Chereads / Tragedi Cinta / Chapter 6 - Bagian 5

Chapter 6 - Bagian 5

Entah berapa botol yang sudah dihabiskannya. hingga William hampir tak sadarkan diri. William yang tak pernah mau sembarangan wanita menyentuhnya bahkan sudah membiarkan Debora mengengam tangannya. Wanita bermata coklat itu sudah sangat lama terobsesi dengan sosok William yang sangat ingin dijadikannya kekasih agar semua orang memandangnya. Sebagai model, ia memang cukup populer. Tapi, itu tidak cukup, karena ia butuh orang-orang memandangnya dengan cara berbeda.

Ia bosan selalu dibandingkan dengan saingannya yang selalu mendapatkan pria manapun, sementara dirinya tak sekalipun berhasil mendapatkan pria yang ia inginkan. Para pria memandang rendah dirinya, karena ia hanya saudara tiri dari Rudolf Richard, seorang pengusaha sukses di industri fashion yang selama ini menanggung hidupnya dan sang Ibunda. Sejak ayah tirinya tiada, seluruh kebutuhan hidup Debora dan sang Ibunda dipenuhi Rudolf Richard, bahkan juga kuliahnya di Victoria University. Sayangnya, hal itu tak mengubah apapun. Orang-orang masih memandang rendah ia dan ibundanya, bahkan saat ini ketika dirinya menjadi seorang model terkenal.

William adalah satu-satunya cara yang ia pikirkan untuk bisa membuat orang-orang merubah pandangan mereka tentangnya. Ia ingin membuat semua orang yang meredahkannya sadar bahwa ia bisa mendapatkan siapapun yang diinginkannya, bahkan William. Tapi sayangnya, selama ini usahanya mendekati William sama sekali tak menunjukkan hasil. William selalu bersikap dingin padanya. Dan keadaan semakin sulit ketika adik perempuan pria itu berusaha menjauhkan Debora dari sang Kakak.

Debora sering kali harus menahan diri ketika Illona menyebutnya 'wanita pengganggu' dan puncaknya ketika gadis itu mengancam akan melakukan sesuatu yang buruk padanya jika ia berani mendekati William. Ancaman itu membuat Debora marah dan sakit hati. Ia merasa Illona bersikap semena-mena terhadapnya, karena dia adalah adik dari tiga pria sukses serta putri seorang wanita yang sangat berpengaruh dan memiliki belasan yayasan besar di berbagai negara. Tapi, Debora tak bisa melawannya secara terang-terangan, karena ia bukan apa-apa dibandingkan Illona yang setiap katanya pasti lebih didengar daripada ribuan kata-kata Debora.

Kini Debora akan membuat orang-orang merendahkannya tutup mulut dan tak bisa berbuat apapun, termasuk Illona. Gadis itu pasti akan kehilangan muka dan tak sanggup bicara lagi kalau melihat kakak kesayangannya sudah jatuh ke tangan Debora. Itulah mengapa malam ini ketika ia mendengar Illona sedang sibuk di perayaan hari jadi galeri dan sang Kakak tengah menghabiskan malam bersama dua botol wine putih, Debora tak melewatkan kesempatan itu. Ia segera datang menemui William yang sudah mabuk berat dan meminta bar tender menganti minumannya dengan minuman dengan kadar alkohol lebih tinggi.

William memang bisa dikatakan cukup kuat minum ketika kadar alkoholnya tidak terlalu tinggi. Tapi, ia yakin kalau kadar alkoholnya tinggi, pria itu juga akan tumbang seperti lainnya. Buktinya baru dua gelas vodka, William sudah tumbang dan hampir tak sadarkan diri. Padahal kalau Debora, ia butuh setidaknya empat gelas untuk benar-benar hilang kesadaran. Seorang pria yang bukan peminum memang payah kalau harus bertahan dari pengaruh kuat vodka dan Debora menantikan itu dari William saat ia menemaninya. Sedikit pun William tak menaruh curiga ketika Debora menuangkan vodka di gelas kosongnya. Padahal, itu rencananya untuk membuat William tumbang. Sekarang ia hanya perlu membawanya pergi dari tempat ini, ke tempat yang sudah ia siapkan.

"William, ayo kita pergi," kata Debora membangunkan William yang benar-benar hampir tak sadarkan diri. Saat itu dua wanita muda datang membantunya. Mereka membawa tubuh lemah William ke dalam sebuah mobil yang terparkir di depan bar.

