"Aku tidak mempercayai semua ini pada awalnya, sampai aku mengetahui bahwa sesuatu yang tidak kita ketahui bermain - main diantara kita"
"Seperti yang sudah kukatakan aku ingin melihat garis takdir kalian, kalian bisa berakhir seperti ini pasti ada alasannya" jelas Yoon Mi sambil bejalan di lorong sempit sebelah timur Beteng.
Kami terus berjalan sampai jalan yang kami lalui buntu, aku mulai memasang ekspresi bingung melihat tembok batu yang menjulang didepanku "apa eonni yakin ini jalannya?" tanyaku dengan nada ragu – ragu. Yoon Mi hanya menatapku dengan ekspresi seolah – olah mengatakan 'jangan meragukanku' dan mengangkat tangannya ke udara, terdengar dentuman kecil dan angin keras langsung menyerangku dalam hitungan detik. Ekspresiku berubah seketika saat aku membuka mata, aku telah berada di sebuah lorong gelap yang tidak familiar di mataku. Aku menoleh menatapnya dengan tatapan bingung meminta penjelasan, Yoon Mi hanya tersenyum kecil sejenak menatapku "ayo" sahutnya singkat tanpa memberikan penjelasan. Langkah kami terhenti di depan sebuah pintu kayu kecil,
"kita sudah sampai" kata Yoon Mi singkat.
Aku yang masih belum memahami tempat apa ini hanya memasang wajah bingung dan tidak berkata apa – apa;
"ini ruangan paling terlarang di Benteng, di ruangan ini kau bisa mengetahui segalanya tentang dunia" jelas Yoon Mi menjawab pertanyaan yang bahkan tidak ku ucapkan, "karena takdir adalah rahasia, maka hanya beberapa orang yang bisa memasukinya" lanjut Yoon Mi.
Aku hanya mengangguk ringan sebagai tanda bahwa aku paham dengan penjelasannya barusan, sebenarnya aku ingin bertanya 'siapa saja yang bisa menuju ruangan ini?' tapi aku mengurungkan niatku. Yoon Mi mengetuk pintu sambil melaporkan kedatangannya, setelah seseorang dalam ruangan itu menjawab, Yoon Mi membuka pintu dan berkata padaku untuk menunggu diluar sebelum ia masuk. Tak lama Yoon Mi membuka pintu dan menyuruhku masuk. Aku memasuki ruangan di balik pintu kayu itu, sederhana, sedikit gelap, dan pengap. Aku terus mengamati ruangan di sekitarku sangat berantakan, gulungan – gulungan kertas terlihat berserakan di lantai, dan satu benda yang menarik perhatianku adalah portal yang berada dibelakang punggung seseorang yang mengenakan jubah hitam menutupi seluruh badannya, 'mecurigakan.. sangat mencurigakan' batinku. Aku masih bediri mengamati sosok berjubah hitam itu sampai ia berkata "duduklah," suaranya seperti suara seorang kakek tua yang otomatis membuat rasa penasaranku semakin dalam.
"kau putri Han Bin dan Lee Chae Hwa bukan? Bukankah ada seorang lagi?" buka kakek itu dengan suara tenang dan pelan;
Aku melebarkan mataku. Aku membuka mulutku cepat "Bagaimana tuan bisa tahu?" tanyaku singkat;
Kakek itu tertawa ringan dan mengulurkan tangannya ke udara menunjuk kursi didepannya "duduklah terlebih dahulu" jawabnya.
Aku duduk dengan perlahan sambil terus mengamati kakek itu lekat – lekat, "bagaimana tuan bisa tahu tentang appa dan eomma?" tanyaku sopan;
Kakek itu tertawa geli dan menjawab "aku mengetahui segalanya yang ada di dunia ini" jelasnya, dia menunjuk ke arah portal di belakangnya dan kembali membuka mulutnya "mereka yang menciptakan manusia" lalu menunjuk kearah dirinya sendiri
"aku yang menggambar takdir manusia, aku lebih dikenal dengan tuan Won"
Aku mulai mengerti situasi ini dan mengangguk pelan, dalam sekejap ekspresiku berubah tenang. Tuan Won menoleh pada Yoon Mi yang berdiri bersandar didinding sebelah kami dan bertanya "apa tujuanmu membawa anak ini kemari?"
