"Aku akan melakukan apapun. Karena aku menyukaimu.. Han Sa Rang"
Se Sang berjalan menyusuri jalan sempit yang sepi untuk sampai ke apartemennya, ia menghentikan langkahnya dan menoleh kecil kebelakang
"keluarlah, aku tahu kau disana" katanya ringan.
Mendengar perkataannya itu, sosok hitam yang bersembunyi di kegelapan menunjukkan dirinya dan berdiri mematung di belakang Se Sang. Sosok itu menggunakan jubah hitam yang menutupi seluruh tubuhnya dengan sempurna, ia tampak menundukkan kepalanya seakan Se Sang adalah tuannya, Se Sang membalikkan badan sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana
"apa yang akan kau berikan padaku kali ini?" tanyanya menantang.
Sosok itu tidak menjawab sepatah katapun dan mengulurkan amplop dengan isi yang cukup tebal pada Se Sang. Melihat amplop di tangan sosok misterius itu raut wajah Se Sang berubah bingung, ia ragu sejenak dan akhirnya maju mendekati sosok itu mengambil amplop yang di tujukan untuknya, setelah amplop itu sampai di tangan Se Sang soosok itu cepat – cepat menarik tanganya pergi dalam kegelapan. Se Sang melihat itu dengan raut wajah datar seakan itu sudah menjadi hal biasa baginya, ia membalikkan badan kembali melanjutkan langkah masuk ke dalam apartemennya santai. Ia melempar amplop tebal itu ke atas meja lalu menjatuhkan tubuhnya di atas sofa sambil menghembuskan nafas berat dari mulutnya, ia memejamkan mata sejenak membuat keheningan memenuhi ruangan itu. Ia pun membuka matanya perlahan dan mengeluarkan ponsel dari saku jaketnya, membuka daftar kontak mencari nama seseorang lalu menempelkan ponselnya ke telinga.
Aku duduk menyilangkan kakiku di atas kasur sambil memainkan ponselku santai sebelum tiba – tiba telfon masuk membuatku tercengang, 'kenapa dia menelfonku?' pikirku dalam hati. Aku mengedipkan mataku beberapa kali sebelum mengangkat telfonnya
"oo.. Han Se Sang.." sapaku cangung
"kenapa kau mengintip tadi" tanyanya langsung
"ak.. aku tidak mengintip.. mungkin yang kau lihat itu Ren" jawabku gugup. Suara tawanya terdengar dari sebrang telfon membuatku merasa semakin aneh,
"he.. hei.. apa yang lucu?" timpalku datar
"kau" jawabnya singkat sambil tertawa kecil, aku hanya mendengar tawanya dan tidak mengatakan apapun sampai suasana menjadi hening di telfon.
"Han Sa Rang.." panggilnya
"wae?" jawabku datar
"kau.." katanya terhenti, mendengarnya tidak melanjutkan kata – katanya aku mengerutkan dahi penasaran dan membuka mulutku "aku.. kenapa denganku?"
"seberapa keras kau berusaha menjadi Ren.. aku satu – satunya orang yang akan selalu mengenalmu" katanya dengan suara yang lembut dan seketika membuat nafasku terhenti. Jantungku mulai berdebar lebih cepat dan pipiku mulai memerah
"he.. hey.. ada apa denganmu" kataku sambil mengipas kecil wajahku dengan tanganku yang bebas
"entahlah, apa kau senang mendengarnya?" jawabnya santai
"kau tidak tidur?" kataku cepat mengalihkan pembicaraan
"aku baru sampai di apartemenku" sahutnya, "aku dengar kau sedang kesusaahan dalam pekerjaanmu"
"ohh.. bagaimana kau.. ahh Han Sae Ren" jawabku dengan nada kesal,
"Sae Ren –ssi tidak menceritakan apapun, dia hanya bilang pekerjaanmu dalam masa sulit" katanya santai. Se Sang membenarkan posisi duduknya "aku tidak tahu apa yang kau lakukan tapi, kalau itu berkaitan dengan aku.." katanya terhenti, ia menghembuskan nafas berat dari mulutnya
"lepaskanlah" lanjutnya
"apa maksudmu?" jawabku ragu
"ingatlah hari ini sebagai kenangan indah.. dan.." katanya terhenti sejenak "aku lelah.. tidurlah, kau pasti juga lelah" katanya cepat dan menutup telfonnya begitu saja, aku membuka mulutku namun sambungannya terputus sebelum aku sempat mengeluarkan suaraku. Aku menjatuhkan tanganku lemas ke atas kasur sambil menundukkan kepalaku dalam menghembuskan nafas berat dari mulutku.
Se Sang menjatuhkan tangannya ke sofa lalu mengacak – acak rambutnya kasar, ia menggerakkan tubuhnya hendak bangkit meninggalkan sofa. Langkahnya terhenti melihat amplop tebal yang ia terima tadi, raut wajahnya berubah penasaran dan ia kembali duduk di sofa sambil meraih amplop itu. Ia merobek ujugnya lalu membalikkan amplop itu di atas meja mengeluarkan isinya, seketika lembaran foto berserakan di atas meja membuat keningnya berkerut. Ia menjatuhkan amplop kosong itu ke lantai dan mulai mengamati satu persatu foto di hadapannya itu, kerutan di keningnya semakin dalam siring dengan gerakan tangannya yang cepat melihat foto lainnya. Foto – foto itu adalah foto kami di Lotte World tadi, ia segera mengambil amplop yang tergeletak di lantai dan melihat kedalamnaya, tangannya bergerak cepat mengeluarkan selembar kertas putih dan membukanya dengan kasar. Ia membaca isi kertas itu lekat - lekat dalam hati
'akhir dari kalian tidak akan seindah ini, karena yang ada diantara kalian bukanlah hal yang bisa kalian lawan' matanya melebar dan meremas surat itu penuh amarah menatap lurus ke arah foto – foto yang berserakan di atas mejanya.
000
Seorang pria dengan setelan jas hitam berjalan menyusuri lorong tahanan dengan pengawal di sisi kanannya, pria itu tampak tersenyum miring mendengar jerit ketakutan semua wanita yang terkurung dalam tahanan. Ia menghentikan langkahnya dan menoleh kecil ke belakang
"pergilah, aku akan menemui kakek tua itu sendirian" perintahnya.
