Tsuki mengikuti pemuda itu dari belakang, sembunyi sembunyi ia mengendap, sesekali ia harus bersembunyi sambil menutupi kepalanya dengan hodie.
"Sebenarnya kemana pemuda mata empat itu akan pergi? " batin Tsuki penasaran.
Hoshi yang nampaknya tak sadar tengah diikuti, hanya melangkah dengan raut gelisah. Dia berjalan melalui jalanan sepi dan gang sempit, menuju tempat yang agak kumuh. Tsuki terus mengikuti dibelakang.
Tak lama kemudian Hoshi berhenti disebuah bangunan usang dengan dindingnya yang dicoret sana sini dan didepannya terdapat meja dengan kacang dan botol berserakan, dikejauhan Tsuki melihat Hoshi berbicara dengan beberapa orang yang berpenampilan sangar, Hoshi nampaknya berbicara dengan raut tak bersahabat.
"Untuk apa Hoshi kesini? Dan mengapa dia bisa kenal dengan orang orang yang tampak seperti gangster itu? "batin Tsuki khawatir, sembari masih bersembunyi dibalik tong tong besar berkarat.
"Are?? Ada gadis manis disini? "Ujar seseorang dari belakang Tsuki, sontak Tsuki terkejut dan langsung menoleh.
"Gawat.. Aku ketahuan! Apa yang harus aku lakukan? "batin Tsuki ketakutan. Lelaki dengan rambut berantakan dan minuman ditangannya itu menarik tangan Tsuki, sontak Tsuki berontak.
"Lepaskan aku! Tolong!! " teriak Tsuki.
"Ayolah manis! Temani aku malam ini! "Ujar lelaki itu tak mau melepaskan genggaman nya dari Tsuki.
"Tidak mau!! Lepaskan aku! Lepas! " Tsuki mulai menangis gemetar.
"Lepaskan dia!! " Ujar seorang pemuda datang menghampiri.
"Hoshi.. " Tsuki menatapnya dengan rasa bersalah.
"Wahh... Hoshi! Mentang mentang kau sudah jadi anak orang kaya kau mau seenaknya merebut buruanku?!!" Ujar lelaki itu kemudian mendorong Tsuki hingga jatuh.
Hoshi melepas kaca matanya lalu memasukkannya di saku celana.
"Kau mau berkelahi? Ayo!! Sudah lama kita tak adu kekuatan kan?" ujar lelaki itu kemudian berlari menghantam wajah Hoshi dengan kepalan tangannya.
"Hoshi!!! " teriak Tsuki khawatir.
Lelaki itu hendak meninju wajah Hoshi lagi, namun dengan sigap Hoshi menghindar dan berhasil menyikutnya keras. Lelaki itu tak terima begitu saja langsung meninju perut Hoshi.
"Arrghh!! "Erang Hoshi, namun dengan cepat Hoshi meninju lelaki itu hingga hidungnya mengeluarkan darah.
BUKK!!!
Sementara mereka berdua berkelahi, lelaki lainnya malah bersorak girang. Tsuki terus memanggil nama Hoshi agar berhenti berkelahi, namun nihil, mereka tak urungnya nemukul satu sama lain.
"Berhenti!!!! " Ucap seorang paruh baya yang keluar dari bangunan itu.
"Ketua?! " Ujar semua lelaki itu kemudian diam tak berkutik, lelaki yang memukul Hoshi juga berhenti dan menunduk dengan wajah kesal.
Paruh baya itu menatap Hoshi dengan tatapan yang sulit diartikan, sedangkan Hoshi menatap paruh baya itu dengan tatapan benci.
Segera Hoshi mengelap sisa darah dimulutnya kemudian menarik tangan Tsuki dan berlari kabur.
Mereka berlari dan berlari meninggalkan tempat itu.
Setelah dirasa cukup jauh nereka pun berhenti dan mengambil nafas.
Hosh! Hosh! Hosh!
Nafas mereka tak beraturan dan terengah karena habis berlari.
"Terima kasih sudah menolongku" Ujar Tsuki.
"Hoshi wajahmu jadi lebam begitu... Maaf.. Sini aku oba.. " Tsuki khawatir langsung mengambil sapu tangan dari sakunya dan hendak mengelap luka di wajah Hoshi, namun Hoshi menampik tangan Tsuki dengan kasar.
"Sekarang kau puas!!! Apa sangat asik bisa mencampuri dan ingin tau urusan orang lain??!!!" bentak Hoshi sembari mengenakan kaca matanya.