"aku ingin mengetahui takdirnya tuan, dia dan saudaranya terikat dengan middle dan buronan. Aku ingin tahu penyebabnya" jelas Yoon Mi dengan nada santai namun sopan;
Tuan Won terlihat mengganguk pelan dan membuka penutup kepalanya "biar kulihat" katanya sambil mengamati wajahku sejenak, ekspresi wajahnya berubah dan dia mengalihkan pandangannya dariku. Ia mengayunkan tangannya cepat menulis sambil terus menatapku lurus.
"bisa kau panggil Han Bin dan Lee Chae Hwa" katanya pada Yoon Mi,
"baik tuan" jawabnya singkat lalu mengilang seketika;
Kakek itu menatapku lurus dan bertanya "apa kau dan saudaramu baik – baik saja?" dengan nada kasihan.
Aku memiringkan bingung tidak mengerti "ya aku baik – baik saja, aku rasa Ren juga"
"apa kau yakin?" tanyanya memastikan, kali ini nada suaranya lebih serius dan kakek itu langsung menunduk menatap kertas yang terbuka rapi di atas mejanya;
"iya, aku yakin" jawabku sambil mengangguk.
Kakek itu menghembuskan nafas berat "baiklah kita tunggu yang lain," setelah itu suasana hening menyelimuti ruangan kecil itu.
Terdengar dentuman kecil yang sontak membuatku menoleh kebelakang mendapati eomma, appa, dan Yoon Mi bediri berjejer sambil menunduk memberi hormat.
"Kenapa tuan mencari kami?" tanya eomma,"apa Sa Rang melakukan kesalahan?" timpal appa;
"tidak.. justru kalian yang sepertinya melakukan kesalahan" jawab kakek tua itu sambil terus menatap kertas di mejanya itu.
Raut wajah eomma dan appa berubah seketika, terlihat kerutan muncul dikening mereka "maksud tuan?" tanya appa. Tuan Won melemparkan gulungan di mejanya ke hadapan eomma dan appa, dan membuka mulutnya "kenapa kalian merahasiakan ini? Tugas kalian menjaga manusia termasuk anak – anak kalian" omelnya dengan nada terdengar tegas. Melihat gulungan itu mata appa melebar dan raut wajah tidak percaya tergambar jelas di wajah eomma, "tuan aku bisa jelaskan ini, apa tuan sudah mengatakannya pada mereka?" tanya eomma dengan nada memohon.
Kakek itu terlihat tercengang mendengar perkataan eomma dan membuka mulutnya "kau menyembunyikan semuanya dari mereka? Mereka berhak tahu, apa kau rela seorang mati untuk yang lain?" nada suaranya sangat terdengar sangat marah dan tidak percaya. Ia menatapku lalu mengerakkan tangannya, seketika itu juga kertas yang tadinya berada di hadapan eomma dan appa sudah berada di hadapan ku. Dahiku berkerut tidak mengerti melihat isinya, terdampat gambar dua wanita tanpa wajah saling berhadapan dengan tali merah yang menyatu keluar dari dada mereka, aku mengangkat kepalaku melihat kearah Tuan Won dihadapanku meminta penjelasan "tuan aku tidak mengerti maksud semua ini."
Ia membuka mulutnya "takdir kalian kini menjadi satu. Pada akhirnya hanya ada satu diantara kalian yang akan tetap hidup" pandangannya mengarah padaku dan kembali membuka mulutnya "kau yang menggangu takdir Sae Ren."
"maksud tuan?" tanyaku bingung
"yang seharusnya menjadi jeoseung saja adalah Sae Ren" jawabnya singkat.
Tuan Won menapatku dengan tatapan kosong dan kembali melanjutkan kata – katanya;
"kau mengganggu takdirnya, dia seharusnya sudah melakukan perjanjian dengan buku itu jika kau tidak keluar dari kamarmu."
