"Percayalah padaku, jika kau percaya padaku.. semua ini terasa lebih ringan untuk ku jalani"
Aku terdiam mematung mendengar pernyataan cinta Se Sang, nafasku tertahan, jantungku berdebar kencang, dan wajahku terasa panas. Aku cepat – cepat mengalihkan pandanganku darinya dan berdeham kecil
"kau tidak perlu membalasnya sekarang" sahutnya
"mw.. mwo..?" jawabku canggung,
"berjanjilah padaku.." katanya sambil memamerkan senyum miringnya yang tampan
"janji?"
"berjanjilah untuk percaya padaku apapun yang terjadi" jawabnya lembut, aku pun mengangguk kecil "baiklah.." kataku sambil menyunggingkan senyumku yang paling manis.
Ia berjalan ke arahku sambil mengeluarkan tangan kanannya dari saku jaket dan mengangkat jari kelingkingnya, "yagsog haejwo" bisiknya pelan. Aku mengengkat tanganku ragu dan perlahan menyilangkan jari kelingkingku dengan jari kelingking Se Sang, aku menaikkan pandanganku ke arah Se Sang yang tampak tersenyum senang melihat jari kami yang terikat, aku menundukkan kepalaku dan tersenyum malu namun terdengar suara kecil di kepalaku 'aku senang melihatmu tersenyum'kata suara itu. Mendengar suaranya aku mengangkat kepalaku kaget dan membuka mulutku
"mwo..?"
"mwo?" tanya Se Sang bingung
"kau barusan mengatakan sesuatu" jawabku,
"tidak" jawabnya santai
"aku mendenggar suaramu tadi" jawabku kali ini sedikit menaikkan nada bicaraku "aku tidak mengatakan apapun" jawabnya lalu mengalihkan padangannya. Se Sang berdeham kecil dan berkata dalam hati 'sial', aku melebarkan mataku dan kembali membuka mulutku
"kau barusan mengatakan 'sial', aku mendengarnya dengan jelas kali ini" kataku mendesaknya, mendengar perkataanku ia menarik tangannya cepat dan memasukkannya ke dalam saku lalu berdeham kecil
"aku pulang" katanya cepat dan membalikkan badannya ke arah jendela "hey.. aku mendengar perkataanmu tadi" bisikku sambil mengejarnya.
Ia cepat – cepat membuka jendela lalu menjulurkan lidahnya ke arahku dan melompat keluar jendela, aku mempercepat langkahku kaget melihatnya melompat begitu saja keluar dari jendela, mengeluarkan kepalaku cemas namun Se Sang sudah terlihat berlari cepat menjauh dari rumahku, tawa keiclku pecah 'aku mengkhawatirkan hal yang tidak perlu' kataku dalam hati. Aku menutup jendela dan melemparkan diriku ke atas kasur, kata – kata Se Sang terus terulang di kepalaku "aku menyukaimu Han Sa Rang" membuatku tertawa geli sambil menggulingkan tubuhku di kasur, hanya ada satu kata yang menjelaskan saat itu 'spesial' kataku dalam hati.
000
Bayangan In Pyo perlahan kembali dan sosok hitam kembali muncul dari bayangan itu. In Pyo membalikkan badannya dan tersenyum puas melihat bayangan hitam itu kembali "apa yang kau dapat?" tanyanya licik
"gadis itu bernama Han Sae Ren, seperti yang tuan ketahui ada anggota malaikat pelindung bernama Han Bin, dia adalah putrinya" buka bayangan hitam itu menjelaskan
"Han Bin.." sebutnya sambil berusaha menginggat wajah appa,
"Han Bin menikah dengan sesama anggota lainnya bernama Lee Chae Hwa" jelas bayangan itu
"bingo.." jawab In Pyo berhasil mengingat wajah appa dan eomma.
Ia melipat tangannya ke belakang sambil berjalan kecil mengelilingi ruangan "lanjutkan"
"dia memiliki saudara kembar bernama Han Sa Rang namun.." jawab sosok itu terputus,
In Pyo menghentikan langkahnya dan menoleh bingung kearah bayangan hitam itu yang tiba – tiba berhenti menjelaskan apa yang di dapatnya "ada apa?" tanyanya curiga
"apa tuan ingat tragedi nona Hyun 19 tahun yang lalu?" tanya bayangan itu hati hati.