Tsuki menunduk menahan tangis.
"Maaf... " ujar Tsuki lirih.
Hoshi mengacak rambutnya frustasi dan berlari pergi menerobos hujan, meninggalkan Tsuki yang menangis di depan rumahnya.
Tsuki menatap punggung pemuda itu yang mulai menghilang ditengah hujan dengan tatapan sendu.
"Hoshi... Maafkan aku".
***
Semilir angin musim panas menghempaskan dedaunan jingga, dibawah sinar mentari pagi Seorang pemuda dengan rambut kelabu dan kaca mata menghiasi wajahnya duduk merenung sembari menatap cakrawala di atas atap sekolah.
Pandangannya seakan menerawang ke masa lalu, perlahan ia menutup matanya.
10 tahun yang lalu...
Langit kelabu memuntahkan bulir bulir nan lebat, guntur menggelegar sesekali seakan cambuk yang bersinar di langit gelap.
Seorang anak kecil dengan pakaian compang camping dan rambut acak acakan, berjalan gontai dibawah guyuran hujan, meniti jalanan yang sepi.
"Apakah... Aku akan bertahan lebih lama dari ini?" gumamnya berat sembari menatap langit dengan tangannya meremas perutnya yang keroncongan.
"Aku ingin tau berapa lama aku tidak makan?" batinnya sendu.
Tak lama kemudian ia terduduk lemas.
"Kau tak apa? apa kau lapar?" ujar seseorang berdiri didepannya, ia pun mendongak.
"Aku... Lapar..." gumam pemuda itu lemah, anak kecil itu kemudian tersenyum sembari menyodorkan sebungkus makanan di dalam kantong plastik.
"Kalau begitu makanlah ini! Tenang saja aku punya banyak dirumah, oh iya sampai jumpa! Ayah dan ibuku pasti mencariku" ujarnya kemudian berlari pergi, padahal Hoshi kecil bahkan belum mengucapkan terima kasih. Dengan segera ia melangkah kemudian duduk didepan emperan toko yang sedang tutup dan kemudian memakan sebungkus ramen itu dengan lahap seakan juga akan memakan bungkusnya.
Hoshi kecil tersenyum bahagia kemudian menyuapkan makanan ke mulut nya lagi. Setelah beberapa hari tidak makan akhirnya dia dapat mengisi perut nya lagi.
Di hari berikutnya dia bertemu dengan gadis kecil itu lagi, gadis kecil itu memberikan makanan lagi pada Hoshi, tersenyum kemudian pergi.
Begitu seterusnya, namun...
Hoshi tak pernah sempat berkata 'terima kasih' pada gadis kecil itu, rasa gugup membuat nya tak bisa mengucapkan sepatah kata pun.
***
Tsuki menatap bangku kosong disampingnya, Ia pun mendesah sendu. Mungkin memang salahnya, tak seharusnya Ia ikut campur urusan orang lain bahkan mengulik kehidupan seseorang yang tak ada hubungannya dengan nya. Kejadian kemarin membuat nya merasa bersalah, mungkin sekarang Hoshi akan membenci nya.
Saat bel istirahat berdentang, dengan segera ia bergegas keluar dari kelas dan berlari hendak mencari keberadaan pemuda itu.
"Tsuki! Ayo kita makan siang bersa.. " tak selesai ajakan Miki, Tsuki tak menghiraukan nya dan tetap melangkah pergi.
"Maaf, Miki! Lain kali saja ya "ujarnya sembari berlari.
Nafasnya beradu, dan darahnya berdesir, sudah ke seluruh penjuru sekolah Tsuki mencari pemuda itu, namun nihil, padahal Ia yakin bahwa tadi pagi Ia sempat melihat Hoshi berangkat ke sekolah, karena Miki menariknya begitu saja akhirnya Ia tak sempat menyapa pemuda itu.
Ia hampir menyerah mencari pemuda itu, kemudian ia duduk sejenak dikursi taman.
Semilir angin menggoyang rambut panjang merah muda nya, semua orang tak ada yang suka bahkan senantiasa mengolok olok warna rambutnya yang tak biasa, namun untuk pertama kalinya pemuda itu memujinya.
"Rambut mu bagus kok! Seperti warna bunga sakura dimusim semi" begitu kata Hoshi waktu itu, meskipun dia mengejek Tsuki setelah nya.
Kemudian Tsuki menghela nafas panjang dan menatap langit,
Seketika ia ingat, ada satu tempat yang luput dari pencarian nya. Segera ia pun berlari, melewati kelas dan gudang kemudian menaiki tangga.