Mendengar itu aku langsung teringat aku mendengar Ren memanggil namaku saat itu, aku membuka mulut memahami rangkaian peristiwa ini "berarti dia sudah melihatku saat itu" gumamku pelan.
"Takdirmu dan saudaramu sudah terikat sekarang, garis merah ini mengartikan kalau kalian sedang bersaing memperebutkan kehidupan. Karena satu takdir hanya milik satu orang" sahut kakek itu semakin menjelaskan semuanya.
Aku menggelengkan kepalaku berusaha mengatur pikiran dan berfikir jernih sekarang, ketika aku hendak mengatakan yang ingin kutanyakan tiba – tiba appa menyelaku
"apa tidak ada cara menyelamatkan mereka tuan?" kata appa panik;
"aku juga tidak memiliki solusi atas permasalahan ini, semua orang yang mengalami kasus ini.. bertarung.." kata – katanya terhenti.
Suasana hening menyelimuti ruangan, hanya terdengar suara nafas kami dan detikan jam yang terus bergerak. "..salah satu dari mereka akan kalah" tambahnya datar. Aku menghembuskan nafas berat dari mulutku dan memejamkan mataku, bayangan kejadian yang kualami mulai bermunculan di kepalaku (kepalaku terasa berputar sekarang). Aku membuka mataku dan mengeluarkan isi pikiranku "apa tuan tidak bisa membantu kami?" Ekspresi wajahnya berubah serius dan ia meletakkan kedua tangannya diatas mejanya "aku tahu caranya tapi tidak ada yang berani melakukan cara ini sebelumnya" jelasnya singkat,
"katakan tuan aku akan melakukannya" jawabku dengan nada mendesak.
"tapi jika kalian gagal, kalian berdua akan mati bersama" timpalnya seirus,
Mendengar itu eomma membuka mulutnya dengan tegas "TIDAK!! eomma tidak akan membiarkan kalian melakukannya"
"satu – satunya cara adalah dengan mengembalikan takdir Sae Ren seperti semula" lanjut Tuan Won tanpa menghiraukan penolakan eomma.
Aku masih tidak mengerti dengan kata – kata kakek dihadapanku ini barusan, "pembicaraan selesai" sahut appa tiba – tiba dan menarik tanganku paksa. Aku hanya bisa mengikuti appa meninggalkan ruangan tanpa membantah, saat aku menoleh kebelakang Yoon Mi masih membicarakan sesuatu di ruangan itu. Hal itu membangkitkan rasa penasaranku, namun langkahku semakin jauh sampai pintu itu tertutup dengan sendirinya.
000
Yoon Mi masih berdiri terdiam menatap ke tanah "appa, hanya itu cara yang tersisa?" mendengar perkataan anaknya, ia mengangkat wajahnya dan membuka mulutnya
"kau tidak tahu tentang takdir"
Mendengar hal itu raut wajah Yoon Mi berubah seketika dan menimpali perkataan ayahnya itu "aku memang tidak tahu, appa tidak pernah menjelaskannya padaku. Bahkan tentang diriku sendiri, appa tidak menjelaskannya"
"pria yang kau anggap buronan itu.." bukanya
"dia berbeda"
"apa?" kata Yoon Mi berusaha membuat ayahnya membuka mulut
"apa kau mengerti kenapa ia menjadi buronan?"
"ti.. tidak.. aku tidak mengerti" jawab Yoon Mi sambil menggelengkan kepala dengan kening berkerut
"itulah yang harus kau cari tahu terlebih daluhu" kata kakek itu sambil melanajutkan pekerjaannya, dan menutup mulutnya rapat – rapat. "Dari mana aku bisa mengetahuinya?" tanya Yoon Mi tegas. Ayahnya pun mengangkat wajahnya dan menatap putrinya dengan heran 'tidak biasanya dia begini' katanya dalam hati. Dia membuka mulutnya dan menjawab "dua pihak, mereka yang ingin menemukannya. Serta anak itu sendiri, Han Se Sang"
Mereka hanya terdiam dan saling menatap tajam, "jika kau berhasil menemukan jawabannya katakanlah padaku" lanjut kakek itu dan mengangkat tangannya memberi isyarat "pergilah" dan kembali mengerjakan pekerjaannya.
