Cinta itu terkadang seperti bintang, kala siang memang tak nampak tapi sebenarnya hanya tertutup oleh ego sang Surya, tapi meskipun begitu bintang tak pernah mengeluh dan akan terus bersinar meskipun pada siang hari ia terlupakan, lagi dan lagi.
Tsuki memang mengenal Hoshi dan memahaminya lebih dari siapapun meskipun begitu ia masih lah tak tahu apapun mengenai Hoshi, karena baginya Hoshi itu seperti bintang yang keluar dari gugus nya, perlahan namun pasti ia merubah hidup Tsuki, sepenuhnya.
Di bawah bunga sakura yang berguguran kelopaknya, Tsuki mempercepat langkahnya
"Woi Hoshi!" ia terus memanggil pemuda itu selama sepuluh kali, namun pemuda itu seakan tuli enggan sedetikpun menoleh kebelakang.
"kau tuli atau apa sih? " ujar Tsuki dengan nafas nya yang tak beraturan, akhirnya berhasil menyamai langkah pemuda itu.
"Pagi pagi sudah berisik" ujar nya acuh seperti biasa,
"apa apaan itu padahal tadi malam dia begitu manis" Tsuki mengerucutkan bibirnya kesal.
"Oh iya tadi malam, apa yang kau katakan?".
Hoshi hanya tersenyum kemudian mengacak rambut gadis itu.
Seketika pipi gadis itupun memerah, perlahan Hoshi menggenggam tangan Tsuki dan mengambil langkah seribu.
"ayo kita bolos hari ini saja" Seringai Hoshi pada Tsuki, yang semakin membuatnya kebingungan.
"tunggu, apa?! Oi kau mau membawaku kemana? " keluh Tsuki, namun Hoshi hanya membalasnya dengan senyuman sembari terus melangkah sambil menarik tangan Tsuki.
Mereka sampai ditempat pertama mereka bertemu, Hoshi duduk diatas rerumputan dekat danau, ia menepuk sisi sebelahnya mengisyaratkan Tsuki untuk ikut duduk, Tsuki hanya angkat bahu dan duduk disampingnya.
"Kau ingin tau apa yang ku ucapkan saat festival kemarin?" tanya Hoshi tanpa menoleh kearahya.
"tentu saja, apa sih yang kamu katakan saat itu?" jawab Tsuki antusias, Hoshi mengambil nafas cukup panjang kemudian menghembuskan nya seakan mengambil keberanian.
"Aku mencintaimu juga" Ujar Hoshi sembari menatap lekat mata bak safir Tsuki. Seketika Tsuki terperanjat, seakan waktu berhenti disekitarnya.
"Ini pasti mimpi, ini mimpi" Tsuki menepuk dan mencubit pipinya sendiri.
"Sulit ya menerima kenyataan bahwa aku juga mencintai mu? " ujar Hoshi membuyarkan lamunan Tsuki.
Tanpa peringatan Tsuki memeluk Hoshi dengan eratnya, seakan jika ia melepasnya ia akan kehilangan nya.
Hoshi tersenyum lembut, tangannya yang sedikit kekar mendekap tubuh ringkih Tsuki.
"aku selalu sejuta kali mencintaimu" jawab Tsuki dengan air mata bahagia yang mengalir di pipinya.
"jika ini mimpi aku tak ingin terbangun lagi" Tambahnya.
"sayangnya ini bukan mimpi, dasar putri tidur" Hoshi terkekeh sembari menghapus lembut air mata Tsuki.
"Namun Tsuki, sebenarnya aku menderita kanker" ucapan kedua Hoshi seperti petir yang menyambar setelah pelangi.
"maka kau akan sembuh, aku percaya itu, aku akan mengembalikan senyuman mu dan aku akan menyembuhkan penyakit mu" Tsuki percaya seutuhnya dengan apa yang dikatakan Hoshi, sebenarnya hati Tsuki benar benar terkoyak, ia sangat mencintai Hoshi lebih dari dirinya sendiri, sesulit apapun itu ia percaya bahwa Hoshi akan sembuh.
Hoshi hanya mengangguk kemudian memeluk gadis itu erat.
Tanpa mereka sadari, ponsel hoshi terus berdering selama lebih dari puluhan kali.
Jika Hoshi menganggap Tsuki adalah bulan baginya, namun bagi Tsuki Hoshi adalah segalanya baginya, lebih berharga dari seonggok nyawanya.