Pengawal yang terbalut jubah hitam itu membungkukan badan hormat dan pergi sesuai perintah tuannya. Pria itu berjalan santai menembus tembok di hadapannya, terus berjalan ke depan pintu ruangan tuan Won, ia berdeham keras lalu masuk tanpa mengetuk pintu.
"lama tak jumpa tuan" bukanya sambil menunduk di hadapan tuan Won
"Lee In Pyo" jawab tuan Won tanpa mengalihkan pandangannya dari gulungan yang ditulisnya,
"seperti biasa, kau tidak ramah" katanya sambil melipat tangannya angkuh di depan dada. Pria itu tampak mengamati sekitar ruangan dan duduk santai di hadapan tuan Won "apa yang kau inginkan?" tanya Tuan Won tegas
"aku tidak ingin banyak kali ini, aku hanya ingin tahu dimana tawananku yang berhasil kabur saat ini" jawabnya santai sambil melirik licik ke arah tuan Won.
Tuan Won hanya melihatnya dengan tatapan marah dan mengulurkan tangannya, saat itu juga pintu kayu ruangan tuan Won terbuka dengan sendirinya. Tampak Yoon Mi berdiri di balik pintu itu dengan ekspresi kaget,
"appa.. aku tidak mendengar apapun" kata Yoon Mi sambil mengangkat kedua tangannya ke udara membela diri
"keluarkan dia dari sini" kata tuan Won pada Yoon Mi dan kembali menuliskan sesuatu pada gulungan kertas di hadapannya. Yoon Mi menunduk sopan dan membuka mulutnya "tuan maaf, anda bisa ikut dengan saya" ucapnya sopan
"Hyun Yoon Mi, lama tidak jumpa" sapa pria itu sambil melirik sinis lalu melewati Yoon Mi meninggalkan ruangan, Yoon Mi menghembuskan nafas berat dari mulutnya dan mengejar In Pyo cepat
"tuan, maafkan saya" cegatnya.
In Pyo menoleh pelan dan membuka mulutnya "apa itu perlakuanmu pada atasanmu?"
"tidak tuan" jawab Yoon Mi "lalu?" tanya In Pyo kesal
"maafkan saya" jawab Yoon Mi sambil membungkuk sembilan puluh derajat. In Pyo hanya mengamati Yoon Mi tanpa mengatakan apapun dan membalikkan badannya berjalan meninggalkan Yoon Mi yang masih membungkuk diam, ia menghentikan langkahnya tiba – tiba dan kembali membalikkan badannya "sampaikan pada tuan Won, aku menunggu jawabannya" katanya singkat lalu kembali membalikkan badannya menghilang menembus tembok. Yoon Mi menghembuskan nafas lega dari mulutnya dan kembali keruangan tuan Won, ia duduk memangku kakinya anggun memulai pembicaraan
"ini sudah hari ke tiga, dan aku tidak menemukan petunjuk apapun tentang kutukan itu"
"kau harus mempersatukan mereka" jawab tuan Won mengalihkan pandangannya ke arah Yoon Mi, kerutan mulai terlihat di dahi Yoon Mi mendengar jawaban ayahnya barusan
"appa.." panggilnya
"maaf Yoon Mi, ini saatnya aku memperbaiki kesalahanku" jawab tuan Won.
Yoon Mi berdiri dari kursinya dengan wajah marah dan berbalik meninggalkan ruangan, ia memegang gagang pintu namun gerakannya terhenti sejenak "19 tahun yang lalu.." katanya terhenti lalu membalikkan badannya
"kenapa appa melakukannya?" lanjut Yoon Mi.
Tuan Won berdiri dan berjalan ke arah tirai merah yang tergantung di dinding sebelah mejanya, ia memegang tirai itu dengan kedua tangannya dan menghembuskan nafas berat dari mulutnya sebelum membuka tirai itu. Ekspresi takjub bercampur bingung tampak menghiasi wajah Yoon Mi melihat cermin besar di balik tirai itu, Yoon Mi berjalan mendekati cermin itu dan mengangkat tangannya ke udara berusaha menyentuhnya. Tuan Won menoleh ke arah Yoon Mi dan membuka mulutnya
"tunjukan dia" katanya singkat.
Tiba – tiba cermin itu menunjukkan seorang wanita dengan rambut panjang hitam lurus yang terkepang rapi, wanita itu mengenakan celemek hitam sedang mengantarkan pesanan kepada tamu di depot kecilnya, wanita itu memiliki kulit putih dengan paras yang cantik di usianya yang tidak lagi muda. Melihat sosok itu di dalam cermin itu Yoon Mi menarik tangannya menutup mulutnya dengan ekspresi terkejut, ia menoleh ke arah ayahnya meminta penjelasan
"kenapa eonni.. appa, ada apa dengan semua ini?"
"Yoon Hee adalah orang yang melakukan kutukan itu" jawab tuan Won, ia memegang pundak Yoon Mi dan melanjutkan perkataannya "jadi aku ingin kau membantuku, untuk memperbaiki kesalannya dan kesalahanku"
"kenapa appa mengatakan ini kesalahanmu?"
"karena aku membantunya.. untuk.. un.." kata Tuan Won terhenti.
Yoon Mi menggenggam tangan ayahnya yang sejak tadi menyentuh pundaknya dan membuka mulutnya
"jika sulit, jangan mengatakannya, katakanlah apa yang harus aku lakukan sekarang?" timpalnya menerima
"satukan Sa Rang dan Se Sang" jawab tuan Won tegas.
Seseorang dengan jubah hitam pergi dari depan pintu ruangan tuan Won setelah mendengar pembicaraan mereka tadi, ia bergegas menceritakan apa yang di dengarnya pada tuannya
"tuan In Pyo, nona Hyun bersedia membantu tuan Won dan saat ini mereka sudah memulai langkah mereka" jelas pengawal itu sambil menundukkan kepalanya patuh. In Pyo hanya tertawa lepas tanpa mengatakan apapun mendengar perkataan pengawalnya "tuan?" panggil pengawal itu bingung mendengar tawa tuannya, namun tuannya tidak menghiraukannya dan melepaskan tawa yang bahkan lebih keras dari sebelumnya. In Pyo membalikkan badannya pelan dan menatap pengawalnya lurus - lurus
"mari kita bicarakan tentang kau" bukanya santai
"apa saya melakukan kesalahan tuan?" jawab pengawal itu, "kau terlihat senang sekali kemarin" kata In Pyo sambil berjalan perlahan ke arah pengawalnya yang berdiri mematung mendenggar perkataannya. In Pyo mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya dan melemparkannya ke arah pengawalnya
"bisa kau jelaskan maksud foto ini?" tanya In Pyo penuh tekanan dan amarah.