000
Aku terus terbayang apa yang terakir kali aku lihat saat aku meninggalkan ruangan itu (lebih tepatnya aku penasaran), aku terus menggulingkan tubuhku diatas kasur untuk menghilangkan pikiranku itu. Aku menghembuskan nafas panjang dan memejamkan mataku sejenak, sejak kami sampai dirumah suasana menjadi sangat aneh. Eomma tidak seperti eomma, dan appa juga tidak terasa seperti appa, bahkan ini tidak terasa seperti dirumah. Getaran panjang ponselku menyadarkanku dari lamunan singkat, aku langsung bangun dan melihat nama yang terpajang pada ponselku. Mataku langsung melebar dengan gerak cepat aku membuka isi pesan itu, seketika itu juga aku langsung bangkit dari tempat tidurku dan mengambil jaket dengan gerak cepat meninggalkan rumah.
Taman Minasan terasa sejuk sore ini, aku berjalan cepat menyusuri jalan setapak untuk menemui seseorang yang telah menungguku. Langkahku terhenti melihat sosok yang ingin kutemui, sedang bermain dengan seorang anak kecil di antara bunga – bunga dengan senyum cerah. Aku terus tersenyum memandanginya sampai pria itu menoleh lalu berdiri sambil mengangkat tangannya melambai ke arahku
"Han Sa Rang" teriaknya membuyarkan lamunanku;
aku segera mengangkat tanganku dan menjawab "ooh.. Han Se Sang" jawabku kaku.
Aku segera berjalan mendekat ke arahnya dan tersenyum kecil, dia terus melihatku sampai aku berada didekatnya dan terseyum ke arahku. Kami hanya saling menatap diam sampai terdengar suara teriakan seorang wanita "Chan –ah.. ayo kita pulang" aku dan Se Sang sama – sama menoleh ke sumber suara itu, dan melambaikan tangan pada anak kecil yang tadinya bermain bersama Se Sang. Setelah anak itu pergi suasanya menjadi aneh, kecanggungan kembali menyelimuti kami dan kami hanya berjalan menyusuri taman tanpa membicarakan sepatah katapun. Aku menghentikan langkahku dan melihat lurus kearahnya
"waeyo?" kata Se Sang singkat
aku menoleh memalingkan wajahku "ani.. amugeosdo"
melihat tingkahku kening Se Sang berkerut kecil, aku menundukkan kepalaku lalu kembali melanjutkan langkahku sambil menyisir kecil helai rambutku yang beterbangan tertiup angin.
"Sa Rang -ah" teriaknya dari belakangku
keningku berkerut dan langkahku terhenti, aku langsung menoleh ke arahnya sambil membuka mulutku "Sa Rang -ah? Apa kau barusan berusaha menggunakan banmal denganku?"
"kita akan lebih dekat lagi bukan?"
"kenapa kau berfikir seperti itu? Kau sendiri kan tidak punya keinginan untuk dekat dengaku"
"awalnya memang tidak, tapi saat ini aku ingin."
Aku terdiam mematung menatap pria di hadapanku lurus – lurus, ia menggaruk belakang kepalanya canggung "w- wae?" tanyanya gugup melihat tingkahku,
"apa kau tidak takut ini akan menjadi takdir yang buruk?" pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulutku,
guguran daun yang beterbangan tertiup angin membuat suasana disana semakin aneh. Ia menurupu mulutnya rapat tidak menjawabku dan hanya terus menatapku lekat – lekat, kami hanya saling menatap dalam keheningan.
000
Sampai dirumah aku masuk kekamar, melepaskan jaketku dan menjatuhkan diriku katas kasur. Aku mengehmbuskan nafas besar dari mulutku, kembali teringat jawaban Se Sang mengenai pertanyaanku di Taman tadi. Saat aku memalingkan wajahku dan hendak melanjutkan langkahku kembai, Se Sang membuka mulutnya dan menjawab pertanyaanku,
"itu tak apa bagiku, karena masih di dunia ini.. sudah merupakan takdir yang buruk bagiku."
