"Apa ini adalah awalan yang baik? Atau ini hanyalah awal dari cerita menyedihkan? Aku pun tidak tahu.."
Aku memutuskan untuk menceritakan semuanya pada eomma dan appa, tentu saja, mereka sangat keberatan dengan keputusan yang ku ambil mengingat betapa buruknya nasibku kemarin. Setiap harinya mereka berusaha mengubah keputusanku meskipun mereka tahu itu tidak akan berhasil, beberapa kali mereka juga menggunakan Ren untuk merubah pikiranku, meskipun aku tahu sebenarnya Ren menyetujui keputusanku selama aku yakin itu pihak yang baik.
"Han Sa Rang -ssi.."
panggil Ren sambil melambaikan tangannya di depan wajahku yang membuyarkan lamunanku, aku sontak kaget dan menatap Ren kaku "ya.. ya.. ada apa?" melihat reaksiku Ren menghela nafas dan memalingkan wajahnya dariku
"aku tidak mau cerita lagi padamu, kau selalu melamun dan tidak mendengarkan ceritaku" lalu memakan cake dihadapannya dengan raut wajah kesal.
Perasaan bersalah muncul dalam hatiku, kali ini semakin besar mengingat ini bukan pertama kalinya aku melakukan ini secara tidak sengaja pada Ren. Saat aku hendak meminta maaf tiba – tiba "oh.. Jin Woo oppa" membuatku langsung menoleh kearah yang sama dengan pandangan Ren, dan mendapati Jin Woo dengan seorang pria yang sama sekali tidak ku kenali sebelumnya. Saat itu juga tatapan kami bertemu. Tiba - tiba muncul ketakutan aneh dalam diriku, ketakutan itu seperti yang kurasakan saat aku akan menjemput Han Se Sang beberapa waktu lalu. Aku cepat – cepat mengontrol diriku dan tersenyum menyambut kedatangan dua pria itu dimeja kami, aku melihat Jin Woo dan melemparkan senyum
"anyeong sunbae.. lama tidak bertemu" setelah melakukan percakapan kecil dengan Jin Woo, aku mengalihkan pandanganku pada pria di sebelahnya dan berusaha tersenyum "anyeonghaseyo, namaku Han Sa Rang." Pria itu hanya melihatku sejenak dan mengangguk kecil
"Han Se Sang,"
mendengar nama itu aku melebarkan mataku dan melihat wajah pria itu lekat – lekat, 'apa dia Han Se Sang yang itu?' tanyaku dalam hati. Aku buru – buru menyingkirkan pikiran itu dan menoleh ke arah Ren, "ada apa?" kata Ren yang tidak mengerti sikap anehku saat ini, aku memutar bola mataku dan memaksakan senyumku "tidak, ini enak" kataku sambil menunjuk cake di hadapanku.
Setelah menghabiskan cake dan kopi bersama, kami keluar dari cafe dan berjalan – jalan kecil (sejujurnya kami terlihat seperti dua pasangan yang sedang jalan bersama). Aku terus saja mengamati pria yang baru saja aku temui itu, sambil memikirkan 'apa dia orangnya?' Aku mulai bertarung dengan diriku sendiri.
"Apa ada sesuatu diwajahku?" tanya pria itu menyadari kalau aku melihatnya dari tadi, aku tersadar dari pikiranku dan berkata terbata – bata
"aa.. aah.. tid-.. tidak ada" tepisku cepat
"lalu kenapa kamu melihatku seperti itu?"
"a- a- aku, aku merasa seperti.. aku pernah melihatmu di suatu tempat"
"aku juga merasakan hal yang sama, familiar."
Pria itu menoleh ke arahku dan menyunggingkan senyumnya padaku, 'tampan' aku mengakui bahwa ia sangat tampan. Semua orang pasti akan terpesona saat pertama kali melihatnya, postur tubuhnya yang tinggi, mata kecoklatan yang sipit, rambut hitamnya terpotong rapi, dan tubuhnya yang bidang pasti akan langsung memikat hati banyak wanita. Harus kuakui aku juga terpikat dengannya, tapi pengendalian diriku yang kuat membantuku untuk tetap berfikir jernih bahwa, aku harus berhati – hati padanya.
"Bagaimana rasanya memiliki seseorang yang wajahnya serupa denganmu?" tanyanya tiba – tiba, aku tersenyum mendengar pertanyaan klasik itu dan menjawab santai
"tidak terbayangkan, kau bagaikan memiliki cermin hidup yang bisa berjalan kemana – mana. Terkadang orang di sekitarmu membandingkan antara kau dan dia, salah memanggil namamu dan dia, bahkan tidak bisa membedakan mana dirimu dan dia."