Debora menyerahkan beberapa lembar Euro pada bar tender yang menatapnya dengan tatapan bingung. Bar tender itu teman baik Oliver. melihat William dibawa pergi Debora, jujur saja ia agak cemas. Pria itu segera menghubungi Oliver, tapi sama sekali tak mendapatkan jawaban, hingga ia tak tahu lagi harus berbuat apa. Ia tak cukup dekat dengan Illona, hingga sampai memiliki nomer ponselnya. Keadaan itu seolah menjadi pendukung rencana Debora yang berencana membawa William ke hotel dan tidak butuh waktu lama untuk tiba di sana, karena lokasinya hanya 200 meter dari lokasi bar.

Di hotel, Debora membawa William ke kamar yang telah ia pesan di lantai 12 dan membaringkan tubuh William di atas ranjang kamar hotelnya. Sora Gabriel segera menutup pintu kamar hotel, sementara Shim Hae Rim sibuk mempersiapkan kameranya untuk mengambil gambar kemesraan palsu antara Debora dengan William. Pekerjaannya di kantor berita membuat Shim Hae Rim harus selalu mencari berita bagus sebagai liputannya dan Debora memberinya berita itu. Ia yakin kalau sampai foto-foto kemesraan Debora dengan William bisa membuat bosnya senang, karena berhasil mendapatkan berita besar. William adalah salah satu pengusaha sukses yang sangat terkenal hingga namanya sering muncul di berbagai media, termasuk media terbitan kantor berita tempatnya bekerja.

"Tidur yang nyenyak, ya. Kita akan mengambil beberapa pose mesra," kata Debora mulai melepas kancing baju William hingga memperlihatkan dada bidang pria itu dan seketika beberapa pose mesra pun mulai diambil oleh Shim Hae Rim yang disaksikan Sora. Wanita itu hanya tersenyum melihat kelakuan gila Debora yang sudah melebihi batas waras.

***

Illona baru saja kembali ke rumahnya. Suasana rumah sudah sangat sepi, padahal jam dinding belum menunjukkan pukul sembilan. Illona berjalan menuju kamarnya. Ia mendengar suara ponsel dari kamar di samping kamar tidurnya. Kamar itu adalah kamar Oliver yang entah mengapa tidak biasanya kakaknya membiarkan ponselnya terus berdering. Merasa ada yang aneh, ia pun segera masuk ke kamar sang Kakak dan kaget saat mendapati kamar kakaknya kosong, tapi ponselnya tergeletak di mejanya. Illona tak tahu ke mana kakaknya pergi. Segera ia meraih ponsel sang Kakak yang terus berdering tanpa henti. Nama Gu Jun Sook muncul di layar ponsel kakaknya. Ia mengenal pria itu. Kalau tidak salah, dia salah satu teman kakaknya yang bekerja di bar. Kakak tertua Illona sering datang ke sana, bahkan sekali waktu ia pernah menjemput kakaknya bersama Oliver.

"Halo," kata Illona menjawab panggilan di ponsel kakaknya. Suara Gu Jun Sook seketika membalas ucapannya.

"Illona-ssi?" katanya kemudian.

"Iya, ada apa?"

"Di mana Oliver?"

"Aku tidak tahu. Saat pulang, Oppa sudah tiada ada di kamarnya."

"William-ssi sudah kembali?"

"Tidak tahu. Ada apa?"

"Tadi aku melihat Debora membawa kakakmu. Sepertinya dia sangat mabuk dan kupikir dia mengantarnya pulang."

"Sebentar," kata Illona segera berlari keluar dari kamar kakaknya menuju kamar yang ada di dekat balkon, kamar kakak tertuanya.

Kamar itu masih rapi, persis seperti tadi pagi. Jas berwarna biru muda yang dipakai sang Kakak saat pergi kerja tidak tampak di antara jas kerja sang Kakak yang berjajar di lemarinya. Dugaan Illona kakak tertuanya itu belum kembali.

"Oppa belum kembali."

"Kau yakin?"

"Aku sedang di kamar Oppa, tapi tidak perlu cemas. Aku selalu bisa menemukan ke manapun Oppa berada," kata Illona mengakhiri pembicaraannya dan segera berlari turun menuju ruang tamu di mana Stefan baru saja masuk.