Aku menghembuskan nafas berat dari mulut sambil mengusap pelan wajahku, aku semakin tidak mengerti semua ini. Getaran ponselku menyadarkanku cepat, aku meraih ponselku di dalam kantong jaket dan membuka pesan yang masuk. Sejak saat aku tahu tentang takdirku Yoon Mi mengirimkanku pesan setiap hari, dan isi pesan itu selalu sama
"gwaenchanha?"
Aku sudah merasa ada yang tidak beres tapi aku menahan diri untuk bertanya. Aku selalu membalas pesan itu "iya aku baik – baik saja, tenanglah" mungkin hanya dengan membalas pesannya aku bisa membuatnya tenang.
Aku kembali menghembuskan nafas panjang dan memejamkan mataku, hanya keheningan yang ada disekitarku dan suara jam yang terus berdetik yang terdengar ditelingaku. BUUM.. dentuman yang disertai asap hitam kecil menyadarkanku dari saat tenangku, mataku terbelalak dan aku cepat – cepat bangun melihat nama siapa yang tertulis dalam kartu kematian kali ini. Aku membuka amplop ditangaku dengan kasar dan menarik paksa isinya, nama Han Se Sang kembali tertulis disana, aku segera bangkit dan keluar dari kamarku. Mendengar gerakanku yang tergesa – gesa eomma keluar dari kamarnya dan mencegatku "mau kemana kau malam – malam begini?" aku hanya menatap eomma dan menjawab
"aku akan kembali" lalu menutup mulutku rapat – rapat.
Aku langsung mendongakkan kepalaku saat aku sampai di lokasi kematian, kartu kematian kali ini mengatakan ia akan jatuh dari ketinggian, 'ironis sekali nasibnya' pikirku dalam hati. Aku segera menghilang ke tempat tertinggi gedung besar di hadapanku, yang merupakan taman atap gedung. Aku langsung melihat waktu kematian yang tersisa satu menit lagi. Han Se Sang terlihat sedang melamun di sana, tatapannya terlihat kosong menerawang kesuatu tempat. Aku melirik kartu kematian ditanganku sekilas '40 detik lagi,' tapi tidak ada hal mencurigakan terjadi dan kartu kematian juga tidak menuliskan keterangan apapun tentang kematiannya, hal ini terasa semakin aneh bagiku. Aku mengigit bibir bawahku panik dan melirik kembali kartu kematian '20 detik,' sesaat setelah itu tiba – tiba muncul sosok dengan jubah hitam yang tak di ketahui dari mana asalnya. Jubahnya menutupi seluruh tubuh dan wajahnya, dan membuatku tidak bisa mengenali mahluk apa dia. Aku memberanikan diri keluar dari persembunyianku dan mendekati sosok berjubah hitam itu, aku mengulurkan tanganku untuk meraih jubahnya diam – diam. Sosok itu sontak berbalik dan menepis tanganku, membuat kartu kematian ditanganku terlempar begitu saja. Mengethaui bhawa ia bisa melihat bahkan menyentuhku aku pun langsung waspada dan melayangkan tinjuku ke udara menyerangnya.
Gerakannya yang cepat membuatnya dengan mudah mencengkram tanganku dan memutar tubuhku membelakangi tubuhnya, semakin keras aku melawan semakin kuat cengrmannya pada tanganku. Aku membuka mulutku "siapa kau? Kenapa kau bisa melihatku?" tawa kecil terdengar darinya setelah mendengar pertanyaanku. Tanpa ragu lagi aku mengerahkan kekuatanku dan berusaha melepaskan diri dari sosok berjubah itu, dengan gerakan cepat aku membalikkan badan dan kembali berusaha melayangkan tinjuku padanya. Tinjuku meleset dan aku mengangkat kakiku untuk melakukan penyerangan lagi 'sial.. semua tidak kena' kataku dalam hati, dengan santai ia mengulurkan tangannya ke udara dan menggerakkan jarinya yang seketika membuatku terpental jatuh ketanah. Sosok itu dengan cepat berbalik dan langsung menyerang Se Sang, aku mencari kartu kematian yang kuabaikan tadi dan melihat waktuku untuk menyelamatkannya tersisa 10 detik. Aku bangkit dan berlari kearahnya, langkahku terhenti saat aku melihat kepala Se Sang telah terbentur tanah saat ia sedang melakukan perlawanan, aku melanjutkan langkahku sambil menyadari bahwa mata kami telah bertemu 'apa dia bisa melihatku?' pertanyaan itu seketika muncul di otakku, sosok itu mencekik Se Sang sambil mendorong tubuhnya keujung balkon.
