Chereads / Between Love And World / Chapter 16 - CHAPTER 15 SALJU PERTAMA

Chapter 16 - CHAPTER 15 SALJU PERTAMA

"Aku percaya akan cinta yang berakhir bahagia, sampai aku bertemu denganmu yang membuktikan kalau.. rasa cintaku tidak akan pernah membawaku pada kebahagiaan"

Aku berguling malas di atas tempat tidurku dengan ponsel menempel di telinga, tak terasa sudah 1 setengah jam aku dan Se Sang berbicara di telfon. Kami membicarakan banyak hal dan saling bercerita banyak hal

"apa yang akan kau lakukan saat salju pertama turun?" tanya Se Sang tiba - tiba

aku menaikkan alisku "salju pertama?" tanyaku ulang.

Se Sang mengangguk kecil sambil meletakkan tangan di bawah kepalanya santai "hmm.. apa yang akan kau lakukan hari itu?" tanyanya lagi.

Aku pun memutar mataku berfikir keras berusaha menemukan jawaban dari pertanyaan Se Sang barusan, namun tidak ada satupun jawaban yang tepat untuk pertanyaan itu aku memiringkan kepalaku "entahlah.. aku masih tidak tahu" jawabku bingung. Se Sang tertawa kecil sejenak "bagus kalau begitu" jawbanya terdengar senang, ia memindahkan ponselnya ke sebelah kiri "aku akan menemuimu saat salju pertama turun" lanjutnya santai. Jantungku berdebar mendengar perkataannya itu "mwoyaa.." jawabku malu sambil tertawa geli, Se Sang tertawa kecil "sungguh.. aku akan menemuimu" timpalnya menekan berusaha meyakinkanku. Aku tertawa kecil mendengar jawabannya itu, tiba - tiba seseorang membuka pintu kamaku kasar membuatku reflek menyembunyikan ponselku ke bawah bantal cepat. Aku mengedipkan mataku beberapa kali

"ooh.. eomma.." panggilku canggung

"sedang apa kau? Kenapa tidak tidur?" tanya eomma curiga

"a- ak- aku tidak bisa tidur.." jawabku gugup.

Eomma masuk dan duduk di pinggir kasurku, sorot matanya sangat tenang "apa ada yang mengganggu pikiranmu?" tanya eomma lembut, aku terseyum kecil lalu menggeleng "aniyo.. mungkin karena aku terlalu banyak makan" jawabku bergurau. Kami tertawa kecil bersama sejenak dan eomma pun mengusap lembut keningku "tidurlah" ucap eomma sebelum meninggalkan kamarku.

Setelah pintu kamarku tertutup rapat, aku menghembuskan nafas lega dan kembali menempelkan ponselku ke telinga cepat "Han Se Sang.." panggilku. Kerutan perlahan menghiasi keningku karena tak kunjung mendengar jawaban dari seberang telfon, aku menjauhkan ponselku melihat ke layar yang menunjukkan waktu sambungan telfon yang masih berjalan. Aku pun kembali menempelkan ponselku

"Se Sang -ah.. ja?" tanyaku pelan

"ani.." jawabnya pelan

"mwoya.. kenapa kau tidak menajwabku tadi?" tanyaku sedikit kesal,

terdengar suara hembusan nafas berat dari seberang telfon sejenak "aku hanya membayangkan jika aku punya ibu sepertimu, apa ibuku akan masuk dan mengkhawatirkan aku jika aku tidak tidur seperti ibumu?" jawabnya.

Sorot mataku pun menjadi sayu mendengar perkataan Se Sang barusan, aku memaksakan senyum kecilku "mungkin ibumu akan begitu.." jawabku canggung. Aku sangat ingin menanyakan padanya tentang apa yang terjadi padanya (tapi aku menahan diri). Aku memaksakan senyum kecil "aku akan menjadi ibumu kalau begitu.." tawarku ceria, "anakku bagaimana kabarmu.. aigoo kau sangat tampan" lanjutku bergurau menirukan cara bicara ahjumma yang sering ku temui di luaran sana. Tawa hina terdengar dari seberang telfon, aku berhenti berbicara sejenak mendengar tawa Se Sang "hey! Apa kau menertawakanku sekarang?" tanyaku kesal. Se Sang tersenyum miring

"kau baru saja memanggilku hey!" katanya sambil menekan kata hey.

Aku memutar mataku diam sejenak "ya.. aku memanggilmu hey.. lalu kenapa?" tantangku, Se Sang terawa kecil "sudahlah, kau harus tidur.. jika tidak ibumu akan mendatangimu lagi" timpalnya santai dari seberang telfon. Aku tersenyum kecil "jal ja.." sahutku. Se Sang pun tersenyum "hmm.. jal ja" sahutnya lalu menutup sambungan telfonnya.