In pyo tampak mengerutkan dahinya kesal dan melipat tangannya di depan dada "lanjutkan" jawabnya tegas "ketika nona Hyun dinyatakan meninggal, tuan Won menuliskan takdir tuan akan mati di tangan jeoseung saja perempuan yang lahir dari pasangan pelindung"
"dan hari itu anak mereka lahir.." sambung In Pyo dengan nada emosi,
"benar tuan" timpal bayangan itu membenarkan.
Tawa licik In Pyo pecah dan semakin keras tiap detiknya, wajahnya terlihat marah besar seakan – akan ia bisa menghancurkan apa yang ada di sekitarnya "tuan" panggil bayangan itu
"AKU SUDAH MENYURUHMU MEMBUNUH ANAK ITU" teriak In Pyo ke arah bayangan hitam itu sabil menudingkan jarinya
"mereka sebenarnya satu.." jawabnya terhenti
"apa maksudmu?"
"Tuan tidak bisa membunuhnya karena tuan tidak tahu yang mana yang akhirnya akan membunuh tuan.." jelas bayangan itu terhenti
"lalu?" tanya In Pyo bingung
"tuan Won memisahkan mereka dan menuliskan takdir baru bagi yang lain sampai usianya 19 tahun" jawabnya menjelaskan.
In Pyo tampak memahami perkataan bayangannya itu dan mengepalkan tangannya, wajahnya tampak penuh dengan amarah yang tak tertahankan
"apa yang terjadi sekarang?" tanya In Pyo menahan amarahya
"takdir mereka terikat tuan, kita tidak bisa tahu mana yang ditakdirkan untuk membunuh tuan nantinya" jawab sosok itu datar.
000
Ga Eun terbangun dari tidurnya karena mimpi buruk yang selalu di alaminya setiap malam, ia menyalakan lampu meja dan meraih buku di samping lampu menuliskan apa yang dilihatnya dalam mimpi dengan gerakan cepat. Nafasnya terenggah dan sesekali ia menelan air liurnya berusaha menenangkan diri
"dia mulai mengincar Sa Rang" katanya pelan.
Setelah menuliskan semua yang di lihatnya dalam mimpi, Ga Eun bangun dari tempat tidur menghampiri putrinya yang tertidur pulas, ia menimang – nimang bayi perempuannya itu dan sesekali menggecupnya lembut. Ga Eun menoleh ke arah jendela melihat bulan yang bersinar putih terang dan memejamkan matanya 'aku berdoa hanya untuk keselamatannya' katanya dalam hati dan membuka matanya perlahan. Dering telefon berbunyi membuyarkan lamunannya, Ga Eun membaringkan Mi Ho di atas tempat tidur cepat, segera berlari kelantai bawah mengangkat telefon yang terus berbunyi nyaring
"Cha Ga Eun" panggil seseorang tegas di seberang telefon
"iya.. tuan" jawab Ga Eun ragu.
Terdengar hembusan nafas lega dari telefon yang membuat Ga Eun bingung "apa terjadi sesuatu tuan Han?"
"tidak.." jawab Jae Hoon terhenti
"kami akan membawamu kemari sembentar lagi, kau bisa mulai mengemasi barangmu" lanjutnya datar
"kenapa.. tiba – tiba..?" jawab Ga Eun ragu, "aku berfikir untuk membebaskanmu setelah semua ini selesai" putusnya.
senyum cerah mengembang menghiasi wajah Ga Eun "terima kasih.. terima kasih banyak Tuan" jawab Ga Eun senang sambil membungkukkan badannya sembilan puluh derajat meskipun Jae Hoon tidak bisa melihatnya. Jae Hoon terdengar berdeham kecil dan melanjutkan perkataanya "mulailah berkemas" lalu menutup telefonnya.
Ryung Joon tersenyum kecil mendengar perkataan tuannya pada Ga Eun dan menghembuskan nafas lega "terima kasih tuan" katanya sambil menundukkan kepalanya sopan
"aku berjanji untuk mengabulkan permintaanmu" jawabnya santai lalu pergi melewati Ryung Joon masuk kekamarnya.
000
Saat pagi datang aku terbangun dengan sendirinya dari tidurku, sejak hari Se Sang mengatakan bahwa dia menyukaiku ia lebih sering menghubungiku.
Aku menempelkan ponselku ke telinga "hallo.." kataku dengan kondisi setengah sadar
"kau baru bangun?" jawab Se Sang dari seberang telefon
"aku bermimpi sangat indah sampai kau menggangguku" jawabku datar, "ahh lupakan.. bangunlah.. aku ingin ke suatu tempat denganmu"
"aku tidak mau" jawabku datar dan hendak menutup telefonnya
"hey.. hey.. dengarkan aku, aku akan menceritakan padamu mengenai diriku" cegatnya dengan cepat. Mendengar itu mataku terbuka lebar dan aku langsung bangun dari posisi tidurku "kau akan menceritakan semuanya?" jawabku senang.
