Sinar mentari esok menerobos masuk lewat tirai merah muda sebuah ruangan,
Tsuki tak seperti biasanya, ia telah terjaga dan bersiap lebih awal, bahkan ia sempat memasak sarapan dan bekal sekolah, kini ia tengah bersenandung sembari menyisir rambut merah mudanya.
Wajahnya berseri seri ketika mengingat sore itu, saat ia di danau bersama Hiro.
"Ahh... Hiro, kau tampan sekali, baik dan jago main gitar kau juga ramah. Uhh... Kira kira kau sudah punya pacar belum ya" gumamnya girang sembari menatap pantulan dirinya di kaca.
"Sungguh berbeda dengan pemuda menyebalkan yang ku kenal! Sudah dingin, berkaca mata, kerjanya cuma menyendiri dan membaca buku saja!!! Kata katanya juga ketus! Ihh menyebalkan!" maki nya kesal.
Akihiko menatap adiknya dengan satu alis terangkat,
" Tsuki ? Kau masih waras kan?" Ujarnya blak blakan.
Tsuki langsung menatap kakaknya tajam.
"Tentu saja aku waras! Kakak pikir aku gila?" Ujar Tsuki kesal sembari menghentakkan kaki.
"Aneh saja kau bicara pada dirimu sendiri di cermin, dan lagi siapa pemuda berkaca mata menyebalkan yang kau maksud?" ujar Akihiko sembari mengusap rambutnya dengan handuk.
"Ihhh!!! Bukan urusan kakak! Dan lagi sangat tidak sopan masuk ke kamar gadis tanpa mengetuk pintu dulu!!" Ujar Tsuki kesal.
"Ya deh maaf" Ujar Akihiko sembari melangkah keluar kamar.
"Lainkali ceritakan pacar berkaca matamu itu padaku ya!" Ujar Akihiko lagi kemudian berlari pergi.
"Kakaaak!!!!!!!!!!" Teriak Tsuki super sebal.
"Siapa juga yang mau pacaran dengan pemuda menyebalkan itu!" Ujarnya kemudia meraih tas dan berangkat sekolah.
***
"Ehh... Lihat bukankah itu Tsuki?" bisik seorang gadis.
"Lihat rambut merah mudanya? Aneh dan menjijikan! Dan juga dandanannya sangat kampungan! dan apa apaan namanya itu? bulan? pfft aneh" timpal gadis lainnya.
Tsuki sudah terbiasa dengan semua itu, ia benci pembullian, tak disangka sekarang dia akan di bully lagi, ini bermula dari kejadian saat ia membela pemuda menyebalkan itu.
Namun jika itu tak merugikan dirinya, maka ia lebih memilih untuk mengabaikannya.
Tsuki segera merogoh hp disakunya, memasang headset di telinganya lalu menyetel musik dengan volume yang keras. Ia melangkah melewati lapangan tenis menuju kelasnya.
BUKKK!!!
Sebuah bola basket melayang mengenai kepalanya, seketika ia terjatuh, pandangannya mulai kabur.
"Hoi!! apa kau mati?" teriak seorang dari kejauhan.
"Ahh kau terlalu berlebihan! Lihat apa dia mati? Hahaha!" timpal kawannya.
"Ayo kita pergi dari sini!" Ujar orang itu kemudian pergi tanpa rasa bersalah.
Tsuki telah terbaring diatas lantai marmer pinggir lapangan, hidungnya mimisan dan pandangannya kabur.
"Kenapa ini selalu terjadi padaku?" gumamnya sedih.
Flashback.
"Tsuki .. Kamu baik baik ya disekolah! Jangan nakal! Ibu dan ayah mau pergi dulu nanti kalau pulang Takeda-san akan menjemputmu! Oke?" ujar seorang wanita berseragam kantoran sembari menepuk kepala seorang gadis kecil.
"Baik'!" ujar Tsuki sembari tersenyum.
Tak lama setelahnya wanita yang tak lain adalah Ibu Tsuki masuk ke dalam mobil hitam dan mobil itu pergi melaju kencang.
