Surai merah muda berayun lembut diterpa sayup sayup sang bayu. Siluet mentari menerobos masuk lewat fentilasi udara sebuah kamar berbalut merah muda.
Sebuah berkas bertuliskan hasil diagnosa dokter tergeletak tak beraturan di meja dekat kasur, setelah Tsuki tak sadarkan diri tempo hari, beberapa warga desa yang iba memboyong nya ke rumah, kemudian meninggalkan nya begitu saja.
Perlahan ia membuka iris sayunya,
"kau sudah sadar? Kau tiba-tiba pingsan membuatku panik saja!" Ujar Akihiko yang sudah berdiri didekatnya sembari menyilangkan tangannya.
"Maaf maaf, kemarin aku banyak pikiran jadi down deh" seringai Tsuki girang, meskipun darah mengalir dari lubang hidung nya.
Seorang paruh baya yang iba masuk ke dalam kamar Tsuki, membawakannya makanan, namun yang ia dapati adalah Tsuki berbicara pada kursi seolah ada seseorang disana.
"Bagaimana kabarmu akihiko" mau tak mau paruh baya itu harus bertingkah seolah ada seseorang disana agar Tsuki lega.
"tentu saja dia baik, kakak adalah pria kuat yang menyebalkan" Jawab Tsuki yang kemudian terkekeh sendiri seakan seseorang yang ia ejek kesal dan memarahinya.
"ini ada sedikit makanan, aku taruh disini ya" ujar paruh baya itu, Tsuki mengangguk senang.
"Selamat pagi" timpalnya.
Sang paruh baya hanya tersenyum kemudian melangkah pergi.
Tsuki beranjak dari tempat tidur, ia melangkah menuju kamar mandi dan membasuh wajahnya, berulang kali ia menghela nafas panjang. Tak pernah sedetik pun ia tak merindukan Hoshi.
Tsuki menatap kaca didepannya kemudian mulai menggosok giginya, ia tatap lekat gambaran dirinya didepan kaca, cairan merah kembali keluar dari hidungnya.
Tsuki menghela nafas mengetahui nyawanya mungkin tak akan lama,
"Aku harap aku bisa menggantikan penyakitmu, Hoshi" Ujarnya. Ia tak pernah memikirkan tentang dirinya, karena ia membenci dirinya sendiri, saat Hoshi datang dihidupnya ia menjadi memiliki semangat untuk hidup,
Sebelumnya ia selalu berharap ia tidur selamanya, saat Hoshi datang ke hidupnya ia berharap bisa hidup lebih lama.
Tsuki duduk kursi dekat meja belajarnya, mulai meraih hpnya,
Ia mengirimi pesan beruntun untuk Hoshi.
"Hoshi bodoh! Kau ada dimana?! Aku mengkhawatirkan mu sampai sulit bernafas!"
***
Keesokan hari nya, sebelum matahari kembali dari peradaban nya, Tsuki tak dapat menahan rindunya sehingga membuat nya sudah meninggalkan rumahnya dan pergi ke sekolah untuk bersua dengan Hoshi.
Entah mengapa hati Tsuki menjadi resah, seakan akan ada yang menggerogoti hatinya, seakan Hoshi adalah bintang yang mulai pudar.
Setelah beberapa jam, akhirnya sesosok yang ia tunggu datang, dengan earphone ditelinga dan buku ia baca sambil berjalan, dia Hoshi melangkah ke arah Tsuki.
Mata Tsuki berkaca kaca seakan keberuntungan nya telah tiba, seakan ia tak bertemu dengannya lebih dari se abad meskipun baru kemarin mereka tak bertemu.
"Hoshi bodoh! Aku sangat merindukan mu aku selalu mengkhawatirkan mu sampai sulit bernafas! Kemana saja kau?!", Celoteh Tsuki dengan air matanya yang berjatuhan.
Hoshi tersenyum kemudian menepuk dan mengelus kepala Tsuki
"Maaf".
"aku sangat mencintai mu! Sangat mencintai mu! Hoshi!" Ujar Tsuki dengan lantang.
Hoshi terkekeh kemudian menggandeng tangan Tsuki dan mengajaknya duduk.
"Jika sebegitu rindunya kau padaku meskipun hanya sehari tak bertemu... Jika hari itu telah tiba, mau kah kau berkeluarga dengan ku?" Ujar Hoshi dengan mata berbinar.
Sontak Tsuki terpaku mendengar apa yang Hoshi katakan. Dengan air mata yang masih mengalir iapun mengangguk cepat.
"aku bersedia. Kau tak akan bohong kan? " Ujar Tsuki terharu.
Hoshi tersenyum kemudian memperlihatkan jari kelingking nya, Tsuki mengaitkan jari kelingking mereka.
"aku berjanji tak akan berbohong padamu, aku pasti akan membuat mu memakai nama marga ku, aku pasti akan... Menikahimu", Hoshi tersenyum kemudian memeluk tubuh ringkih Hoshi.
Mereka pun memutuskan untuk berjalan meniti jalan sembari bergandengan tangan.
***
Setelah beberapa hari kemudian, Hoshi menghilang.
Menghilang dari hadapan Tsuki.
Seseorang dengan surai hitam tengah asik memainkan ponselnya,
"apa kau merasa bersalah?" Celetuk seseorang, Akihiko.
"aku tak pernah memiliki perasaan seperti itu", Tukas pemuda bersurai hitam.
"lalu kenapa kau bisa melihat ku? Kenapa gambaran diriku bisa dilihat olehmu?" Tukas Akihiko, seketika iris pemuda itu membulat mendengar apa yang dikatakan akihiko adalah sebuah kebenaran. Tapi ia tak bisa mengelaknya, ia sudah terlanjur basah, ia terlanjur jatuh jadi ia memutuskan untuk sekalian berenang pada kubangan air keruh itu.
"Hiro sayang! " panggil seorang gadis berambut ikal yang rupawan bak dewi, bisa diibaratkan sebuah lotus yang mekar. Gadis itu memeluk Hoshi(Hiro) dari belakang.
"Jangan abaikan aku!" ujar gadis itu sembari mengerucutkan bibirnya. Hiro tersenyum kemudian mengacak rambut gadis itu dan mencium keningnya.
"Iya iya ".
Mereka menghabiskan waktu bersama, kemudian setelah beberapa lama Hiro memutuskan untuk pulang.
"aku akan merindukan mu" ujar gadis itu tak rela melepas Hiro pulang. Hiro tersenyum kemudian mencubit pipi gadis itu.
"aku juga, aku akan kembali oke?" Ujar Hiro sambil tersenyum kemudian melambaikan tangan dan melangkah pergi, gadis itu tersenyum dan melambaikan tangannya.
Hiro memasang kaca matanya, melangkah sembari bersenandung kecil, menyusuri jalanan yang sepi
Langit entah mengapa dia bersedih, mendung hitam membalut senja. Jutaan butiran hujan akhirnya menghujam tanah.
Hiro tak menghiraukannya dan tetap berjalan dengan santai.
"Musim panas tapi sering sekali hujan, menyebalkan" celetuk Hiro.
Hiro menghentikan langkahnya, jantung nya berdegub kencang, tiba-tiba seseorang menarik bajunya dari belakang.
Iris hitamnya membelalak.