Pengawalnya itu tidak mengeluarkan sepatah katapun dari mulutnya dan menundukkan kepala semakin dalam, melihat rekasi pengawalnya itu ekspresi marah semakin terlihat jelas menghiasi wajah In Pyo. Ia mengangkat tangannya dan menarik penutup kepala yang menutupi wajah pengawalnya itu, dalam sekejap mata sipit, rahang tegas, dan rambut hitam lurus terlihat jelas di depannya.
In Pyo mendekatkan wajahnya ke telinga pria itu dan membuka mulutnya "jika kau tidak ingin mati, lakukan pekerjaanmu dengan baik.. Nam Jin Woo" bisik In Pyo mengancam
"maaf tuan" jawab Jin Woo singkat.
Senyum licik mulai terlihat di wajah In Pyo dan ia menarik wajahnya menjauh, ia mengambil salah satu foto yang berserakan di lantai dan menunjukkannya ke depan mata Jin Woo, "jelaskan padaku" perintahnya singkat
"Han Sae Ren, 19 tahun" jawab Jin Woo sambil mengepalkan kedua tangannya.
In Pyo membalikkan foto di tangannya itu dan mengamati wajah Ren lurus - lurus, lalu melirik licik ke arah Jin Woo
"tidak bukan itu yang ingin aku ketahui" tepisnya lalu mencengram jubah Jin Woo kuat "apa hubunganmu dengan wanita ini.." tanya In Pyo emosi "kau menyukainya kan?" tebaknya.
Jin Woo memejamkan matanya erat "iya tuan" jawabnya mengaku.
Mendengar jawaban pengawalnya itu tawa In Pyo pecah dan ia langsung melepaskan cengkramannya kasar, kali ini tawanya lebih keras dari sebelumnya
"tuan maafk.." buka Jin Woo berusaha menjelaskan namun kata – katanya terhenti melihat tuannya mengangkat sebelah tangan ke udara.
"Pergilah."
Mendegar kata tuannya itu Jin Woo kembali mengenakan penutup kepalanya dan menundukan kepala sopan sambil berjalan mundur perlahan meninggalkan ruangan In Pyo. Setelah suara pintu terdengar dari ruangan itu, In Pyo membalikkan badannya "keluarlah" katanya singkat, tak lama keluarlah sosok hitam dari bayangan In Pyo
"kau adalah satu – satunya yang bisa aku percaya saat ini"
"tentu tuan, saya adalah tuan" jawab sosok itu patuh. Terlihat ekspresi bangga mulai menghiasi wajah In Pyo, ia melipat tangannya di depan dada
"cari gadis itu" perintah In Pyo singkat.
Setelah medengar perintah Tuannya sosok itu lenyap bagaikan angin begitu juga dengan bayangan In Pyo yang perlahan lenyap.
000
Suara tangisan bayi terus terdengar di ruangan besar yang kosong. Tampak seorang gadis dengan kaca mata tebal berwarna merah segera berlari mendapati bayi itu dan menggendongnya
"eomma disini.. jangan menangis" katanya berkali – kali dengan suara lembut. Mendengar suara ibunya tangisan bayi itu perlahan berhenti dan keheningan kembali menyelimuti ruangan sampai bel pintu berbunyi. Gadis itu meletakkan kembali bayinya di atas tempat tidur dan menciumnya lembut sebelum berlari ke lantai bawah melihat siapa yang datang menemuinya
"silahkan masuk tuan" katanya sopan sambil membukakan pintu untuk tuannya.
Pria itu masuk, melepaskan topi dan jaketnya lalu duduk di kursi meja makan. Rumah yang di tempati gadis itu sangat besar bagaikan istana megah yang terlihat modern, terdapat tangga menuju lantai dua dan ruang tamu dengan sofa di sisi kiri pintu masuk, di seberang ruang tamu terdapat dapur dan ruang makan. Sedikit ke dalam terdapat lorong dengan beberapa ruangan, namun rumah sebesar itu hanya di tempati oleh seorang gadis dengan putrinya yang baru lahir. Pria yang datang itu mengamati gadis yang tampak ketakutan melihatnya dan membuka pembicaraan "apa semua baik – baik saja" tanya pria itu lembut, mendengar suara yang berbeda gadis yang sejak tadi menundukkan kepalanya patuh itu perlahan mengangkat kepalanya melihat siapa yang datang mengunjunginya. Senyum manis pun mulai terlihat menghiasi bibirnya
"iya.. semuanya baik Ryung Joon oppa" jawabnya lembut
"Mi Ho?"
"dia diatas" jawabnya singkat.
Pria itu segara bangkit dari kursi dan menuju tangga, langkahnya terhenti sejenak dan menoleh ke arah gadis yang sejak tadi mematung di tempat
"Ga Eun -ah.." panggilnya,
Ga Eun menatap ke arah pria yang memanggilnya itu tanpa menjawab apapun, pria itu tampak ragu sejenak dan melanjutkan perkataannya tanpa menunggu jawaban Ga Eun "ada yang ingin ku bicarakan denganmu, bisa kau ikut denganku" katanya dengan nada hati – hati, Ga Eun tampak bingung dan mengangguk pelan
"aku akan naik setelah membuat teh" jawabnya halus dan pergi ke dapur membuat teh. Pria itu hanya tersenyum kecil dan kembali melanjutkan langkahnya.
Ga Eun datang membawa dua gelas dan satu teko teh ke balkon namun tidak ada siapapun disana, ia meletakkan teh di meja balkon dan pergi kemarnya mendapati pria yang di carinya sedang bergurau kecil dengan putrinya. Menyadari ke datangan Ga Eun, pria itu menyelimuti Mi Ho dan membelainya pelan lalu mengikuti Ga Eun ke arah balkon
"duduklah" katanya sambil menunjuk kursi kosong di depannya, Ga Eun duduk dan menuangkan teh ke dalam gelas mereka. Pria itu menyesap teh hangat yang di buat Ga Eun dan tersenyum kecil
"apa yang ingin oppa bicarakan?" tanya Ga Eun membuka pembicaraan, mendengar pertanyaan Ga Eun ekspresi pria itu berubah serius dan membuka mulutnya
"aku ingin menanyakan mengenai Han Sa Rang"
"Han Sa Rang?" tanyanya
"aku mendapat informasi kau mengenalnya.. jadi.."