Tsuki melangkah masuk ke sekolahnya, taman kanak kanak yang penuh dengan tawa anak anak seumurannya.
Ia menatap sedih anak anak yang tertawa tawa bermain ditemani oleh orang tua mereka, sedang ia sendirian.
"Ehh lihat! Anak itu! Rambutnya merah muda seperti warna permen karet!" ujar seorang gadis kecil sebayanya.
"Iya benar menjijikan ya? Ayo jangan main sama dia" ujar yang lainnya kemudian melangkah pergi. Tsuki kecil hanya bisa menangis.
"Dasar cengeng!! Rambut permen karet! Huuu!! Pergi sana!!" ujar beberapa anak lainya sembari melemparinya bola plastik.
"Hentikan..." ujar Tsuki sembari berjongkok dan menangis.
Flashback off.
Tsuki merasa ada yang aneh, seseorang mengangkat tubuhnya dan membawanya, melangkah menuju UKS.
Perlahan meski kabur, matanya membuka, terlihat samar wajah seorang pemuda berambut hitam dan berkaca mata.
"Apakah dia Hoshi? Aneh... Kenapa dia mau menolongku?" batin Tsuki tak percaya.
"Ahh dasar merepotkan! Sudah tau berat malah pingsan di lapangan! kalau begini aku bisa terlamabat ikut pelajaran pertama! Ahh bisa bisa reputasiku menurun" gumam Hoshi nampak kesal.
"Kalau begitu untuk apa menolongku! Dasar mata empat!" batin Tsuki kesal masih pura pura pingsan.
"Permisi!! Ada yang pingsan!" Ujar Hoshi sembari menggendong Tsuki masuk UKS kemudian menidurkannya di ranjang UKS.
Seorang perawat memeriksa Tsuki segera.
"Ohh ini hanya luka ringan, dia akan baik baik saja cukup dikompres es nanti juga mendingan" ujar sang perawat.
"Begitu ya. Mohon bantuannya" ujar Hoshi, sang perawat mengangguk.
"Baiklah saya pamit dulu" ujar Hoshi kemudian melangkah pergi.
Tsuki menatap punggung pemuda itu dengan raut heran.
"Ada banyak sisi dari pemuda itu yang tak ku nengerti" gumamnya sembari mendesah.
***
Setelah merasa lebih baik Tsuki memutuskan untuk kembali ke kelas sebelum pelajaran ke tiga dimulai, dengan langkah gugup ia menuju tempat duduknya.
"Tsuki ! kau baik-baik saja? Ku dengar kamu pingsan, apa sudah baikan?" ujar Miki terlihat khawatir, aneh padahal dia tadi mengabaikannya.
"Aku baik baik saja kok " Ujarnya sembari tersenyum, kemudian melangkah lagi.
lalu duduk disamping Hoshi yang tengah membaca sebuah buku tebal, kini Tsuki tau alasan Hoshi memakai kaca mata.
"Ano..." Tsuki membuka mulut hendak berbicara, namun ia ragu untuk mengatakan nya.
Hoshi menoleh kearahnya menunggu kalimat selanjutnya yang akan gadis itu ucapkan.
"Terima kasih sudah menolongku" ujar Tsuki akhirnya.
"Tak masalah" ujar pemuda itu singkat, Tsuki tersenyum, ternyata pemuda menyebalkan itu ada sisi baiknya.
"sekarang kita impas" ujar pemuda itu lagi. Senyum Tsuki pudar, ternyata ia salah pemuda itu menolong nya hanya karena Tsuki pernah Menolongnya waktu itu.
"Dasar pemuda menyebalkan!" gumam Tsuki kesal.
"Ya, Takahiro?" ujar Guru menanggapi Hoshi yang mengangkat tangan seperti hendak bertanya.
"Hikari Tsuki sepertinya hendak bertanya sesuatu Pak!" ujar Hoshi menahan senyum.
"Are? Aku?" ujar Tsuki kaget.
"Ya, Hikari? Mau bertanya apa?" ujar Pak Guru menyuruh Tsuki berdiri.