***
Di hari berikutnya, Hoshi kecil menunggu di tempat gadis kecil itu biasa lewat, kali ini Ia akan memberanikan diri untuk memperkenalkan namanya atau sekedar berterima kasih padanya. Dia juga sudah memetik beberapa bunga liar di lahan kosong tempatnya biasanya bermain.
Untunglah meskipun mentari tertutup mendung kelabu tapi masih belum hujan.
Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya gadis itu muncul, Hoshi berdetak kencang jantung nya, Ia segera berdiri tegak sembari berusaha tersenyum.
"Hei! Kamu! Akhirnya kamu bisa tersenyum juga ya hihi"ujar gadis kecil itu sembari tertawa senang, kemudian menyodorkan sebungkus makanan seperti biasa.
"Lihat lihat! Aku membawakan mu Udon! Kamu pasti suka" ujar gadis kecil itu lagi.
"ano... Em.. Aku... Oh ini untuk mu" Ujar Hoshi gugup sembari menyodorkan sekuntum bunga mawar biru.
"waahhh... indahnya! Makasih " Ujar gadis itu girang sembari menerima bunga itu sambil tersenyum. Namun...
Tiba-tiba bunga itu jatuh ke tanah, dan...
Brukkkk!!!
Gadis kecil itu ambruk sambil berlumuran darah,
Mata Hoshi membelalak tangannya gemetar dan tubuhnya lemas.
Dilihatnya seorang lelaki mabuk yang membawa pistol tengah berusaha berlari dari kejaran polisi.
"hoi!! Berhenti kau!! " teriak sang polisi lalu menembak kaki lelaki itu dan pistol yang dibawa lelaki itu jatuh seiring tubuh nya, segera polisi mengikat tangannya dengan borgol.
Hoshi sadar apa yang terjadi, langsung terduduk lemas sembari mengguncang tubuh gadis itu, menangis dan berteriak .
"Hoi!! Bangun!! Bangun!! Bertahanlah! Aku mohon!! Tolong!!! Tidak... Tidakkk!!!!!!! " teriak Hoshi kecil histeris sambil menangis, namun gadis itu tak bergerak sedikit pun.
Hujan turun begitu lebat menghujam, tak berapa lama kerumunan orang datang membawa gadis itu pergi dan meninggalkan ia sendirian.
Ia terduduk sambil meringkuk sedih di pinggir jalan.
Kini Ia sendirian lagi.
Sungguh malang nasib nya, bahkan hingga kepergian gadis itu ia tak sempat mengucapkan terima kasih.
Hingga tiba-tiba sepasang sepatu mengkilat berdiri didepannya, seorang lelaki kekar berantakan dengan sebatang rokok ia jepit di sela mulutnya dan sebuah payung hitam ditangan kanannya.
"kau mau tempat berteduh? Ikutlah denganku! " ujar lelaki itu dengan seringaian misterius yang menakutkan.
***
Tsuki dengan nafas terengah engah akhirnya sampai di atas atap sekolah, dan benar saja pemuda yang ia cari dari tadi berada di sana membelakanginya.
Segera Tsuki melangkah menghampiri pemuda itu, pemuda itu menoleh.
"Hoi!! Hoshi!! Aku mencari mu kemana mana tapi... "tak selesai omongan Tsuki, Hoshi langsung berlari kearahnya dan menenggelamkan wajahnya di bahu Tsuki. Tsuki sontak kaget dengan apa yang pemuda itu lakukan.
"Hoi!! apa yang..." ingin Tsuki protes dengan perbuatan Hoshi, namun ia melihat tangan pemuda itu gemetar, ia akhirnya sadar bahwa pemuda itu sedang menangis.
Tsuki tanpa sadar mengelus kepala pemuda itu lembut, lalu memeluknya sehingga wajah pemuda itu tak bisa terlihat.
"Sshhh... Semua akan baik baik saja.. Semua akan baik saja, mulai sekarang kau tak akan sendirian lagi" Ujar Tsuki lembut sembari mengusap punggung pemuda itu.
Bel masuk akhirnya berdentang, namun Hoshi masih memeluk Tsuki, air matanya masih mengalir dibalik kaca matanya.
"Maaf... Tapi aku mohon biarkan seperti ini untuk sesaat " gumam Hoshi serak, Tsuki mengangguk.
"Hmm... " ujarnya singkat sembari mengusap usap punggung pemuda itu agar tenang.