"ya aku mengenalnya.. meskipun hanya berpapasan, aku banyak mendengar cerita tentang dia.." sela Ga Eun, "kenapa kau menanyakan soal Sa Rang?" sambungnya tegas.
Ekspresi canggung mulai menghiasi wajah Ryung Joon, ia membenarkaan posisi duduknya dan berdeham pelan teriam, kening Ga Eun berkerut curiga "apa yang akan tuan lakukan padanya?" tanya Ga Eun
"ini soal Se Sang.." jawabnya ragu "tuan.. dia tidak tahu kalau aku menanyakan hal ini padamu, jadi tenanglah"
Ga Eun tampak menghembuskan nafas pelan dari mulutnya dan ekspresinya menjadi sedikit tenang "mian" katanya singkat. Ryun Joon tampak sedikit lebih tenang dan kembali menanyakan pertanyaannya
"apa yang kau ketahui tentang Sa Rang?" tanyanya hati – hati,
"aku dan dia tidak dekat.. kami hanya berpapasan beberapa kali, aku degar dia terbaring di rumah sakit saat aku melakukan tugasku.." jelas Ga Eun berusaha mengingat "sebelum aku menjemput Se Sang dia orang sebelumku yang menjemputnya" sambungnya. Kerutan mulai terlihat di dahi Ryung Joon oppa dan ia melipat tangannya diatas meja "bisa kau ceritakan lebih detail?" mintanya hati – hati,
"soal tugas pertama?" tanyanya bingung
"tidak.. tidak.."
"soal kedekatan kami?" tanyanya lagi
"tidak.. bukan.." jawab Ryung Joon
"soal tugasku?" tanya Ga Eun mulai merasa terganggu dengan Ryun Joon
"tidak bukan.." jawab Ryung Joon yang juga mulai merasa terganggu dengan pertanyaan Ga Eun
"ahh jinjja.. lalu tentang apa?" tanya Ga Eun kelas. Mendengar nada kesal Ga Eun barusan, tawa Ryung Joon pecah yang otomatis membuat Ga Eun malu dengan tidakannya
"semakin hari kau semakin lucu" kata Ryung Joon disela tawanya, dia menyesap tehnya pelan dan kembali melanjutkan pembicaraan "kenapa Sa Rang bisa terbaring dirumah sakit? Dia tidak seharusnya sakit bukan?"
"racun" jawab Ga Eun
"ra.. cun..?" jawab Ryun Joon bingung
"iya.." jawab Ga Eun sambil mengganguk tegas "dua hari sebelum aku melaksanakan tugas pertama dan terakhirku, dia mendapat tugas pertamanya" jelas Ga Eun santai "lanjutkan ceritamu.. apa yang terjadi?" tanya Ryung Joon penuh rasa penasaran dan kening berkerut dalam. Ga Eun tersenyum kecil dan menyenderkan tubuhnya
"aku saat itu sudah selesai mengemasi barangku dan aku berjalan pulang, sampai di depan pintu aku melihat Sa Rang dengan tidak sadarkan diri keluar dari mobil dan semua orang menjauhinya"
"tentang racun.. apa racun yang kau maksud?" tanya Ryung Joon
"darah middle" jawab Ga Eun singkat.
Mata Ryung Joon melebar dan ekapresi kaget terlihat di wajahnya "bagaimana bentuknya?" tanyanya pada Ga Eun,
"ak.. aku.. aku tidak tahu, ada apa denganmu?" jawab Ga Eun bingung
"apa yang terjadi pada Han Sa Rang setelah itu?"
"Aku tidak tahu, aku dengar dia sadar dan hidup dengan normal" jawab Ga Eun sambil memalingkan wajahnya, "aku terkadang berfikir kenapa aku tidak seberuntung dia?" lanjut Ga Eun "apa menyesalinya?" tanya Ryung Joon
"tidak" jawabnya sambil tersenyum kecil.
000
Sejak kami pergi ke Lotte World aku merasa sangat canggung pada Ren, dan aku yakin Ren juga merasakan hal yang sama. Kami tidak saling menceritakan apa yang terjadi saat kami tidak berjalan bersama saat itu,
"ada apa dengan suasana cangung ini?" tanya appa sambil menatapku dan Ren secara bergantian.
Aku dan Ren saling melirik satu sama lain tanpa menjawab pertanyaan appa dan menundukkan kepala, "ada apa dengan kalian?" tanya eomma "tidak ada apa – apa" jawab Ren kaku. Appa meletakkan sumpitnya tegas lalu melipat tangannya di atas meja
"appa tidak tahu apa yang kalian sembunyikan, tapi bersikaplah sesuai umur kalian" kata appa sambil menatap kami berdua berggnatian
"ne.."jawabku dan Ren bersamaan,
"dan Han Sa Rang, kau sebaiknya berhenti berhubungan dengan nona Hyun" kata appa tegas sambil melihat ke arahku. Aku memasang wajah bingung dan mengarahkan pandanganku pada appa meminta penjelasan, namun appa hanya diam melihatku
"maksud appa baik sayang, kau harus mendengarkannya" cetus eomma memecahkan keheningan. Aku menghembuskan nafas tidak percaya dari mulutku dan menjawab
"baik? Appa dan eomma tidak pernah menjelaskan apapun padaku, kalian hanya memerintah ini dan itu, sekarang kalian sebut ini baik?" ucapku lepas kendali.
Ren menoleh cepat dengan mata melebar kaget "hey.. tenanglah" bisik Ren sambil menyenggol lenganku
"kau juga menyembunyikan sesuatu dariku kan? Apa yang kau bicarakan dengan Se Sang? Kau tidak akan pernah memberi tahuku kan?" kataku pada Ren dengan nada emosi. Ren menghembuskan nafas kesal, membanting sumpitnya dan berdiri cepat "wahh.. sadarlah kau juga menyembunyikan sesuatu dariku Han Sa Rang, apa yang kau lakukan dengan Jin Woo oppa? Apa sekarang kau ingin merebut pacar saudaramu?" balas Ren yang kemudian tersadar dan melebarkan matanya kaget. Kami perlahan menoleh kearah appa bersamaan dan mendapati ekspresi appa yang menahan amarahhnya.