"Eh.. Etto... Anu.. Pak kapan Napoleon dilahirkan?" Ujar Tsuki asal. Seluruh penghuni kelas sontak tertawa.
"Hikari! Kalau kau mau bertanya tentang sejarah boleh saja tapi pada Pak Mamoto di pelajaran sejarah nanti, ini kan pelajaran matematika!" Ujar Pak Takane sambil geleng kepala.
"M-maaf pak!!" Ujar Tsuki membungkuk kemudian duduk dengan rasa malu.
Karena tak memperhatikan ia lupa kalau ini adalah pelajaran Matematika. Hoshi tertawa disamping nya, Ia menatap pemuda itu kesal.
"Awas saja kau!! Dasar mata empat menyebalkan!" ujar Tsuki kesal, sedang Hoshi hanya tersenyum mengejek.
***
Mentari telah menampilkan semburat jingga, angin berhembus sepoi sepoi. Sudah sedari sepulang sekolah Tsuki menunggu di tepi danau, namun Hiro tak juga muncul, padahal jam segini seharusnya pemuda itu sudah duduk disini sembari memainkan gitar nya.
"Ihh!!! Kemana sih pemuda itu? Giliran dicari dia nggak ada!" ujar Tsuki kesal sembari beranjak pergi.
"Ahh pulang saja kalau begitu!".
Namun matanya membelalak dan langkahnya terhenti disaat dilihat nya sesosok yang ia kenal tengah melangkah kearahnya.
"Huhhh... Gara gara tak mengikuti pelajaran pertama tanpa alasan aku jadi harus mengikuti jam tambahan, kalau begini aku tak akan bisa..." tak selesai omongan Hoshi, ia terhenti setelah melihat seorang gadis didepan nya tengah menatap nya terkejut, seketika ia langsung membalikkan badannya.
"Hoshi??!!! Hei!!! Sedang apa kau disini?" Ujar Tsuki heran kemudian menghampiri nya.
"Gawat! Aku lupa kalau dia sering lewat sini" batin Hoshi gelisah. Ia kemudian membalikkan badan, sudah terlambat untuk sembunyi.
dibawah mentari senja mata mereka bertemu cukup lama.
Tanpa kata.
Hembusan angin menerpa dengan lemah lembut, sejenak Tsuki dan Hoshi terdiam sembari mata mereka bertemu, beberapa menit kemudian akhirnya Hoshi mengusaikan acara 'saling pandang' mereka dengan memulai ujar.
"S-sore!, jika kau mencari nya, dia sedang tidak ada disini" ujar Hoshi mengetahui siapa yang Tsuki cari.
"Kau kenal Hiro? Apa jangan-jangan kau menguntitku ya?! " Ujar Tsuki sambil berkacak pinggang.
"Tak terpikir sama sekali bahkan dalam mimpi! " ujar Hoshi dingin sembari melangkah melewati Tsuki begitu saja.
"Hei!!! Aku belum selesai bicara!! " teriak Tsuki kesal sembari mengejar pemuda itu.
Pemuda itu berhenti dan menatapnya datar,
"Apa lagi? Yang kau cari kan Hiro? Aku tak ada urusan mau pulang! Lagian sudah sore malah keluyuran didekat danau, tak takut apa nanti ada hantu danau yang menculikmu!" Ujar Hoshi, Tsuki pun tertawa mendengar perkataan Hoshi yang masih percaya akan hal mistis begituan.
Namun kemudian ia berhenti tertawa dan rautnya berubah sendu.
"Sejak dulu aku selalu menyendiri disini, karena teman temanku selalu mengejekku, mereka slalu berkata bahwa rambut merah mudaku menjijikkan seperti permen karet" Ujar Tsuki sedih menunduk hampir menangis.
"Aku tak percaya gadis cerewet dan egois seperti mu mau menanggapi perkataan mereka" ujar Hoshi, Tsuki tertegun dan menatap pemuda itu. Pemuda itu tersenyum padanya.