"Kau mau ke mana? Ini sudah malam. Kita baru saja kembali," kata Stefan mencoba menghentikan Illona yang terlihat panik.

"Oppa William belum kembali dan kata Gu Jun Sook-ssi, Debora membawanya."

"Membawanya ke mana?"

"Entahlah, tapi aku curiga wanita itu akan membawanya ke hotel."

"Biar aku yang mengantarmu," kata Stefan saat melihat Illona panik dan berniat pergi.

"Tidak. Oppa tetap di sini. Aku akan pergi sendiri," Illona mengambil salah satu kunci mobil yang tergantung di dekat pintu.

"Illona."

"Oppa tidak akan bisa mengemudi sepertiku dan aku harus segera sampai sebelum wanita itu merusak reputasi Oppa William."

"Illona, tunggu!" panggil Stefan yang sama sekali tak dihiraukan Illona, karena gadis itu langsung keluar membawa kunci mobil yang tergantung di samping pintu. Stefan benar-benar cemas. Ia tak punya pilihan selain menghubungi Kenzi, karena hanya pemuda itu yang bisa menghentikannya.

"Kenzi, aku butuh bantuanmu"

***

Illona mengemudikan mobil sport milik Oliver dengan kecepatan tinggi di jalanan Kota Paris yang ramai. Tiga orang polisi yang sedang berdiri dekat pos mereka bahkan nyaris tertabrak dan membuat mereka seketika langsung mengejar mobil sport biru metalik yang tak tahu aturan itu. Illona yang memang memiliki keahlian mengemudi dengan kecepatan tinggi membuat ketiga polisi itu kewalahan, sampai akhirnya mereka kehilangan jejak tepat bebeberapa meter di belakang Illona. Sementara mobil sport yang dikendarainya terus melaju kencang di jalanan Kota Paris dengan Illona yang sedang memasang sebelah headset-nya untuk menghubungi seseorang.

"Baiklah, aku mengerti. Terima kasih," kata Illona pada orang yang dihubunginya dan seketika langsung mengakhiri sambungan teleponnya.

Tidak sulit bagi gadis itu untuk mencari keberadaan kakaknya, karena sang Kakak adalah sosok yang sangat terkenal. Tidak mungkin ada orang yang tak mengenali sang Kakak saat mereka melihatnya. Dan benar saja, salah seorang temannya yang bekerja di hotel langsung bisa membantunya mencari sang Kakak hanya dalam waktu beberapa menit saja. Sekarang Illona hanya perlu menuju hotel tempat kakaknya berada dan lima menit kemudian ia sudah tiba di halaman parkir hotel berlantai 20 itu.

Kedatangannya membuat kaget pegawai resepsionis yang mengenalnya. Mereka tentu saja heran melihat Illona yang tak pernah menampakkan diri di hotel tiba-tiba muncul di depan mereka. Seorang pria dengan setelan jas berwarna abu-abu muda segera menghampiri Illona sembari menyerahkan sebuah kartu akses masuk otomatis yang bisa membuat Illona bisa memasuki semua kamar di hotel ini yang biasanya hanya boleh dipegang petugas hotel. Tapi, kali ini ia terpaksa menyerahkannya karena permintaan Illona yang jika atasannya tahu, entah hal buruk apa akan menimpanya.

"Dengar, aku mempertaruhkan jabatanku untuk membantumu. Jadi, tolong jangan melakukan sesuatu yang akan membuatku kehilangan pekerjaan," Devgan memohon karena melihat temperamen Illona saat marah, ia sedikit cemas kalau gadis itu akan membuatnya dalam masalah besar.

"Aku tidak akan membuatmu dalam masalah dan jika karena aku, kau mendapatkan masalah, tenang saja. Sepenuhnya aku akan bertanggung jawab," kata Illona yang meski semarah apapun dirinya, ia tetap tak bisa membiarkan orang lain menanggung risiko atas perbuatannya.

Seandainya ia membuat temannya itu sampai dipecat, Illona akan memastikan temannya mendapatkan pekerjaan yang jauh lebih baik dari saat ini sebagai bentuk konsekuensi atas tindakannya. Lagipula kakaknya punya banyak hotel dan mustahil sang Kakak tidak akan membantu kawannya ini yang sudah ikut andil menyelamatkan reputasi kakaknya.