000

Aku berjalan santai sambil mengeratkan jaketku menahan dinginnya cuaca hari ini, angin yang bertiup seakan - akan menusuk tulangku dan uap keluar dari mulutku tiap kali aku menghembuskan nafas. Ramalan cuaca memprediksi salju pertama akan turun hari ini, maka aku keluar rumah dengan harapan bahwa Se Sang akan menemuiku sesuai perkataannya tempo hari. Aku berjalan menuju ruangan Yoon Mi dengan senyum cerah, aku berhenti sejenak merapikan bajuku lalu mengangkat tanganku hendak mengetuk pintunya, tiba - tiba pintu di hadapanku terbuka dengan sendirinya

"kau sudah datang.. masuklah" sambut Yoon Mi dari balik pintu.

Aku menurunkan tanganku bingung lalu masuk ke dalam ruangan Yoon Mi. Mataku melebar kaget melihat ruangan Yoon Mi yang sedikit berantakan dan beberapa barangnya sudah tertata rapi di dalam kotak besar, aku menoleh cepat dengan ekspresi semakin bingung

"apa terjadi sesuatu?" tanyaku hati - hati.

Yoon Mi menggeleng kecil sambil tetap menata barangnya ke dalam kotak besar di hadapannya "aku akan berlibur" jawabnya santai, aku mengerutkan alisku "ne..?" tanyaku tidak mengerti. Yoon Mi menghembuskan nafas besar lalu menoleh menatapku "wae? Apa aku tidak boleh berlibur?" tanyanya datar, aku mengedipkan mataku beberapa kali lalu menggeleng cepat "aniyo.. bukan begitu maksudku.." jawabku canggung. Tawa Yoon Mi pecah melihat reaksiku, ia meletakkan kedua tangannya ke atas pinggang

"jaga sikapmu.. jangan membuat masalah" timpalnya menasihati.

Aku hanya tersenyum kecil mendengar nasihat itu, entah mengapa, bagiku nasihat itu terdengar seperti salam perpisahan. Aku merasa tidak enak mendengar nasihat itu keluar dari mulut Yoon Mi, kata - kata itu terasa seperti kami akan berpisah selamanya.

000

Aku berjalan santai dengan wajah muram dan pikiran kacau, 'apa lagi yang Yoon Mi sembunyikan atau rencanakan kali ini?' tanyaku dalam hati. Aku menghembuskan nafas besar lalu memasukkan kedua tanganku ke dalam saku jaket, gerakanku terhenti merasakan sesuatu pada saku jaketku dan aku pun menarik tanganku mengeluarkan benda itu dari saku jaketku. Aku membuka hampa mulutku melihat amplop putih polos yang tadi Yoon Mi titipkan untuk orang tuaku, aku mengigit kecil bibir bawahku penasaran dan membalik amplop itu melihat tulisan 'dari: Hyun Yoon Mi' tertera di sudut amplop. Amplop itu terlem rapat sehingga aku tidak bisa membukanya. Tiba - Tiba ponselku bergetar panjang membuatku memasukkan kembali amplop itu ke dalam saku dan membuka tasku cepat mengeluarkan ponselku

"Han Se Sang.." panggilkku pelan,

keningku berkerut curiga dan aku pun menoleh ke sekeliling mencari dimana ia bersembunyi kali ini. Aku melirik ponselku sinis lalu mengetuk layar cepat "eodiya?" tanyaku curiga

"mwoya.." omelnya mendengar nada suaraku

"apa sekarang kau sedang mengikutiku?" tanyaku semakin curiga sambil menoleh ke sekeliling dengan tatapan tajam.

Suara tawa terdengar di seberang telfon, tentunya itu membuatku semakin curiga. Se Sang menghembuskan nafas kecil sejenak "kau tahu hari ini hari apa?" tanyanya, ekspresi curigaku pun langsung berganti dengan ekspresi bingung mendengar pertanyaan aneh Se Sang barusan. Aku sedikit memiringkan kepalaku "minggu" jawabku datar, Se Sang menghembuskan nafas kesalnya "HEY!" teriaknya mengomel. Aku menjauhkan ponselku mendengar teriakkan keaslnya, emosiku terpancing mendengar teriakannya barusan "AHH.. WAE? Kau bertanya ini hari apa maka aku menjawab ini hari minggu.. apa salahku?" omelku dalam satu tarikan nafas cepat. Se Sang menghembuskan nafas kecil "dwaesseo.. ohh.. dwaesseo.." jawabnya pasrah, ia diam sejenak "berbaliklah ke seberang" sambungnya. Aku membalikkan badanku cepat dan mataku langsung melebar. Se Sang tengah berdiri dengan satu tangan memegang ponsel di telinga, menatapku sambil memamerkan senyum miringnya yang tampan. Aku hanya terdiam menatapnya, waktu terasa berhenti dan dunia terasa hening saat itu. Tiba - tiba satu titik putih jatuh melewati mataku, satu persatu salju mulai berjatuhan. Aku mendongak menatap salju yang mulai berjatuhan deras,

"aku menepati perkataanku" sahutnya dari seberang telfon, aku menurunkan pandnaganku menatapnya lurus "ne?" tanyaku tidak mengerti

"aku menemuimu, saat salju pertama turun.. Han Sa Rang" jawabnya lembut.