Appa menatap kami bergantian lalu membuka mulutnya "Han Sae Ren, duduk" perintah appa tegas, mendengar itu Ren langsung duduk menundukkan kepala sambil melipat tangannya di bawah meja
"jelaskan pada appa, siapa Han Se Sang dan Jin Woo oppa?" lanjut appa
"apa kalian punya pacar?" tambah eomma hati – hati
"iya.. eomma" jawabku pasrah.
Mendenggar jawaban jujurku barusan, perlahan tawa eomma pecah, membuatku dan Ren menatap bingung ke arah eomma "Chae Hwa apa yang.." kata – kata appa terhenti karena eomma menginjak kakinya "sudah saatnya mereka mengalami hal ini, tertarik dengan lawan jenis, itu hal wajar" jawab eomma tegas pada appa. Appa hanya diam mengalah pada eomma dan menghembuskan nafas berat dari mulutnya
"Han Sa Rang" panggil appa tiba – tiba
"ne.. appa.." jawabku takut
"dengarkan kata – kata appa kali ini, jangan berhubungan lagi dengan Nona Hyun" kata appa seakan – akan sedang memperingatkanku akan hal buruk. Aku memutuskan untuk menyetujuinya saat ini sambil mencari tahu alasanya
"baiklah" jawabku singkat.
Aku berjalan masuk ke kamarku namun Ren tetap mengikutiku sampai ke dalam kamar, aku menjatuhkan tubuhku lemas di kasur dan menghembuskan nafas berat "ada apa denganmu?" tanya Ren sambil berkacak pinggang melihat tingkahku
"kau sendiri ada apa?" aku berbalik tanya dengan nada datar.
Ren naik ke atas tempat tidurku dan memukul punggungku keras, aku membalikkan badanku dengan wajah kesal
"HEY..!!" teriakku
"sekarang katakan, apa yang terjadi hari itu?" kata Ren langsung pada pokok permasalahan. Aku melihatnya dengan tatapan tidak percaya dan menghembuskan nafas kesal dari mulutku, aku bangkit dan duduk menghadapnya "oke.. timbal balik" jawabku
"oke" jawab Ren singkat
"kami naik bianglala.. dan Jin Woo sunbae bilang dia tidak kuliah lagi" kataku datar
"lalu apa yang kau katakan?" jawab Ren panik, aku menghembuskan nafas dan menjawab santai "tentu aku menanyakan apa alasannya"
"dia mengatakan alasnnya?" tanya Ren sedikit mendesak "tentu saja tidak" jawabku
"lalu apa lagi?" tanya Ren "dia.. bertanya tentangku.." jawabku mulai gelisah.
Ekspresi bingung perlahan tampak di wajah Ren "kau?" tanyanya, "iya, dia bertanya apa kau juga akan menjadi sepertiku suatu saat nanti?" jawabku
"hei.. apa oppa tahu tentangmu?" tanya Ren dengan suara cemas,
"mungkin.." jawabku "dia juga mengatakan bahwa dia berharap kau akan tetap menjadi kau yang sekarang" aku menghembuskan nafas panjang dari mulutku "lalu dia menciumku" tambaku.
Mendengar perkataanku mata Ren melebar kaget, ia meraih bantal yang tak jauh dari posisi duduknya dan mulai memukulku berkali – kali dengan bantal itu melampiaskan emosinya,
"HEY.. kau pikir aku ingin menciumnya?" teriakku kesal "tapi kau menerima ciumannya kan" balasnya sambil melihatku dengan tatapan kesal.
Aku membuka mulutku tidak percaya akan tuduhan yang ku dengar barusan "wahh.. Han Sae Ren.. ternyata sifatmu seperti ini" jawabku sambil menghembuskan nafas tidak percaya berulang kali. Aku memutar badanku menghadap Ren dan memegang kedua bahunya
"aku tidak tertarik padanya, sekarang beri tahu aku apa yang Se Sang katakan padamu" kataku dengan nada yakin sambil menatap Ren lurus – lurus, ia hanya menatapku sinis dan memukulku sekali lagi dengan bantal yang di pegangnya
"kami menyusuri taman bunga, dia bertanya apa yang kau lakukan sepanjang hari" jawab Ren. Aku menopangkan daguku sambil mendengar ceritanya "aku menjawab kau bekerja paruh waktu, lalu dia bertanya apa pekerjaanmu baik – baik saja? Seakan dia sudah tahu apa pekerjaanmu" lanjut Ren, mendengar itu senyum kecil tersungging di bibirku. Aku menghembuskan nafas dan membuka mulutku
"apa yang kau katakan?"
"hmm.. aku tidak mengatakan apapun, aku hanya bilang.." kata Ren sambil mengingat - ingat
"pekerjaanmu sedang dalam masa sulit" kata kami bersamaan dengan nada datar yang sama, mendengar itu aku tertawa kecil dan ekspresi kaget terlihat di wajah Ren
"hoohh.. bagaimana kau bisa tahu?" tanya Ren kaget. Aku hanya tertawa kecil sejenak dan menjawab Ren "aku tahu, lanjutkan ceritamu"
"dia bertanya apa kau menyukainya? Aku menjawab aku tidak tahu, kau harusnya menanyakannya pada Sa Rang sendiri" jawab Ren datar, ia berusaha mengingat kembali apa yang mereka bicarakan dan ekspresinya berubah setelah mengingat sesuatu. Ren terdiam menatapku bingung aku bingung dan kembali membuka mulutnya "Sa Rang -ah.." panggil Ren
"wae?" jawabku bingung, "kau.." katanya ragu
"aku kenapa?" jawabku sedikit mendesak Ren
"tentang dia" kata Ren singkat.
Aku memasang ekspresi bingung dan menjawabnya "ada apa? Apa yang dia katakan padamu?"
"dia bilang kalau dia tidak seperti yang kau ketahui, sejak kecil dia harus tinggal tersembunyi selamanya, karena dia berbeda" jawab Ren datar.
Mataku melebar mendengar perkataan Ren barusan, dan otakku mulai merangkai kejadian – kejadian yang ku alami selama ini "Yoon Mi eonni" sahutku segera bangkit dari tempatku "hey, appa melarangmu menemuinya lagi" tahan Ren memegang tanganku,
"aku tidak bisa, karena ini ada kaitannya denganku" jawabku sambil menarik tanganku pelan dan membuka jendela, sekali lagi Ren berusaha menahanku namun aku berhasil lolos keluar dari jendela.