Di kejauhan seorang gadis ikal menatap tajam dengan tangannya yang mengepal.
Tsuki berpikir bahwa cerita cintanya adalah cerita paling bahagia, maka ia salah, suatu saat nanti Tsuki akan menyadari bahwa lebih sukar bernafas daripada meneguk racun.
Takdir adalah suatu yang tiada orang tau, ataupun dapat cegah nya, seberapa besar keinginan seseorang takkan pernah dapat menghalau takdir.
Setelah pengakuan Hoshi kemarin, dunia seakan terasa begitu manis dan berwarna bagi Tsuki, Ia berubah menjadi lebih ceria, suka menolong dan berhenti terus tidur seperti yang biasa ia lakukan, bahkan hari ini Tsuki bangun lebih awal.
Tsuki selesai mandi juga menyiapkan semua masakan untuk sarapan, telah tertata rapi di meja.
Akihiko menguap panjang sembari menggaruk pipinya, melangkah dari kamar menuju meja makan
"Tumben kau bangun sepagi ini? Habis dapat kekasih?" ejek Akihiko. Seketika pipi Tsuki langsung memerah.
"Ehh? Jadi beneran? Siapa?" Tanya Akihiko tak percaya, Tsuki yang wajahnya sudah sempurna memerah tanpa basa basi menyumpal mulut akihiko dengan roti sehingga dia sulit bicara.
Sejenak Tsuki terkekeh,
"oh ya kakak-" Tsuki tak menyelesaikan ucapanya karena tiba-tiba Akihiko sudah tak ada disampingnya, ia lihat dibawah kakinya, roti yang ia jejalkan pada kakaknya tergeletak di lantai.
Tsuki menaikkan alisnya heran, "pesulap? Tak pernah tau dia punya bakat seperti itu"
Tsuki yang heran kemudian beranjak ke kamar Akihiko untuk memarahinya, namun setelah Tsuki membuka kamar Akihiko, mata nya membelalak, yang ia dapati hanyalah sebuah gudang tempat penyimpanan.
"apa aku bermimpi?" Ujarnya kemudian menutup kamar akihiko dan membukanya lagi namun tak berubah, tetaplah sebuah gudang.
Tsuki mengangkat bahunya tak peduli "aku pasti berhalusinasi".
Setelah menghabiskan makanannya Tsuki segera beranjak pergi, ia mengunci pintunya kemudian melangkah sambil bersenandung kecil.
Sejenak ia tersentak karena tiba-tiba seseorang menepuk bahunya dan menggenggam tangan nya,
"Pagi" ujar pemuda itu sambil menggenggam tangan Tsuki dan berjalan bersama nya.
"Pagi Hoshi" sapa Tsuki dengan senyuman nya yang manis,
"Hei~Hoshi" panggilnya.
"hmm?" Hoshi menoleh.
"Kemana ya kakakku? Kenapa dia tiba-tiba menghilang?" Ujar Tsuki gelisah, seketika Hoshi membelalakkan matanya.
"apa dia sudah tau?" batin Hoshi.
"aku akan menelponnya" Ujar Tsuki kemudian mengambil ponselnya, dan mencoba menghubungi kakaknya.
"nomor yang anda putar salah..." itulah yang selalu Hoshi dan orang lain dengar. Namun bagi Tsuki itu terdengar seakan ada seseorang yang berbicara dengan nomor yang tak pernah ada itu.
"kakak! Kau membuatku khawatir tau! Cepat pulang dan sarapan" ujar Tsuki pada seseorang yang ia panggil 'akihiko nii-chan'.
Meskipun Tsuki terlihat seperti berbicara lewat telepon genggam nya, namun yang Hoshi dengar hanyalah suara costumer service yang berkata berulang kali bahwa nomor yang ia masukan salah, Hoshi sejak dahulu selalu bersikap seolah ada seseorang bersama Tsuki, terkadang Hoshi juga hanyut oleh ilusi yang dibuat Tsuki, mungkin karena Iba.
Hoshi yang tak kuasa mengetahui kebenaran itu dan melihat Tsuki seperti itu, iapun bergegas menarik tangan Tsuki untuk mempercepat jalannya.
"mungkin hari sabtu dan minggu aku tak akan bertemu denganmu" Ujar Hoshi setelah sampai di kelas dan duduk di kursinya.
"mengapa?" Tanya Tsuki sembari duduk dan mengeluarkan buku pelajaran.