"Rambut mu bagus kok! Seperti warna bunga sakura dimusim semi" Ujar Hoshi kemudian, Tsuki terpaku, untuk pertama kalinya ada orang yang memuji rambutnya, Tsuki terkejut dan memerah pipinya.
"Kau bilang aku penguntit, sebaliknya malah kau yang nenguntitku! Sana pergi! Aku mau pulang! " Ujar Hoshi datar sembari kemudian melangkah.
"kita kan searah, kenapa tak pulang bareng aja?!" Ujar Tsuki tersenyum menyelaraskan langkahnya dengan Hoshi.
"aku males pulang bareng gadis cerewet seperti mu! " Jawab Hoshi sekenanya,
"apa kau bilang?!!! Huhh!! Dasar menyebalkan!! " Tsuki amat kesal dengan sikap Hoshi yang dengan raut datar mengatakan hal hal buruk seperti itu padanya, "sebenarnya siapa sih orang tua anak ini!" pikir Tsuki kesal.
Di sela pertengkaran mereka tak disangka tiba-tiba hujan turun dengan deras, refleks Tsuki langsung berlari sambil menarik pemuda disampingnya .
"ahh hujan!! Ayo cepat pulang dan berteduh!! " ujar Tsuki.
"Loh? Ehh!!!?? " Hoshi nampak terkejut dengan Tsuki yang tiba-tiba menarik nya dan berlari. Mau tak mau ia pun ikut berlari.
Dibawah hujan yang turun beriringan, Tsuki dan Hoshi berlari bersama, seakan mereka adalah teman yang dekat, seakan mereka lupa akan perang dingin yang selama ini terjadi diantara mereka. Sejenak mereka tertawa bersama sambil berlari dengan Tsuki yang masih menarik tangan pemuda itu.
Tak berapa lama akhirnya mereka sampai dirumah Tsuki,
Tsuki langsung berlari ke teras rumah sembari mengusap seragam yang ia kenakan. Sejenak akhirnya ia sadar sesuatu, tangannya masih menggenggam tangan Hoshi, refleks ia langsung melepasnya.
"Maaf! Aku tidak sengaja" Ujar Tsuki dengan pipinya yang merona. Sedang Hoshi yang pendiam hanya mendengus kesal.
"Are? Kok aku membawamu ke rumah ku ya? Ahh maaf! Yah karena sudah terlanjur, yasudah ayo masuk! " ajak Tsuki mencoba bersikap ramah.
"Tidak. Aku akan pulang " ujar Hoshi datar sembari hendak melangkah, namun buru buru Tsuki mencegahnya.
"Ehhh!!! Lihat! Masih hujan! Dan lagi banyak petir! Kau mau mati kesambar petir? Ohh... Aku tau, kau malu ya? Kau nggak mau harga diri mu yang tinggi itu ternoda? " Ujar Tsuki dengan nada mengejek.
"Berisik!! Yasudah aku akan berteduh sampai hujan reda! Puas!! " ujar Hoshi mengalah, Tsuki tersenyum menang.
"Aku pulang " ujar Tsuki sembari membuka pintu.
"Selamat datang " jawab Akihiko yang tengah bermain game.
"Silahkan duduk! Kau mau minum apa? Teh? Kopi? " ujar Tsuki menawari.
"Teh saja" jawab Hoshi singkat.
"Are?!! Siapa kau?" tanya Akihiko menghampiri.
"ano..."
"ohh kau pasti pacarnya Tsuki ya? " ujar Akihiko blak blakan, Tsuki langsung menjitak kepalanya keras.
"aduh!! Sakit!! Kau kasar sekali sama kakakmu yang tampan ini!! " Erang Akihiko sembari memegangi kepalanya yang sakit.
"Jangan ngomong sembarangan!! Mata empat ini teman sekelas ku! Bukan pacar ku!! " Ujar Tsuki kesal sembari kembali ke dapur.
"Mata empat ?! " Hoshi nampak tersinggung dengan julukan yang gadis itu berikan padanya.
"Siapa namamu mata empat?" tanya Akihiko penuh selidik.
"kakak dan adik sama saja"batinnya kesal.