Aku bergegas ke ruangan Yoon Mi eonni, tiba - tiba ujung mataku menagkap pria dengan kaus putih dan celana panjang keluar dengan gerkan cepat sambil berusaha menutupi wajahnya dengan topi hitam. Aku menoleh dan mengamati pria itu 'terlihat familiar' kataku dalam hati, aku pun membalik arah mengejar pria itu namun saat aku melewati pintu utama pria itu sudah tak terlihat, aku pun kembali masuk dan melaksanakan tujuanku datang ke Benteng. Yoon Mi tampak melamun menatap keluar jendela sebelum ketukan pintu membuyarkan lamunanya, ia membenarkan posisi duduknya sebelum mempersilahkan seseorang yang mengunjunginya masuk "Sa Rang" panggilnya kaget
"ya.. ya ini aku" jawabku cangung
"aku tidak menduga kau datang"
"atau mungkin kau tidak akan menyangka aku akan datang" jawabku santai.
Yoon Mi tertawa kecil dan bangkit dari kursinya menyandarkan badan santai di samping mejanya
"ada apa?" tanyanya langsung
"Ren bicara dengan Se Sang dan dia mengatakan soal dia harus tinggal tersembunyi selamanya, dan mahluk berbeda" jawabku hati – hati. Yoon Mi ragu mendengarnya dan berdeham kecil "jika aku memberi tahumu, apa yang akan kau lakukan terhadap Se Sang? Apa kau akan meninggalkannya?" tanya Yoon Mi mengujiku
"aku tidak tahu" jawabku tidak yakin,
"apa kau menyukainya?"
"aku.. tidak tahu" jawabku pelan dan semakin tidak yakin.
Yoon Mi tampak menghembuskan nafas berat dari mulutnya, dia beranjak dan mengeluarkan sesuatu dari laci mejanya "jawaban yang kau inginkan ada disini" jawab Yoon Mi sambil menyerahkan sebuah gulungan kertas padaku. Aku menerima gulungan itu dan membukanya perlahan, kerutan muncul di keningku melihat gulungan kosong yang di berikan Yoon Mi padaku "kau akan mengetahuinya besok" katanya santai
"ini..?" kataku berhasil mengingat "iya itu gulungan kemarin, aku memutuskan untuk menuruti kata appa" jawab Yoon Mi pasrah.
000
Aku duduk bersila terdiam diatas kasur sambil menatap ketas kosong itu, waktu sudah menunjukkan pukul 23.57 'sembentar lagi' kataku dalam hati. Bunyi singkat ponselku membuyarkan konsentrasiku pada kertas itu, aku mengulurkan tangan mengambil ponselku di atas meja sebelah tempat tidurku dan melihat siapa yang mengirim pesan tengah malam begini. Mataku melebar melihat isi pesan itu dan segera berlari ke arah jendela, aku membuka mulutku kaget melihat Se Sang berada di luar rumah sedang melihat ke arah jendela kamarku. Aku langsungg mengetuk layar ponselku cepat lalu menempelkan ponselku ke telinga, ia tampak mengeluarkan ponselnya dari saku jaket dan menempelkannya ke telinga setelah menerima telfonku "apa yang kau lakukan?" kataku langsung saat telfon kami tersambung. Dia tertawa kecil dan menjawab "kau sendiri, apa yang kau lakukan?"
"jawab aku dulu"
"aku sedang berjalan, dan kakiku membawaku kesini" jawabnya santai "neo michyeosseo?" tanyaku tercengang sambil menghembuskan nafas besar dari mulutku. Dia tampak mendengar perkataanku dan menaikkan sebelah alisnya
"sekarang giliranmu menjawabku" katanya santai.
Mendengar pertanyaannya aku teringat gulungan yang sejak tadi ku amati dan menoleh ke arah tempat tidurku, mataku melebar dan aku menjatuhkan ponselku begitu saja
"halloo.. hallo.. Han Sa Rang apa yang kau lihat" kata Se Sang di telfon yang tidak bisa ku dengar.
Gulungan itu memancarkan sinar kekuningan dan perlahan tampak gambar aneh dan tulisan muncul di dalamnnya, aku mendekati gulungan itu perlahan dan saat aku menyentuhnya sinar kuning yang mengitari gulungan itu perlahan memudar dan hilang. Aku mengamati sekelilinngku lalu menghembuskan nafas lega, aku kembali mengarahkan pandanganku pada isi gulungan itu dan memahami isinya baik – baik. Keningku berkerut semakin dalam saat aku membaca isi gulungan itu 'kutukan darah, menjadikan yang abadi menjadi fana dan yang fana menjadi abadi' bacaku dalam hati 'kutukan ini dapat di cabut dengan perjanjian darah' aku menghembuskan nafas berat dari mulutku dan mengarahkan pandanganku pada gambar lingkaran yang berbentuk seperti cincin
"apa yang terjadi padamu?" tanya seorang pria tiba – tiba yang sontak membuatku kaget dan menjatuhkan gulungan di tanganku.
Aku menoleh kaget dan mendapati Se Sang berdiri di belakangku dan jendela kamarku yang terbuka lebar, aku menunjuk ke arahnya dengan ekspresi kaget dan berlari melewatinya ke arah jendela. Aku melihat keluar dan ke arah Se Sang bergantian
"hei.. kau benar – benar gila rupanya" kataku bergidik ngeri
"KAU YANG GILA" bentaknya keras, mataku langsung meebar kaget lalu membungkam mulutnya dengan gerakan cepat sambil memukul lengannya keras
"ib damuleo" bisikku menekan kesal.
Aku berlari ke arah pintu kamarku dan memutar kuncinya perlahan agar tidak ada keributan, jika seseorang melihat Se Sang berada dalam kamarku. Aku membalikkan badan menatap Se Sang yang mengusap lengannya pelan sambil melihat sekeliling kamarku "tidak cocok untukmu" cetusnya sambil tertawa jahil,
"berhenti melihat dan keluarlah" usirku sambil berkacak pinggang.
Se Sang mengehembuskan nafas dari mulutnya dan menunduk ke lantai hendak mengambil ponsel yang tadi kujatuhkan, namun gerakannya terhenti saat matanya tertuju pada kertas yang tergeletak di lantai
"apa itu?" tanyanya.
