"Aku tidak mengerti apa yang akan ku alami setelah ini, meskipun aku mengerti, aku ingin melewatinya dengan cepat dan menguburnya dalam - dalam"
Aku berdiri diam di hadapan Yoon Mi hendak melaporkan apa yang ku lihat selama kejadian tadi.
"Jadi? Apa kau mengenalnya?" tanya Yoon Mi penuh harap,
aku mengigit kecil bibir bawahku lalu menggeleng kuat berbohong. Melihatku menggeleng, Yoon Mi pun menghembuskan nafas berat dan rasa kecewa juga terlihat jelas dari raut wajahnya. Melihat raut wajah kecewa itu, aku memalingkan wajahku berusaha bersikap seolah aku juga kecewa. Yoo Mi melipat kedua tangannya di depan dada dan kembali membuka mulutnya
"apa kau melihat tanda aneh atau sesuatu yang mencurigakan darinya?" tanyanya,
aku memutar mataku berpura - pura mengingat "tidak, tidak ada apapun" jawabku berbohong kembali mematahkan harapan Yoon Mi.
"Baiklah, kerja bagus, kau boleh pergi sekarang"
000
21.50
"Dua menit lagi"
kataku melihat kartu kematian ditanganku, aku berdiri diujung ruangan restoran sambil melihat para pengunjung menyantap hidangannya. 'Kelihatan enak' kataku dalam hati sambil menelan air liurku menahan lapar. Tiba – tiba seorang wanita terbatuk – batuk lalu pingsan, aku reflek melihat kartu kematianku yang menunjukkan sudah saatnya. Aku mendekati wanita itu dan segera melakukan pekerjaanku, keningku berkerut saat aku melihat tanda aneh dengan bentuk pedang yang terlilit duri di belakang telinga wanita itu. Tanda itu hitam mengkilap dan semakin menebal saat aku mendekatkan wajahku untuk mengamatinya, aku mengulurkan tanganku untuk menyentuh tanda itu dan hasilnya aliran listrik menjalar ketanganku 'aaww... sial' kataku dalam hati sambil menarik tanganku reflek.
Aku memutuskan cepat – cepat menarik nyawanya dan pergi kembali ke benteng. Aku berjalan santai hendak memasuki gerbang, dan teringat akan kejadian dan tanda aneh itu, aku pun membuka sarung tanganku memastikan tangaku baik – baik saja. Mataku melebar saat aku melihat kondisi tanganku dan langkahku langsung terhenti begitu saja, bekas luka bakar yang cukup besar menghiasi tangaku 'tapi kenapa tidak terasa sakit?' tanyaku dalam hati. Aku langsung berlari menuju ke ruang perawatan untuk mengobati tanganku, selesai dari sana aku melaporkan tugasku dan menghadap pimpinan. Dalam perjalanan menuju ruang pimpinan, aku merasakan getaran singkat dari saku jaketku, aku mengeluarkan ponselku dan melihat siapa yang mengirimkan pesan, mataku melebar saat aku membaca nama tertera di layar ponsel. Aku cepat – cepat membuka pesan itu dan membacanya dengan sungguh – sungguh
"Bisakah kita bertemu? Tidak.. tidak.. temui aku"
aku menghembuskan nafas kecil, kembali teringat akan kebohongan yang ku katakan pada Yoon Mi eonni untuk menyembunyikan kenyataan bahwa aku mengenalnya. Aku mengetik singkat lalu mengunci ponselku lalu menghilang cepat dan muncul di depan pintu rumahku.
Saat aku membuka pintu rumah, eomma menyambutku dan merangkulku kemeja makan, appa dan Ren sudah duduk manis disana sambil tersenyum melihatku, "kami sengaja menunggumu" kata appa singkat. Kami pun makan bersama sambil mengobrol kecil, tiba – tiba mata eomma tertuju pada tanganku yang terbalut perban "sayang apa kau terluka?" tanya eomma sambil mengamati tanganku. Aku melirik tanganku sejenak dan melemparkan senyum kaku pada eomma sambil menurunkan tanganku perlahan kebawah meja, eomma menaikkan alisanya menunggu jawabanku dan aku menundukkan kepalaku pasrah. Mau tidak mau, aku akhirnya menceritakan kejadian di restoran tadi dan mengundang kerutan di wajah semua orang
"seperti apa gambar tanda itu?" kata appa sambil meletakkan sumpitnya pelan di atas meja.