"Namaku Takahiro Hoshi, Salam kenal" Ujar Hoshi sambil membungkuk.
"hmm.. Hoshi ya? Nama yang unik, Hoshi artinya bintang kan? " Ujar Akihiko kemudian mendekati Hoshi dan mengendusnya.
"dilihat dari baunya kau pasti bukan orang sembarangan " ujar Akihiko setelah mengendus Hoshi, Hoshi yang risih refleks menjauh.
"dia ini anjing atau apa sih?! " batin Hoshi takut.
"Maaf ya Hoshi kakakku memang begitu, dia sedikit tak waras " ujar Tsuki yang datang sembari membawa nampan berisi beberapa cangkir teh hangat.
"Tak waras sama seperti adiknya" batin Hoshi sambil geleng kepala.
"Apa katamu?! Uang jajan mu berkurang dua puluh yen! " ujar Akihiko kesal.
"yahh!! Kakak!! jangan dong! jahat banget deh" Rengek Tsuki. Hoshi hanya bisa tepuk jidat.
"Kenapa aku bisa terjebak disini bersama dua orang konyol ini" batinnya sembari menghela nafas.
Namun sejenak tanpa sadar Hoshi tersenyum, sudah lama ia tak menikmati teh bersama dengan orang lain.
Setelah beberapa lama akhirnya mereka bisa tenang minum teh hangat bersama, sejenak Tsuki memperhatikan Hoshi.
Pemuda dingin yang misterius, dia juga minim ekspresi.
Tsuki penasaran bagaimana kehidupan Hoshi, pasti ada sebab kenapa Hoshi selalu sendirian dan anti sosial.
Setelah ini Tsuki akan mencari tau siapa Hoshi sebenarnya.
Tsuki menyeruput tehnya lagi dan mengangguk yakin.
Namun tiba-tiba hp Hoshi berdering, segera ia pun merogohnya dari sakunya dan membaca pesan yang masuk.
Dalam sekejap raut wajah Hoshi berubah, ia terlihat gelisah.
"Ada apa? "tanya Tsuki khawatir .
"Maaf aku harus segera pergi, terima kasih teh nya" ujar Hoshi sembari meraih tas dan bergegas pergi.
"Tapi.. Hei! Tunggu! " tak sempat Tsuki mencegah, Hoshi sudah terlanjur keluar dari pintu.
"Ini kesempatan ku untuk mengetahui tentang Hoshi, aku akan mengikutinya" batin Tsuki kemudian mengambil jaket dan bergegas pergi.
"Hei kau mau kemana?! " tanya Akihiko,
"Maaf kak aku mau keluar sebentar! " ujar Tsuki kemudian bergegas pergi.
"Jangan pulang larut! " teriak Akihiko memperingatkan, sedang Tsuki hanya menjawab iya dari kejauhan.
"Dasar gadis aneh! " Ujar Akihiko kemudian masuk ke dalam kamar.
***
Tsuki mengikuti pemuda itu dari belakang, sembunyi sembunyi ia mengendap, sesekali ia harus bersembunyi sambil menutupi kepalanya dengan hodie.
"sebenarnya kemana pemuda mata empat itu akan pergi? " batin Tsuki penasaran.
Hoshi yang nampaknya tak sadar tengah diikuti, hanya melangkah dengan raut gelisah. Dia berjalan melalui jalanan sepi dan gang sempit, menuju tempat yang agak kumuh. Tsuki terus mengikuti dibelakang.
Tak lama kemudian Hoshi berhenti disebuah bangunan usang dengan dindingnya yang dicoret sana sini dan didepannya terdapat meja dengan kacang dan botol berserakan, dikejauhan Tsuki melihat Hoshi berbicara dengan beberapa orang yang berpenampilan sangar, Hoshi nampaknya berbicara dengan raut tak bersahabat.
"untuk apa Hoshi kesini? Dan mengapa dia bisa kenal dengan orang orang yang tampak seperti gangster itu? "batin Tsuki khawatir, sembari masih bersembunyi dibalik tong tong besar berkarat.
To be Continued.