Se Sang terlihat terus meronta meskipun hampir separuh tubuhnya sudah melewati pagar balkon, aku segera melingkarkan tanganku di leher sosok itu dan berusaha menariknya kebelakang dengan sekuat tenaga, sosok itu meronta seperti tercekik dan itu membuatku senang "jangan mencekik orang lain bila kau tidak ingin dicekik" kataku dengan nada sinis. Salah satu tangannya berusaha menarik tangaku dari lehernya sementara tangannya yang lain masi mencekik Se Sang dengan kuat, aku terus berusaha menariknya kebelakang namun usahaku itu sia – sia, aku tidak sekuat itu untuk menarik pria ini sendirian dan yang bisa kulakukan adalah mencekiknya semakin kuat. Tiba – tiba gerakan pria ini melemah, dan terdengar tawa kecil melecehkan disela nafasnya yang terengah karena cekikanku. Aku tidak mengerti apa yang dia tertawakan sampai aku melihat Se Sang sudah tidak ada disana, mataku melebar dan aku segera menendang kaki pria itu yang membuatnya jatuh berlutut ketanah.
"HAN SE SAANGG!!"
Aku segera berlari ke arah balkon melihat tubuh Se Sang yang tengah melayang diudara, aku menghilang dari balkon dan muncul di hadapan wajah Se Sang, aku melingkarkan tangnku cepat merangkulnya kepelukanku. Aku membalikkan badanku dan dalam sekejap punggungku telah menghadap kearah tanah, aku memfokuskan pandanganku berusaha melihat sosok yang menyerang kami barusan dengan jelas, meskipun aku tahu usahaku sia – sia.
Menyadari tanah yang semakin dekat aku memejamkan mataku, dengan sekuat tenaga aku menggunakan kekuatanku untuk melayang diudara hingga kami dapat selamat sampai ketanah. Aku menghembuskan nafas lega dari mulutku dan membuka mataku saat menyadari aku tengah melayang tak jauh dari tanah "nyaris" kataku pelan. Aku mendarat dan terbanting kecil di tanah dengan Se Sang yang tak sadarkan diri dipelukanku, aku kembali melihat ke atas namun sosok itu telah menghilang dari sana, 'siapa dia? apa tujuannya?' pertanyaan mengenai sosok itu terus bermunculan diotakku, aku tersadar dari lamunanku dan membaringkan Se Sang diatas tanah. Aku mendongak ke langit sambil memejamkan mata menghembuskan nafas lega dari mulutku, dan kembali melihat Se Sang yang terbaring di tanah, aku mendekatinya dan mengamatinya dengan seksama
"apa aku akan mendapat luka bakar lagi jika aku menyentuhnya" kataku pada diriku sendiri.
Aku memberanikan diriku mengulurkan tangan hendak menyentuh wajahnya. Tiba – tiba ia mengangkat tangannya dan menangkap tanganku sambil berkata dengan mata tertutup "aku menangkapmu" lalu membuka matanya dan melihat ke arahku lurus – lurus. Mataku melebar dengan cepat aku memalingkan wajahku dan menarik tanganku dari genggamannya, Se Sang semakin kuat menarikku dengan sekejap jarak wajah kami sangat dekat;
"aku bilang aku menangkapmu.." ulangnya terhenti
"Han Sa Rang" panggilnya yakin.
***