Nafas kecil terdengar dari seberang telfon, Se Sang tertawa kecil "apapun yang ingin kau ketahui, Sae Ren –ssi menceritakan padaku mengenai kebiasaan kalian" tawarnya
"kebiasaan?" tanyaku bingung "timbal balik" jawabnya singkat
"apa yang kau minta?"
"Minta?" tanyanya bingung, "kau bilang timbal balik" jawabku kesal. Suara tawanya kembali terdengar dari seberang telefon
"mwoya.. apa ada yang lucu?" sambungku "tidak ada, aku akan memikirkannya, siap – siaplah aku menunggumu di halte" katanya santai,
"call.." jawabku singkat menutup sambungan telefon dan segera bangkit dari tempat tidurku bersiap – siap.
Aku sampai di halte sesuai janji kami, memutar mataku ke sekeliling mencari Se Sang namun ia tidak terlihat dimanapun, aku menoleh ke kiri sambil mengamati sekeliling dan mataku terhenti pada sosok pria dengan jaket hitam dan celana jeans panjang di halte seberang jalan. Pandangan kami bertemu dan pria itu membuka penutup kepala jaketnya, terlihat wajah Se Sang yang tersenyum cerah ke arahku. Aku mengangkat tanganku dan melambai kecil ke arah Se Sang, senyumnya terlihat semakin cerah saat aku melambai ke arahnya, ia berjalan cepat menaiki jembatan penyebrangan ke arahku dengan senyum cerahnya yang tampan.
Langkahnya terhenti tepat di hadapanku "Kau sudah menunggu lama?"
"tidak.. aku juga baru saja sampai" jawabku sambil tersenyum "punya ide kemana kita akan mengobrol?" tanyanya santai,
"hmm.. sepertinya tidak.." jawabku ragu "apa kau punya?"
"baiklah ikut aku.." katanya santai sambil menarik tanganku pelan.
Aku mengikutinya tanpa protes sampai kita berdiri di depan sebuah kamar apartemen tua di dalam gang yang cukup terpencil "Han Se Sang.. kita dimana?" bisikku, "rumahku" jawabnya singkat sambil membuka pintu apartemennya dan masuk dengan santai
"kau tidak mau masuk?" tanyanya sambil menahan pintu untukku.
Aku berjalan masuk perlahan sambil melihat sekeliling ruangan, tidak buruk, tidak terlihat seperti tampak luarnya, "duduklah" katanya santai sambil membuka jaket lalu menggantungnya di belakang pintu. Aku masih mengamati sekitarku memenuhi rasa penasaranku terhadap tempat yang ia sebut rumah ini
"duduklah" katanya lagi sambil keluar dari kamarnya dengan kaus merah ditangannya,
aku membalikkan badanku dan segera menutup mataku panik melihatnya keluar tanpa menggunakan pakaian "hey.. apa kau tidak punya baju?" kataku sambil menutup mataku rapat – rapat. Tawa Se Sang pecah
"kau seperti seseorang yang tidak pernah melihat tubuh seorang pria" katanya menghina di sela tawanya
"MWO.." kataku dengan nada emosi dan membuka mataku lebar – lebar kearahnya. Mataku tertuju pada luka bakar berbentuk cincin di dada kirinya dan seketika ekspresiku bebubah, mataku terus tertuju pada luka bakar itu sambil perlahan mendekatinya
"hey.. apa yang kau lihat?" kata Se Sang curiga dan berjalan mundur perlahan sambil menutupi tubuhnya "itu.. dari mana kau mendapat luka itu?" tanyaku hati – hati sambil menunjuk luka di dada kirinya. Ia mengikuti arah pandanganku dan memasang ekspresi bingung "kau tahu tentang ini?" tanyanya sambil memiringkan kepalanya "mungkin.." jawabku tidak yakin, ia menghembuskan nafas berat dari mulutnya dan mengenakan kaus merah yang sejak tadi di bawanya lalu menjatuhkan diri santai ke sofa.
Aku duduk di sebelahnya menyenderkan tubuhku canggung ke sofa, Se Sang menoleh ke arahku dan membuka mulutnya
"ceritakan apa yang kau tahu tentangku" bukanya
"ne?" jawabku bingung, "timbal balik.." timpalnya,
"itu yang kau minta?" tanyaku.