"Aku tahu... Dibalik sikap acuh dan anti sosial nya, jauh dilubuk hati Hoshi, dia kesepian, sama seperti ku, ada sisi kelam dari pemuda ini yang tak seorang pun tau"batin Tsuki.
"Terima kasih "Ujar Hoshi kemudian dengan posisi yang sama.
"Mulai dari sekarang aku akan sering mengucapkan kata itu".
"Baiklah, tapi.. " tak selesai ucapan Tsuki, Hoshi menyelanya.
"Jangan membantah! Pokoknya mulai sekarang aku akan selalu berterimakasih! Tak usah tanya kenapa! " Ujar Hoshi serius.
"Ahh sikap egois nya muncul lagi" batin Tsuki.
"Hei! Kau dengar tidak?! " ujar Hoshi kesal karena tak mendapatkan respons.
"Baiklah " Ujar Tsuki pasrah.
"Ngomong ngomong mau sampai kapan kau memelukku seperti ini? "ujar Tsuki kemudian, seketika Hoshi langsung melepaskan pelukannya lalu menjauh dan memalingkan wajah, wajahnya sempurna memerah.
"Lupakan kejadian tadi, J-jangan beritahu siapapun! " ujar Hoshi kikuk sembari memalingkan wajahnya yang memerah.
Tsuki tertawa melihat tingkah pemuda itu.
"hoi!! Jangan tertawa! Diam! Aku serius! Ssttt!!! " ujar Hoshi semakin malu, namun mendengar nya membuat Tsuki tambah tertawa.
"hahahaha!!"
"Eh!! Hoi!!! Hentikan tawamu! Diam! ".
Sedikit demi sedikit...
Tabir itu mulai tersingkap..
Namun masih banyak rahasia yang tersimpan dibalik punggung pemuda itu..
Aku yakin, suatu saat nanti aku akan bisa mengetahui banyak hal..
Bukan sekarang..
Tapi nanti pasti
Sejenak Hoshi tersenyum, melihat senyum nya iris emerald Tsuki melebar, jantungnya berdegup kencang dan pipinya memerah, entah karena dia baru pertama kali melihat senyum tulus pemuda itu atau karena ada masalah dengan jantungnya.
"Wajahmu memerah, apa kau demam?" Tanya Hoshi kemudian menempelkan dahinya ke dahi Tsuki tanpa permisi.
sontak iris Tsuki semakin melebar dan detak jantungnya beradu sangat cepat, ia menghindar segera.
"apaan sih" Ujar Tsuki dengan wajahnya yang sempurna memerah.
"Bukankah itu cara biasa mengecek suhu tubuh seseorang?" Ujar si mata empat santai sambil tak merasa bersalah memeluk lututnya.
Tsuki dengan salah tingkah berdalih, wajahnya benar benar merah.
"T-tapi kan kau bisa hanya menempelkan punggung tanganmu!".
"Begitu ya tapi aku tidak jamin kalau tanganku tidak kotor" Canda Hoshi.
"P-pokoknya--arghhh!!! dasar Hoshi bodoh" teriak Tsuki kemudian berlari pergi.
"Aneh" Ujar Hoshi kemudian tersenyum simpul.
Ia melangkah pergi mengikuti gadis itu.
Cahaya mentari kuning keemasan, membelai esok dengan kehangatan. Meski bisa dikatakan esok menjelang siang.
Tak seperti biasanya, Tsuki dan Hoshi tak bertengkar, setelah kejadian di atap tadi nampaknya mereka mulai akur.
Mereka melewatkan pelajaran pertama, namun pelajaran kedua untungnya pelajaran olahraga, sehingga Mereka bisa agak terlambat.
Saat pelajaran olahraga semua murid tampak antusias, namun tidak dengan Tsuki, dia tak ahli dalam pelajaran Olahraga.
"Dalam penilaian kali ini Kalian akan mencoba lari 100 meter,
Sekarang ambil ancang ancang!" Ujar Hirasawa sensei.
"Lari? Aduh... Kenapa harus lari sih? Walaupun aku sudah biasa lari karena terlambat tapi tetap saja, aku payah dan suka jatuh, semoga dapat giliran terakhir " batin Tsuki kesal.
"Giliran pertama, Hikari Tsuki dan Hitagi Hana! ",Ujar Sensei, Tsuki langsung lemas. Tsuki melihat gadis cantik disampingnya, Hitagi terkenal judes dan sangat tak menyukainya.
"Semoga gadis itu tak berbuat buruk padaku" batin Tsuki.
To be continued.