Aku mengikuti arah pandangannya dan segera berlari mengambil gulungan itu, melihat tingkahku Se Sang hanya menatapku dengan tatapan aneh dan mengambil ponselku "ambilah.." katanya sambil mengulurkan tangannya menyodorkan ponselku. Aku menatap ponselku di tangannya dengan tatapan ragu, lalu mengulurkan tangan kananku perlahan sambil menatap Se Sang lurus, dia mengangguk kecil se akan mengatakan 'tidak apa.. ambilah'. Aku yang percaya padanya pun perlahan berjalan maju dengan langkah ragu berusaha meraih ponselku yang ada di tangannya. Saat tanganku sudah cukup dekat dengan ponselku tiba – tiba Se Sang mencengram tanganku lalu menarikku kuat, dan tangan sebelahnya terlingkar melingkari pinggangku erat. Dalam sekejap jarak antara aku dan Se Sang menjadi sangat dekat. Mataku melebar dan aku berusaha melepaskan diri darinya meskipun usahaku sia – sia, semakin aku berusaha melepaskan diri, ia semakin kuat menahanku
"he.. hey.. apa yang kau lakukan?" kataku gagap sambil berusaha mengalihkan pandanganku dari Se Sang yang sangat dekat denganku.
Ia hanya mengamatiku lekat - lekat sambil tersenyum kecil dan hal itu membuatku sangat malu, aku merasakan aliran panas di pipiku dan mengedipkan mataku beberapa kali berusaha menenangkan diriku
"kau gugup?" tanyanya
"ti.. tidak.. aku tidak gugup" bantahku ragu.
Se Sang tersenyum kecil dan semakin mendekatkan wajahnya ke arahku sambil berkata "aku tidak percaya", aku menarik wajahku menjauh sambil menoleh mengalihkan pandanganku ke arah lain. Senyum Se Sang semakin lebar dan ia membuka mulutnya
"kenapa wajahm.." katanya terhenti mendengar seseorang mengetuk pintu kamarku. Aku membuka mulutku kaget dan mendorong Se Sang melepaskan diriku cepat. Aku mulai melihat sekeliling kamarku panik memikirkan dimana aku harus menyembunyikan Se Sang dalam situasi darurat ini. Ia menarik tanganku dan berbisik
"siapa itu?"
"aku juga tidak tahu" bisikku panik, mataku kemudian mengarah ke jendela dan aku mendorong Se Sang "keluarlah..!! cepat.." bisikku dengan nada memaksa. Namun ketukan yang terus terdengar membuatku semakin panik
"ini eomma dan appa, ada yang ingin kami bicarakan" kata eomma dari balik pintu, aku menoleh ke arah Se Sang dan ke arah pintu bergatian sambil berfikir apa yang harus aku lakukan. Aku menarik jaket Se Sang ke arah lemari, melihat arah kami berjalan ia pun menghentikan langkahnya
"kau menyruhku bersembunyi disana?" bisiknya tidak percaya
"aku sudah tidak punya waktu lagi" bisikku kesal sambil membuka pintu lemari dan mendorong Se Sang paksa ke dalamnya, ia berusaha melawan namun aku memukul lengannya kesal dan akhirnya aku berhasil membuatnya masuk ke dalam lemari
"diamlah" bisikku kesal sambil menujuknya dengan jariku lalu menutup pintu lemari.
Aku menghembuskan nafas berat merapikan pakaianku, membereskan kamarku cepat, dan menutup jendela yang terbuka lebar. Setelah semuanya terlihat baik, aku berdeham kecil lalu membuka pintu mendapati eomma dan appa dengan tatapan bingung. Aku tertawa garing pada eomma dan appa lalu membuka mulutku
"waeyo?"
"kita bicarakan di dialam saja" kata eomma sambil melangkahkan kakinya hendak masuk ke dalam kamarku, namun aku menghentikannya "oohh.. eomma jangan masuk.. katakan saja disini" cegatku. kening eoma dan appa berkerut dalam, membuat mereka saling melihat satu sama lain
"ada apa? Apa ada sesuatu di dalam?" tanya appa curiga
aku memutar mataku canggung "ti.. tidak.. tentu saja tidak" jawabku kaku.
Kening appa semakin berkerut dalam "kalau begitu kenapa kami tidak boleh masuk?" tanya appa lagi,
aku mengangkat tanganku menunjuk acak "aku.. hmm.. aku.. aku belum membersihkan kamarku" jawabku sambil memaksakan senyumku "eomma akan memarahiku jika aku tidak membersihkan kamarku" tambahku yakin. Mendengar kebohongan konyolku, eomma tertawa kecil dan menjawab "tidak apa.. eomma tidak akan marah, bisa kami masuk?"
'ahh.. sial' kataku dalam hati mengutuk diriku sendiri.
Aku membiarkan eomma dan appa masuk dengan ekspresi sangat terpaksa, dan menutup pintu kamarku pelan. Aku melirik ke arah lemari sambil berdoa dalam hati 'semoga Han Se Sang tidak memuat kekacauan' aku pun mengulang doa itu terus menerus dalam hatiku. Eomma dan appa duduk bersebelahan di atas tempat tidur dan mengamati gulungan yang tergeletak di lantai
"apa itu?" tanya appa,
aku mengikuti arah pandangan appa dan langsung menyambar gulungan itu cepat, "bukan apa – apa" jawabku lalu memasukkan gulungan itu ke dalam laci meja belajarku. Aku berdeham kecil sambil mengambil kursi duduk berhadapan dengan eomma dan appa "ada apa?" kataku langsung
"appa mendapat tugas baru dan ini sepertinya berhubungan denganmu" buka eomma, "na..?" tanyaku bingung memiringkan kepala sambil menujuk diriku sendiri dengan tangan kananku. Appa berdeham kecil dan membuka buku catatannya
"appa diminta menanyakan beberapa pertanyaan padamu" kata appa ragu
"baiklah.. tanyakan saja"
"apa kau kenal Ga Eun? Cha Ga Eun?" tanya appa hati – hati.
Mendengar nama Ga Eun keningku berkerut bingug dan menjawab pertanyaan appa "ya aku mengenalnya.. ada apa dengannya?" tanyaku ingin tahu
"kau mengenalnya ternyata.." jawab appa sambil menganggukan kepala singkat "appa mendapat kasus pencarian" lanjut appa. Kerutan semakin dalam bermunculan di keningku dan ekspresi bingung mulai mewarnai wajahku "pen.. carian?" tanyaku singkat,
"Cha Ga Eun terbukti hidup dan sekarang appa mendapat tugas menemukannya, appa mendapat keterangan kalau mengenalnya dengannya jadi appa ingin bertanya beberapa hal padamu" jelas appa,
"aku mengenalnya tapi.." jawabku langsung sambil memiringkan kepalaku "aku tidak mengenalnya dengan baik" lanjutku.