Ia mengganggukan kepalanya dan tersenyum miring, "baiklah.." jawabku singkat
"aku mendapatkannya sejak kecil.." sahutnya membuatku menoleh ke arahnya "luka yang kau lihat" sambungnya,
"dari mana kau mendapatkannya?" tanyaku penasaran "tidak tahu.." jawabnya terhenti.
Aku menatapnya lurus – lurus menantikannya melanjutkan kata – katanya, ia menoleh ke arahku dan membuka mulutnya "apa yang kau ketahui tentang luka ini?"
"kau harus menceritakannya padaku dulu" jawabku "kau harus menjelaskan padaku.. timbal balik kan.." elaknya, "kau harus menceritakan semua yang kau tahu dulu" bantahku "kau akan berbuat curang jika aku menceritakannya dulu" sahutnya lagi
"kalau kau tidak percaya padaku kenapa kau menelfonku tadi pagi" balasku kali ini menaikkan nada suaraku. Mendengar perkataanku tawa Se Sang pecah, aku hanya menatapnya dengan ekspresi aneh dan melipat tanganku di depan dada "baiklah.. baiklah.. apa yang ingin kau ketahui?" tanyanya pasrah setelah melihat ekspresiku, aku tersenyum senang dan menoleh melirikkan mataku ke arah dadanya.
Se Sang menurunkan pandnagannya sejenak lalu menghembuskan nafas berat "Itu dari ibuku.. entahlah apa dia pantas aku sebut ibu atau tidak.." bukanya
"eomma?"
"saat aku masih kecil kami oleh sekurumanan orang dan dia berlari dari mereka sambil menggendongku erat – erat" lanjutnya, Se Sang mengalihkan pandangannya dariku dan melanjutkan ceritanya "dia masuk ke dalam hutan dan memberikan ini padaku lalu pergi meninggalkanku begitu saja"
"Se Sang -ah.." panggilku "hmm" jawabnya tanpa menoleh kearahku
"kau tahu kan aku ini apa?" aku terdiam sesaat dan menghembuskan nafas berat dari mulutku "kau tahu kan aku bukan manusia biasa?" lanjutku. Se Sang tersenyum kecil dan menoleh ke arahku "aku tahu.. kan aku sudah pernah bilang" dia menggengam tanganku dan menatapkku lurus – lurus 'aku menangkapmu' terdengar suaranya di dalam kepalaku yang membuat mataku melebar kaget,
"ohh.. aku mendengar suaramu lagi" kataku takjub. Se Sang tertawa kecil dan melepaskan tanganku "apa itu sangat menakjubkan bagimu?" tanyanya santai, aku mengangguk dengan semangat
"bagaimana kau bisa melakukannya?" tanyaku
"tidak tahu.. aku bisa melakukannya sejak saat luka aneh ini ada, aku juga bisa membedakan jenismu dan jenis lain" jawabnya santai sambil mengingat kecil, "jenisku?" jawabku bingung sambil menunjuk diriku sendiri.
Se Sang membenarkan posisi duduknya menghadap ke arahku lalu melanjutkan pembicaraan "hei aku harus menyebut jenismu apa? Aku tidak yakin harus menyebut jenismu.. iblis?" panggilnya canggung.
Mataku melebar mendengar seebutan yang keluar dari mulut Se Sang "IBLIS.." kataku tercengang "jadi selama ini kau menganggapku iblis?" tanyaku dengan nada tidak percaya,
"apa salahku.. lagi pula jenismu sangat jahat padaku.. apa salahnya aku menyebutmu iblis?" bantahnya tidak mau kalah "waahh.. Han Se Sang.. kau ternyata.. waahh.." kataku kehabisan kata – kata. Se Sang kembali memegang tanganku dan menariku ke arahnya, dalam sekejap jarak wajah sudah sangat dekat dengan wajahnya
"apa yang kau lakukan?" tanyaku gugup
"tidak seharusnya kau menjadi salah satu di antara jenismu, karna kau terlau baik untuk itu" katanya dengan gagah seketika membuatku terpesona mendengarnya.
Aku memalingkan pandanganku darinya menyembunyikan wajahku yang memerah mendengar perkataannya, "Han Sa Rang" panggilnya sambil berusaha melihat wajahku yang semakin memerah,
aku sibuk menyembunyikan wajahku darinya dan tidak menjawab panggilannya barusan. Melihat tingkahku Se Sang tertawa kecil dan menarik wajahnya menjauh "tak akan lama lagi kau akan menyatakan perasaanmu padaku" katanya percaya diri
"kenapa kau menyukaiku?" tanyaku tiba – tiba
"entahlah.. aku selalu melihatmu dengan cara yang berbeda.." jawabnya bingung "apa kau tahu tentang orang tuamu?" tanyaku hati – hati,
"tidak.. sama sekali.. kenangan yang ada hanya ibuku yang meninggalkanku di hutan.." jawabnya singkat
"Se Sang.. aku tidak yakin.. tapi.." kataku terputus – putus dengan nada ragu "tapi..??" jawab Se Sang santai.
