Paris, Prancis
Sembilan belas tahun kemudian
Stefan Lee baru saja tiba di Paris untuk menghadiri sebuah pameran seni yang sedang diadakan sebagai bagian dari perayaan festival musim semi. Pria tampan dengan mata biru itu adalah seorang sutradara terkenal di Hollywood. Ciri khas Eropa yang tergambar dari kedua bola mata biru dan rambut pirang pria berusia 27 tahun itu menjadi salah satu daya tariknya selain profesi kerennya. Sebagai mantan aktor, pria lulusan sekolah seni itu jelas sangat populer. Meski bukan lagi seorang aktor, tapi namanya masih bertahan di antara nama orang-orang populer. Tapi, apa gunanya popularitas, wajah tampan, dan kekayaan jika Stefan bahkan tidak bisa memiliki seorang kekasih atau pasangan hidup? Semua menjadi sia-sia. Sayangnya itulah kehidupan yang harus dijalaninya ketika ia tak mampu merasakan ketertarikan terhadap wanita, tapi juga tidak bisa menjalin hubungan asmara dengan seorang pria lantaran memikirkan harga diri keluarganya.
Stefan sudah cukup membuat malu keluarganya dengan kenyataan dirinya yang seorang penyuka sesama jenis. Ia tak mau menambah berat beban hidup ibundanya jika sampai memiliki hubungan asmara dengan pria yang tak akan sanggup diterima sang Ibunda. Sekarang saja ibundanya sudah demikian hancur perasaannya dengan keadaan Stefan yang seumur hidupnya tak akan pernah menikah dan memiliki keturunan seperti kebanyakan orang.
"Bawa pulang barang-barangku. Aku akan menyusul," kata Stefan pada Jasper, sopir pribadi kakaknya yang datang menjemputnya di bandara.
"Tuan mau ke mana?"
"Aku harus mengunjungi pameran. Bukannya hari ini Illona sedang mengadakan pameran?"
"Iya, tapi…"
"Aku akan pulang terlambat."
"Tuan, tunggu!" teriak Jasper saat melihat Stefan tiba-tiba pergi.
Stefan sudah tidak lagi tinggal serumah dengan keluarganya setelah ia mengakui dirinya sebagai seorang penyuka sesama jenis di hadapan sang Ibunda yang meski tak mengusirnya, ia tahu persis kenyataan itu membuat ibundanya merasa tertekan. Itulah sebabnya Stefan pergi meninggalkan Paris enam tahun lalu dan menjadikan pekerjaan sebagai alasan agar ia bisa pergi dari rumah tanpa membuat ketiga saudaranya mengira ia diusir dari rumah. Secara langsung sang Ibunda memang tak pernah mengusirnya. Tapi, sikap yang ditunjukkan beliau sudah lebih dari cukup untuk membuat Stefan sadar bahwa kehadirannya tidak lagi menjadi kebahagiaan bagi sang Ibunda. Ia memutuskan pergi dari Paris dan menerima tawaran pekerjaan dari salah seorang temannya yang bekerja di sebuah perusahaan film di Hollywood.
"Kita sudah sampai, Tuan."
"Terima kasih. Ambil saja kembaliannya," kata Stefan menyerahkan beberapa lembar Euro pada sopir taksi yang mengantarnya ke depan galeri Fladimir Art. Sebuah galeri seni tua yang telah berdiri hampir berusia satu abad.
Stefan berjalan menaiki anak tangga di depan galeri yang terlihat ramai oleh para pengunjung. Tampak beberapa selebriti, bahkan wartawan di antara mereka. Stefan sempat mendengar di acara pameran ini para seniman dan selebriti berkumpul untuk mengadaan lelang yang dananya akan digunakan untuk kegiatan sosial membangun Rumah Sakit di Afrika sebagai bagian dari kerja sama para seniman dengan beberapa yayasan kesehatan dunia.
"Bukankah itu hebat? Kau bisa mencobanya."
"Iya, seperti tahun lalu dan kalau seingatku tanggapan mereka sangat bagus."
"Aku akan memikirkannya."
"Beberapa seniman pasti akan mendukungmu."
"Aku juga akan ikut membantumu."
"Terima kasih. Aku akan mempertimbangkannya."
Stefan memperhatikan percakapan adik perempuannya dengan tiga wanita berwajah Eropa dan seorang pria berwajah oriental yang tampak tidak terlalu asing di matanya. Mereka terlihat begitu akrab dengan adiknya. Bukan hal aneh jika adiknya bisa dekat dengan siapapun. Sejak kecil adik perempuannya memang punya banyak teman. Dia pandai bicara hingga membuat banyak orang menyukainya. Kehadiran Stefan sama sekali tak disadari adiknya, padahal keempat lawan bicara adiknya itu menyadari keberadaan Stefan yang seketika membuat mereka mengalihkan tatapan ke arahnya. Stefan baru kali ini datang ke galeri seni tempat adiknya mengadakan pameran. Biasanya ia bahkan tidak pernah menunjukkan wajahnya di acara pameran sang Adik.
Stefan seketika memeluk gadis cantik berambut panjang itu yang sedang berdiri membelakanginya. Pelukan Stefan yang tiba-tiba membuat gadis itu seketika terdiam hingga Stefan bersuara.
"Lama tidak bertemu, Illona," kata Stefan kemudian.
Illona melepaskan pelukannya seraya menatap sang Kakak. Sudah lama sekali Illona tak melihat wajah yang sangat ia rindukan. Padahal, dulu setiap bangun ia selalu melihat wajahnya yang tersenyum manis.