"Aku akan ada kemoterapi dan berbagai pemeriksaan" Jawab Hoshi lirih takut ada orang lain yang mencuri dengar.
Tsuki mengangguk paham.
"Hati-hati ya, minum obat yang teratur terus makan yang banyak, minum susu juga vitamin jika perlu" celoteh Tsuki, Hoshi mencubit pipinya.
"oi sakit" keluh Tsuki, Hoshi terkekeh.
"iya iya bawel" Ujar Hoshi sembari tersenyum kemudian mengacak rambut panjang gadis itu.
"Ting"
Sebuah suara notifikasi pesan masuk, Hoshi membuka pesan di ponselnya kemudian tersenyum. Disana tertera tulisan 'baka neko'.
"kenapa kau tiba-tiba tersenyum?" tanya Tsuki melihat ada yang ganjal pada diri Hoshi.
"nggak papa" Hoshi berdiri dan mencium pipi Tsuki.
"Uwaaa apa yang kau lakukan aku aku aku belum siap waaa" Tsuki seketika tersentak dan pipinya memerah, bicaranya jadi kikuk. Hoshi terkekeh dengan reaksi yang timbul akibat perbuatan nya.
Setelah beberapa menit bel tanda pelajaran dimulai pun berdering,
Selama pelajaran berlangsung Tsuki hanya bisa memikirkan Hoshi, tak hentinya menatap lekat pemuda itu. Sampai sampai sensei yang sedari tadi memanggil namanya tak ia hiraukan, sehingga
"Tak!"
Sebuah penghapus melayang dan mendarat di kepala Tsuki, seketika seluruh penghuni kelas pun tertawa.
"Berhenti melamun dan perhatikan pelajaran!" Ujar Pak Guru yang kesal.
"kau bisa sepuasnya melihat wajah tampanku nanti" ejek Hoshi sambil terkekeh, Tsuki hanya mengerucutkan bibirnya sembari mengusap dahinya yang sakit kena penghapus.
***
Semilir angin berhembus lembut, kelopak kelopak bunga sakura bertaburan. mentari bersembunyi malu malu dari balik awan, sehabis pelajaran usai Hoshi dan Tsuki seperti biasanya duduk di atap sekolah untuk menikmati bekal makanan mereka.
Hoshi menata dengan rapi makanan dan minuman mereka,
"silahkan tuan putri" guyon nya sambil mempersilakan Tsuki untuk menikmati makanan mereka.
"Selamat makan" Ujar Tsuki dengan senyuman kemudian mengambil sumpitnya dan segera menyantap bekal nya.
Hoshi terkekeh kemudian ikut memakan bekalnya.
"Hoshi maaf jika aku selalu merepotkan dan tak terlalu cantik seperti Midori" Ujar Tsuki disela gigitannya pada shushi.
"aku berjanji aku hanya mencintai mu dan hanya dirimu selamanya" Ujar Hoshi tanpa ekspresi.
Tsuki mengangguk dan tersenyum lembut, agak terkesima dan terharu.
"aku sejuta kali lebih mencintai mu" Jawab Tsuki kemudian mengambil sosis dibekal Hoshi dan memakannya.
"apaan jumlah yang berlebihan itu" Hoshi terkekeh mendengar jumlah cinta Tsuki.
***
Setelah jam pelajaran usai Hoshi memutuskan untuk pulang terlebih dahulu untuk mampir ke klinik ia biasa kunjungi rutin, sehingga mau tak mau Tsuki harus rela berjalan pulang sendiri.
"Kakak!" sapa Tsuki girang mengetahui kakaknya berjalan disampingnya.
"ayo pulang bersama" ujar Akihiko sembari tersenyum, Tsuki mengangguk ceria. Mereka berbincang sembari melangkah pulang.
"Lihat gadis itu! Dia sudah gila ya?"
"sepertinya, dia bicara sendiri sambil berjalan"
Begitulah yang selalu mereka orang lain bicarakan setiap kali Tsuki lewat.
Seorang paruh baya menatap Tsuki iba.
"sudah bertahun tahun nak Tsuki seperti itu, kasihan sekali" gumam paruh baya itu melihat Tsuki yang berjalan sambil bicara sendiri seakan ada orang yang disampingnya.
***
Hoshi duduk disebuah halte bus menunggu seseorang,
Setelah beberapa menit kemudian seseorang pun datang dengan senyuman menyapanya
"Hiro! Maaf aku terlambat".
To be continued.
Next chapter : masa lalu Tsuki