Aku menghembuskan nafas berat dari mulutku "aku rasa kita sama" lanjutku. Mata Se Sang melebar dan ia menoleh cepat kearahku
"jelaskan padaku maksud perkataanmu barusan" katanya tegas sambil mencengkram pergelangan tanganku, aku meringis menahan sakit yang terasa di pergelangan tangnaku "sakit.. sakit.." kataku sambil memukul tangan Se Sang pelan dengan tanganku yang bebas. Se Sang tersadar dengan tindakannya dan segera melepaskan tangannya dariku "maaf.." katanya dengan ekspresi melunak "aku tidak tahu ini benar atau tidak" jelasku singkat
"bisa kau ceritakan padaku?" mintanya,
"kau.. kau.." kataku sambil sesekali melirik ke arahnya "kau ingat gulunngan yang kau lihat saat kau masuk ke dalam kamarku?"
"iya.. lalu..?" katanya sambil mengingat – ingat
"itu berisi penjelasan mengenai sebuah kutukan takdir.."bukaku.
Aku memainkan jariku pelan "kutukan itu dapat mengubah takdir seseorang"
"tak..dir?" jawab Se Sang bingung "mmm.. itu.. adalah perjanjian darah" timpalku sambil mengganguk "jadi jika seseorang melakukannya maka dia dapat merubah takdir orang lain.." jelaksku,
"lanjutkan ceritamu"
"dalam gulungan itu tertulis 'menjadikan yang abadi menjadi fana dan yang fana menjadi abadi' jadi maksudku jika, jika kau memiliki tanda kutukan itu.. berarti kau seharusnya .. sa-" "sama sepertimu" timpal Se Sang menyimpulkan dan berfikir sejenak lalu memegang kedua bahuku "dari mana kau yakin tentang hal itu?" tanyanya, aku menurunkan pandanganku kedadanya dan menjunjuk dada kirinya dengan jari telunjukku "itu" kataku pelan. Ia langsung berdiri terkejut dan berjalan cepat ke dalam kamarnya, aku mengejarnya namun langkahku terhenti didepan pintu kamarnya. Ia berlutut didepan laci kecil di sebelah tempat tidurnya dan mengobrak – abrik kasar isi laci itu, ia mengeluarkan sebuah surat dan membuka surat itu kasar kemudian membaca kembali isi surat itu. Setelah membacanya ia menjatuhkan surat itu kelantai lalu duduk lemas diatas tempat tidur, melihat tingkah aneh itu aku mendekatinya lalu berlutut di depannya
"apa aku boleh membacanya?" tanyaku hati – hati
Se Sang tidak menjawabku dan hanya menatap kosong ke lantai. Aku mengalihkan pandanganku pada surat yang tergeletak di lantai dan meraih surat itu perlahan sambil sesekali melirik ke arah Se Sang. Aku membaca surat itu dan menghembuskan nafas tidak percaya pada isinya "jelaskan padaku siapa orang ini?" mintaku
"aku tidak tahu"
"apa maksudnya.." bentakku "kenapa dia tahu tentang ku?"
"aku juga tidak tidak tahu" bentaknya "dia bagaikan bayangan, dia selalu menghantuiku selama hidupku.. kau pikir aku tidak gila"
"Han Se Sang" panggilku melunak.
Se Sang menunduk dan membuka mulutnya "apa kau percaya pada isi surat itu?", aku kembali menatap surat di tanganku dan memalingkan wajahku tanpa menjawab sepatah katapun, tidak kunjung mendengar jawabanku Se Sang kembali membuka mulutnya "kau percaya kan?" tanyanya sekali lagi. Aku mengulurkan tanganku memegang tangannya erat
"Han Se Sang.." panggilku tidak yakin dan berfikir sejenak sebelum melanjutkan perkataanku "jika.. ini hanya jika.. jika surat ini tidak sesuai kenyataan apa yang akan kau lakukan?"
'maksudmu jika aku bukan jenismu seperti yang di katakan surat ini' jawab suaranya yang terdengar di kepalaku, ia menoleh ke arahku dan menatapku lurus – lurus
'aku akan merubah takdirku' lanjutnya.
***