"Oppa[1]!" teriak Illona seketika melompat dalam pelukan Stefan yang hampir dibuatnya roboh, karena terlalu keras gadis itu menabrak tubuhnya.
Stefan yang melihat reaksi adiknya demikian gembira tak bisa menahan diri untuk tidak tertawa. Illona selalu saja tak bisa menahan perasaannya dan suka heboh sendiri, bahkan saat ini beberapa mata mengarahkan tatapan mereka ke arah Illona yang tiba-tiba berteriak sambil memeluk Stefan.
"Apa kabar, adikku?" kata Stefan saat Illona melepaskan pelukannya dan menatap Stefan dengan sorot matanya yang ceria, seceria senyuman lebarnya.
"Oppa kapan datang? Kenapa tidak memberitahuku?" tanya Illona yang tampak sekali betapa kehadiran Stefan membuatnya gembira.
Sejak bekerja di Hollwood, Stefan memang sangat sibuk, hingga jarang memiliki waktu sekadar mengabari keluarganya. Tak heran kalau kedatangannya ke galeri ini membuat Illona senang, meski beberapa orang tampak heran melihat reaksinya. Sejak berhenti meninggalkan Paris popularitasnya di kota ini hampir tenggelam. Tidak banyak lagi yang mengenalinya disini padahal dulu kemanapun ia pergi semua orang akan memperhatikannya. Apalagi sekarang Stefan bukan lagi aktor, tapi dia hanya seorang sutradara dengan rambut panjang dan kaca mata yang sangat berbeda jauh dari gaya penampilannya enam tahun lalu. Kesan serius, kaku, dan dewasa sangat kental pada sosok Stefan saat ini, yang sudah banyak berubah dalam enam tahun terakhir.
"Sengaja karena ingin memberimu kejutan."
"Oppa," kata Illona dengan sikap manja yang masih saja tidak berubah meski sudah bukan lagi remaja. Illona seolah tak peduli dengan empat pasang mata yang menatapnya heran, karena baru pertama kali melihat gadis yang selalu tampak anggun itu mendadak jadi begitu genit dan manja.
"Sekadar mengingatkan, kita tidak hanya berdua," kata Stefan yang seketika membuat Illona menyadari kalau ia sedang berada di galeri, bukan di kediamannya pribadi hingga bisa bertingkah sesukanya.
"Maaf, kami sudah lama tidak bertemu."
"Pria ini siapa?"
"Ini kakakku. Stefan Lee," Illona memperkenalkan kakaknya yang tentu saja membuat keempat kawannya tampak kaget.
Mereka baru mengenal Illona dua tahun terakhir. Tidak heran kalau mereka tidak tahu selain William Lee dan Oliver Lee masih ada Stefan Lee, kakak Illona yang paling muda.
"Kalian bisa memanggilku Stev," Stefan memperkenalkan diri kepada keempat teman adiknya. Kim Hae Rin, Amira, Sakura, dan Jung Woo Bin, teman Illona yang sama-sama berprofesi sebagai seniman.
"Aku pikir kau hanya punya dua orang kakak."
Hae Rin baru kali ini bertemu Stefan. Meski ia pernah mendengar kalau Illona punya saudara di luar negeri, tapi ia tak mengira kalau yang dia maksud adalah kakak lelakinya. Hae Rin sempat berpikir yang dimaksud Illona adalah sepupu atau bibi, karena sebagian besar saudara Illona di luar negeri adalah sepupu, bibi, atau paman.
"Oppa tinggal di Amerika, karena itu kalian tidak pernah melihatnya."
"Pantas saja."
"Illona," seorang pria memanggil Illona dari tengah galeri.
"Oppa, aku tinggal sebentar, ya. Jangan ke mana-mana."
"Oke."
Stefan tak tahu apa yang akan dilakukan saat Illona meninggalkannya dengan empat orang asing yang baru dikenalnya. Tapi, untungnya mereka segera pergi sebelum suasana menjadi semakin canggung. Stefan tak bisa membiarkan mereka menyadari kalau ia adalah Stefan Lee yang beberapa tahun lalu heboh pemberitaan tentang kedekatannya dengan seorang pria dan telah membongkar sisi lain dirinya sebagai penyuka sesama jenis. Ingatan itu benar-benar membuat Stefan merasa terbebani setiap kali ia harus muncul di depan publik. Tapi, untungnya di Paris sudah tidak banyak yang mengenalnya. Mereka bahkan tidak tahu kalau Stefan yang mereka jumpai adalah Stefan yang sama seperti enam tahun lalu.
"Hyung[2]?" seorang pemuda menegur Stefan yang sedang memperhatikan satu persatu lukisan di dinding-dinding galeri dan tengah dipamerkan itu.
"Kenzi?" Stefan kaget melihat Hayate Kenzi, sahabat Illona yang dua tahun lalu sempat bertemu dengannya di Swiss ketika ia sedang berada di lokasi shooting untuk mengambilan gambar beberapa adegan dari film yang digarapnya.
"Aku pikir Hyung tidak akan datang," kata Kenzi yang saat itu memang sempat memintanya datang ke pameran Illona, tapi ia tak terlalu yakin mengingat Stefan beberapa tahun ini seperti menghindari berbagai acara publik yang banyak menyita perhatian.
"Aku sempat berpikir tidak datang, tapi rasanya itu akan membuatnya kecewa."
"Malam nanti perayaan hari jadi galeriku. Jika Hyung tidak keberatan, datanglah."
"Tentu saja. Aku akan datang bersama Illona."
[1] kakak laki-laki (panggilan wanita kepada pria)
[2] kakak laki-laki (panggilan pria kepada pria)