"Aku akan menemanimu."

"Kau yakin? Apa yang akan kau lihat mungkin bukan pemandangan yang nyaman."

"Daripada aku membiarkanmu sendiri, aku bahkan tak berani membayangkan apa yang akan terjadi."

"Oke," kata Illona membiarkan Devgan menemaninya dan akhirnya tibalah mereka di lantai dua belas, tempat kakaknya dan Debora berada. Illona berusaha bertindak dengan baik sebelum ia melakukan cara paksa. Tapi, setelah beberapa kali menekan bel tidak ada tanggapan, terpaksa Illona menggunakan kartu akses itu.

Pintu seketika terbuka dan saat itu Debora terlihat sedang bersandar di bahu kakaknya yang tak sadarkan diri, sementara seseorang mengambil gambar pose genit Debora bersama kakaknya. Illona tak bisa menahan diri dan seketika menghampiri Shim Hae Rim seraya berusaha merampas kameranya. Tapi Shim Hae Rim dengan cekatan segera menyelamatkan kameranya dair tangan lincah Illona.

"Devgan, bisa kau bantu aku mengambil kamera di tangan wanita itu sementara aku harus berurusan dengan wanita jalang ini?" kata Illona pada Devgan yang tentu saja tak akan menolak permintaannya ketika ia tahu hal mengerikan apa yang terjadi di kamar ini.

Tanpa perlu bertanya, Devgan sudah tahu apa yang diperbuat para wanita di kamar itu. Mereka pasti sedang berusaha membuat foto kemesraan palsu antara Debora dengan William. Hal ini sama sekali bukan hal baru baginya, karena sang Kakak juga bekerja di dunia entertain sebagai wartawan. Ia sering mendengar jebakan murahan semacam ini kepada para pria tak berdaya yang sudah tenggelam dalam pengaruh alkohol. Dari kondisi William saat ini, ia yakin dia pasti juga sedang berada dalam pengaruh alkohol. Karena, jika dalam keadaan sadar, William tak akan pernah membiarkan wanita itu menyentuhnya, apalagi sampai membawanya ke hotel.

"Sebaiknya kau serahkan kamera itu atau aku akan bertindak di luar batas."

"Siapa kau, berani ikut campur?"

"Aku adalah manajer hotel ini dan pria itu adalah sahabat baik dari atasanku. Kalau dia merasa terganggu dengan tindakan kalian, aku bisa dalam masalah besar. Jadi, tolong bekerjasamalah. Serahkan kamera itu," kata Devgan pada Shim Hae Rim yang masih tak bersedia menyerahkan kameranya, bahkan berusaha kabur.

Tapi, sebelum ia mencapai pintu, Kenzi sudah lebih dulu menghadangnya. Dengan kasar dia mengambil paksa kamera di tangan Shim Hae Rim hingga membuat kamera itu jatuh. Kenzi segera memungut kamera itu dan mengeluarkan kartu memori di dalamnya.

"Kembalikan kartu memoriku!!!"

"Ambil saja kalau kau bisa," kata Kenzi sambil memasukkan kartu memori itu ke dalam saku bajunya dan berjalan masuk ke dalam kamar, sementara Shim Hae Rim berusaha mengejarnya mencoba mengambil paksa kartu memori miliknya. Tapi, Kenzi bukan pria yang akan mengalah dan akhirnya sikap kasar pun ditunjukkannya pada Shim Hae Rim. Dengan kasar dia mendorong Shim Hae Rim hingga terpojok dan mendekatkan tubuhnya ke wanita itu.

"Apa kau tahu hal paling kubenci dari orang-orang seperti kalian?"

"Kau mau apa?"

"Aku paling benci dengan orang-orang seperti kalian yang demi uang dan popularitas kalian rela menghancurkan orang lain tanpa berpikir apa dampaknya bagi keluarga orang itu."

"Menjauh dariku."

"Sebaiknya kau segera mengundurkan diri dari tempatmu bekerja. Orang sepertimu tidak pantas disebut wartawan!" kata Kenzi berbalik meninggalkan Shim Hae Rim, menghampiri Illona.

"Ayo, pergi sebelum masalah menjadi lebih besar lagi," kata Sora mengandeng tangan Shim Hae Rim dan bergegas menyeretnya pergi meninggalkan hotel. Debora pergi menyusul mereka beberapa saat kemudian.