Mataku melebar mendengar suara gagahnya itu, jantungku berdebar lebih cepat dan aku seakan - akan melayang di udara. Senyum perlahan mengembang di bibirku, aku merasa sangat bahagia dan aku merasa aku wanita paling bahagia di dunia ini.

Se Sang berjalan menyeberangi jalan dan berhenti tepat di depanku, ia tersenyum kecil lalu mengetuk ponsel yang masih menempel di telingaku "kau bisa menurunkannya sekarang" sahutnya geli. Aku mengedipkan mataku cepat lalu menurunkan tanganku malu atas sikap anehku ini, semetara Se Sang menutupi mulutnya berusaha keras menahan tawanya yang ingin pecah. Ia berdeham kecil lalu meraih tanganku menarikku ke suatu tempat, aku pun melebarkan mataku kaget "kita mau kemana?" tanyaku gugup. Se Sang tetap berjalan cepat "kita harus cepat sebelum terlambat" timpalnya. Kami berhenti di suatu taman besar yang gelap, namun banyak orang bergerombol disana menunggu sesuatu. Kami berhenti tepat di tengah - tengah kerumunan, dan Se Sang pun langsung menghembuskan nafas besar sambil mengatur nafasnya setelah berlari kecil menuju taman. Aku menundukkan bandanku kelelahan "mwoya.." keluhku kehabisan nafas, Se Sang tertawa kecil "untung kita belum terlambat" sahutnya lega. Aku pun menoleh cepat lalu menegakkan badanku

"apa ada sesuatu di taman ini?" tanyaku penasaran,

Se Sang pun mengangkat tangan melihat jam yang terpasang di lengannya "ohh sekarang" sahutnya mengabaikan pertanyaanku. Ekspresiku semakin kesal melihatnya mengabaikanku, namun Se Sang langsung berjalan ke belakangku dan mengarahkan kepalaku ke depan dengan kedua tangannya, ia tersenyum kecil "diamlah" bisiknya. Ia pun mengangkat tangannya menutup kedua mataku lembut, aku mengepalkan tanganku gugup sambil menghitung dalam hati '5.. 4.. 3.. 2.. 1..' tepat dalam hitungan satu, ia membuka mataku.

Kilauan lampu menari - nari di depan mataku, taman yang sebelumnya gelap menjadi terang dengan lampu hias yang membentuk pohon natal besar dan menjulang tinggi ke langit. Aku membuka mulutku takjub dengan keindahan lampu yang berkilauan indah di depan mataku, tawa bahagia pun menghiasi wajahku. Se Sang pun tersenyum bangga pada dirinya melihat tawa bahagia yang menghiasi wajahku itu. Aku menoleh menatap Se Sang sejenak lalu kembali menoleh menatap pohon natal besar di hadapanku

"kau menyukianya?" tanya Se Sang

aku mengangguk cepat "hmm.. sangat.. sangat.." jawabku antusias

"baguslah kalau begitu" jawabnya lega.

Aku membalikkan badaku menghadap Se Sang "gomawo Han Se Sang.." ungkapku sepenuh hati lalu memeluknya erat. Se Sang pun tersenyum dan memelukku, setelah beberpa detik aku melepaskan pelukanku "injeong" sahutku sambil menepuk kedua pundaknya dengan tanganku. Tawa Se Sang pecah setelah melihat tingkah anehku yang baru itu, ia pun mengusap kecil kepalaku. Aku kembali menoleh menatap indahnya pohon natal di hadapanku, namun Se Sang terus menatapku lurus - lurus, ia menggerakkan tangannya ke pipiku dan membalikkan wajahku menatapnya lurus. Jantungku pun langsung berdetak lebih cepat dan aku mengedipkan mataku beberapa kali menenangkan diri. Aku meringis kecil "w- wae?" tanyaku canggung

"johahae.. Han Sa Rang, ani.. Sa Rang -ah"

saat itu juga kembang api langsung meluncur ke langit di iringi tepuk tangan dan seruan takjub semua orang yang berada di taman itu. Aku dan Se Sang terus saling menatap lurus seakan hanya ada kami di tempat ini, aku tidak bisa mendengar apapun, dunia terasa hening dan waktu terasa tidak berputar lagi. Se Sang pun menundukkan kepalanya mengecup bibirku lembut. Tepat saat itu juga aku memenuhi apa yang telah di takdirkan, aku akan kehilangan banyak hal, termasuk diriku sendiri. Jika aku mengetahui apa yang akan terjadi mungkin aku tidak akan memilihmu, jika aku mengetahui ini akan menjadi awal maka aku akan mengakhirinya saat itu juga.

***