Appa menghembsukan nafas berat "tidak dekat ternyata" simpulnya kecewa, aku pun mengigit kecil bibir bawahnku merasa bersalah dan membuka mulutku lagi "aku akan memberi tahu apa yang aku ketahui tentangnya" tawarku berusaha menyenangkan hati eomma dan appa. Mendengar perkataanku, senyum kecil tersunggung di ujung bibir appa dan eomma mengeluarkan alat perekam dari kantong jaketnya lalu menekan tombol merah di atas alat itu
"pernyataan jeoseung saja Han Sa Rang, hari ke empat pencarian jeoseung saja Cha Ga Eun pukul 12.27 malam" kata eomma sebagai pembukaan
"sejak kapan kau mengenal Cha Ga Eun?" lanjut appa
"kami bertemu saat hari pertama aku menjadi anggota, sama - sama pemula" jawabku sambil sedikit mengingat.
Appa tampak mengangguk singkat dan melanjutkan pertanyaannya "bagaimana ciri – ciri Cha Ga Eun? Apa ada tanda spesifik sepereti tahi lalat atau tanda lahir?"
"aku.. tidak tahu, tapi sepertinya tidak ada" jawabku sambil mengingat ingat
eomma dan appa tampak mengangguk paham "baiklah" timpal eomma
"baiklah, selanjutnya kapan terakhir kau bertemu atau mendengar kabarnya?" lanjut appa.
Pertanyaan appa membuat mataku melebar dan teringat, saat aku mendengar rumor Ga Eun di tugaskan menjemput Se Sang setelah aku dan sejak itu ia menghilang begitu saja dan tidak kembali. Aku melirik ke arah lemari sambil berharap Se Sang tidak mendengar semua ini. Kerutan tampak terlihat di dahi eomma dan appa "Sa Rang?" panggil appa bingung
"ahh.. iya.." jawabku tersadar dari pikiranku "kapan aku terkahir bertemunya? Hmm.. sebelum kejaidan itu, aku berpapasan dengannya beberapa kali, lalu setelah kejadian itu aku mendengar rumor tentangnya" jawabku cepat
"apa kami boleh tahu apa rumor sayang?" tanya eomma.
Aku pun membuka mulutku terjebak dalam situasi ini "dia pergi, mendapat tugas pertamanya.." bukaku lalu menghembuskan nafas berat "setelah itu dia tidak kembali" jawabku. Appa berdiri dan berlutut dihadapanku
"apa bisa kau katakan pada kami siapa yang ia jemput hari itu?" tanya appa, aku melirik ke arah lemari sekilas dan memejamkan mataku erat "Han Se Sang" jawabku terpaksa.
000
Setelah eomma dan appa pergi aku menyenderkan tubuhku di balik pintu menghembuskan nafas lega, 'ahh.. Han Se Sang' ingatku dan langsung berlari ke arah lemari. Saat aku membuka pintu lemari, ekspresiku berubah melihat Se Sang sedang tertidur pulas di dalamnya 'bagaimana bisa ia tidur ditempat seperti ini' kataku dalam hati. Aku berlutut mengulurkan tanganku hendak menyentuh wajahnya tapi tiba – tiba ia mengangkat tanggannya dan menggenggam tanganku erat
"hoo.." kataku kaget.
Se Sang tersenyum kecil dan membuka matanya perlahan "apa aku membuatmu terpesona?" katanya dengan nada jahil,
"sayangnya tidak" jawabku ketus lalu menarik tanganku cepat, Se Sang yang mengetahui aku akan menarik tanganku semakin erat menggenggam tanganku dan menarik semakin dekat ke arahnya
"aku tidak percaya"
"Han Se Sang" panggilku,
ia hanya tersenyum miring mendengarku memanggil namanya dan terus menatapku "kau tidak ingin keluar dari sini?" tanyaku datar. Ia menghembuskan nafas tidak percaya dan berdeham kecil sambil melihat sekelilingnya
"kalau kau tidak mau keluar juga tak apa, aku akan menguncimu di dalam" kataku lalu menarik tanganku dan menjulurkan lidahku menghina ke arahnya
"hei.." panggilnya datar, aku tidak menghiraukannya terus menggerakkan tanganku pura – pura menutup pintu lemariku, "HEI.." teriaknya dan membuatku membuka pintu lemariku kasar lalu memukul lengannya keras
"DIAMLAH" bisikku membentaknya.
Se Sang keluar dari lemari dan melihatku dengan tatapan tidak percaya "waahh.. apa kau preman? Sudah berapa kali kau memukulku kali ini?"
"aku tidak akan memukulmu kalau kau tidak berteriak" jawabku tidak mau kalah,
"aku tidak akan berteriak jika kau tidak melakukan hal aneh" balasnya
"aku tidak akan melakukan hal aneh kalau kau tidak memancingku melakukannya" balasku lagi sambil berkacak pinggang
"ahh.. baiklah.. baiklah.." kata Se Sang sambil memutar matanya
"sekarang keluarlah" jawabku datar menunjuk ke arah jendela.
Se Sang berjalan ke arah jendela dan termenung menatap keluar, aku memiringkan kepalaku sambil mengamatinya curiga
"Han Sa Rang.." panggilnya sambil membalikkan badannya ke arahku
"hmm.." jawabku menaikkan kedua alisku,
"bisakah kau menjadi satu – satunya orang yang percaya padaku?"
"kenapa kau.." jawabku canggung
"aku tidak tahu apapun" jawab Se Sang memotong perkataanku tegas, "aku akan menceritakan semuanya padamu tapi.." sambungnya terhenti "tapi.." ulangku ragu
"bisakah kau menjadi satu – satunya orang yang percaya padaku?" tanyanya lagi.
Aku menatap lurus – lurus ke arahnya sambil bertanya dalam hatiku 'bisakah aku percaya padanya?' aku membulatkan tekadku dan membuka mulutku "sebelum aku menjawabmu berikan aku alasan.. kenapa aku? Diantara banyak orang lainnya, kenapa aku?"
"Karena kau hanya butuh seseorang yang spesial untuk mempercayaimu di saat semua orang meragukanmu" jawabnya sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku,
"seseorang spesial.." kataku pelan
"aku menyukaimu Han Sa Rang.."
***