggunakan uang dan kekuasaannya untuk menyelesaikan masalah, bahkan sekalipun itu adalah cara yang ilegal.

Di satu sisi, putranya adalah sosok yang menjunjung tinggi kejujuran dan kepercayaan. Tapi, di sisi lain putranya juga orang dengan tabiat buruk di mana dia bisa melakukan segala cara untuk menghancurkan hidup orang lain, bahkan meski dengan cara curang. Dua kepribadian yang bertentangan ini membuat Margareth cemas, karena ia tak tahu kapan sisi mengerikan itu muncul dan kapan sisi baik putranya mengambil kendali. Sekalipun ia adalah ibu dari William, tetap saja ia tak pernah benar-benar mengenalnya seperti bagaimana lamanya waktu yang ia habiskan dengan sang mantan suami, tak sungguh membuatnya mengenal sifat asli pria itu.

Ketika ia memutuskan membesarkan Illona, sempat Margareth cemas kalau putri angkatnya akan seperti mendiang mantan suaminya. Tapi, ternyata tidak demikian. Gadis itu sama sekali berbeda dengan mantan suaminya. Akan tetapi, dominasi sifat suaminya justru diwarisi William yang bisa berbuat apapun untuk melindungi apa yang ia anggap berharga dan menjadi miliknya. Bagi William, keluarga dan reputasi adalah hal berharga yang siapapun mencoba menganggu atau merusaknya, dia tak akan berpikir dua kali menghancurkan orang tersebut. Tak peduli siapapun dia, bahkan meski orang itu adalah adik dari sahabat baik William. Apalagi Debora, hanya adik tiri dari sahabat William yang akan membuat putranya tak akan menganggap penting hidup gadis itu.

"Eomma sebaiknya menjauh dari masalah ini. Tidak ada yang akan berubah meski Eomma terlibat, bahkan mungkin akan memperburuk keadaan."