Aku mengingat - ingat sejenak, aku menyelipkan rambutku kebelakang telinga canggung, menggeser piring makanku, dan mulai menggambarkan pola yang kulihat diatas meja makan. Reaksi eomma dan appa sama, sangat terkejut, sedangkan Ren mencermati semuanya dan mengedipkan mata beberapa kali dengan ekspresi tidak mengerti. Eomma membuka mulut dan berkata padaku "Sa Rang, kalau kau melihat tanda itu lagi cepat kau ceritakan pada eomma dan appa ya" nada suara eomma sangat cemas dan membuatku merasa ini hal yang sangat penting. Aku pun memaksakan senyumku dan mengangguk kaku pada eomma, suasana makan malam saat itu pun menjadi aneh (itu karena ulahku untuk kesekian kalinya).
Selesai makan aku masuk kekamar dan melemparkan diriku keatas kasur, berguling – guling sejenak, melihat langit – langit kamarku. Tiba – tiba terdengar getaran panjang ponselku, membuatku memaksa tubuhku bangkit dan meraih ponsel di meja kecil sebelah kasur. Keningku berkerut melihat nama yang tertera di layar ponselku
'dia bisa langsung kekamarku kenapa dia menelfonku?' tanyaku dalam hati,
aku mengangkat telfonnya "kenapa kau tidak datang kekamarku saja Ren" kataku tanpa basa – basi. Ren tertawa singkat dan menjawab "kamarmu jauh," mendengar jawabannya aku mengendus singkat langsung mengalihkan topik "ada apa?" tanyaku. Ren yang tidak langsung menjawabku pun membuat rasa curigaku semakin besar "ada apa?" tanyaku lagi, dia hanya tertawa dan menjawab "ayo kita kencan besok." Mendengar perkataannya aku tertawa terbahak – bahak dan menjawab dengan nada menggoda
"kau sudah punya kekasih nona, aku tidak mau menjadi orang ketiga."
Terdengar suara hembusan nafas dari ujung telefon "tidak, pokoknya ikut saja denganku" kata Ren singkat dan menutup telfonya, "halo.. halo.." kataku tidak menyadari sambungannya telah terputus. Aku mengangkat ponsel dari telingaku dan melihat kelayarnya, menghembuskan nafas tidak percaya saat menyadari Ren telah memutuskan telefonnya (Itu artinya aku tidak punya pilihan lain selain pergi dengannya besok).
Aku dan Ren duduk berhadapan di sebuah kedai kopi sambil mengobrol ringan. Perasaanku sudah tidak enak sejak Ren mengajakku pergi kemarin, aku merasa seperti akan terjadi bencana besar sembentar lagi, dan ternyata perasaanku benar. Saat aku sedang berbicara tiba – tiba pandangan Ren tertuju pada pintu masuk dan tersenyum kecil, aku yang duduk membelakangi pintu otomatis membalikkan badan. Melihat siapa yang datang ekspresiku berubah drastis, aku kembali membalikkan badanku dan memutar bola mata, 'ini bukan saat yang tepat' kataku dalam hati. Ren berdiri menyambut kekasihnya dan Se Sang lalu pindah kesebelahku, secepat satu kedipan mata aku dan Se Sang sudah duduk berhadapan. Aku menatapnya sekilas dan mengalihkan pandangaku darinya saat mata kami bertemu, anehnya dia tidak mengalihkan pandangannya sama sekali dariku. Aku berdeham kecil dan membuka pembicaraan
"kenapa kau melihatku seperti itu?"
"kenapa kau tidak mau menemuiku?" balasnya balik bertanya padaku.
Aku melingkarkan tanganku menggengam cangkir teh hangat di depanku. Aku tersenyum kecil dan menunduk "aku tidak enak badan kemarin" jawabku berbohong.
Aku kini mengerti, maksud perkataan eomma waktu aku masih kecil 'jangan pernah berbohong, jika kau sekali saja berbohong..' aku mengangkat kepalaku perlahan dan mataku langsung bertemu dengan mata Se Sang yang duduk di hadapanku. Aku mengalihkan pandanganku cepat sambil mengedipkan mataku canggung '..kau akan melanjutkan semuanya dengan kebohongan yang lebih besar' lanjutku dalam hati.
***