Mendengar jawabanku pria itu melirik ke arahku dan bertanya "apa kalian pernah bertukar tempat?" mendengar pertanyaan itu aku tertawa lepas dan menoleh kearahnya "itu hal yang paling sering kami lakukan, sekedar mencari suasana baru" aku terdiam sesaat dan menyambung "tapi sekarang tidak lagi, itu terlarang" (karena Ren tidak mungkin menggantikan tugasku menjemput nyawa seseorang). Setelah sampai ditaman dekat rumah kami berpamitan untuk berpisah disana
"Sa Rang –ssi" panggil Se Sang menahanku, aku menoleh dengan tatapan bingung "ya?" tanyaku ragu – ragu.
Ia berdiri dihadapanku dan mengeluarkan ponselnya "apa aku boleh meminta nomor ponselmu?" mendengar hal itu aku sangat terkejut, Ren yang berdiri disebelahku menyenggolku dengan maksud menggoda, aku membalas senggolannya sambil menatapnya geram. Aku mengedipkan mataku beberapa kali saat melihat ponselnya diarahkan padaku, 'ini kesempatan untuk mencari tahu tentangnya' kataku dalam hati. Aku memutuskan mengulurkan tanganku dan menerima ponsel itu "baiklah, itu bukan hal yang besar" aku memasukkan nomor ponselku dan tersenyum singkat sebelum membungkukkan badan lalu pergi dari sana sambil menggenggam tangan Ren.
Sesekali aku menoleh dan dia masih mematung ditempat melihat kearah kami, sejujurnya itu semakin membuat perasaanku tidak nyaman. Hal yang ada dipikiranku adalah 'apa dia adalah Han Se Sang yang ada dipikiranku? Kalau benar selamat pada diriku sendiri yang telah memberikan nomor ponselku pada kematian' kataku dalam hati sambil menghela nafas berat.
000
Ketika kami sudah sangat jauh Jin Woo menyenggol kecil lengan Se Sang dan menggodanya
"kau tertarik pada Sa Rang?"
Ia hanya tersenyum tipis menatap ponselnya dan menjawab singkat "ia berbeda dari bayanganmu, aku semakin penasaran," lalu memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana dan berbalik menginggalkan Jin Woo.
000
Sampai di rumah aku langsung masuk ke kamar untuk melanjutkan tidurku yang terpotong, karena Ren memintaku menemaninya tadi. Saat aku berjalan kearah kamar aku menyadari Ren yang membuntutiku sejak kami masuk kerumah, aku menoleh kebelakang "ada apa?" tanyaku tanpa basa – basi lagi. Ren hanya diam tersenyum licik dan menarik tanganku masuk kekamar, lalu duduk berhadapan diatas tempat tidurku.
"kau tertarik padanya?"
"siapa?" tanyaku pura – pura tidak tahu;
"Han Se Sang! Melihat tingkahmu aku semakin yakin kau tertarik padanya"
"aigoo.. Han Sae Ren –ssi, aku tidak sepertimu yang tertarik pada seseorang saat pertemuan pertama" kata ku sambil mencubit gemas kedua pipi Ren.
Ren hanya meronta – ronta dan melepaskan kedua tanganku diri pipinya, melirikku dengan tatapan sebal "apa salahnya punya perasaan pada orang lain?"
Mendengar hal itu aku hanya terdiam berusaha menyembunyikan isi kepalaku.
Ren hanya menatapku sinis sejenak lalu menggeleng kecil, "baiklah lupakan, sekarang bisa kau ceritakan padaku mengenai misi barumu?" tanya Ren tiba – tiba. Aku menunjukkan ekspresi tidak mengerti kearah Ren "kenapa tiba – tiba kau ingin mendengarnya?" tanyaku, "aku ingin tahu saja, kau selalu mengilang tiba – tiba, aku tidak yakin juga kau akan pulang dengan selamat" jawab Ren hati – hati. Aku pun akhirnya memutuskan untuk menceritakan semuanya secara detail pada Ren, reaksinya beragam terkadang ia terkejut, mengatupkan kedua tangannya, berfikir keras, dan menghela nafas panjang (reaksi yang sama persis dengan eomma).
"Jadi apa Se Sang yang di maksud disini adalah Se Sang yang itu?" tanya Ren penasaran, aku menghembuskan nafas berat;
"aku masih belum tahu" jawabku singkat
"tunggu, berarti kau memberikan nomor ponselmu karena hal ini?" Aku terdiam sambil mengigit bibir bawahku membenarkan pertanyaan itu.
Ren membuka mulutnya hampa dengan mata melebar dan langsung memukulku keras "NEO MICHYEOSSEO?" bisiknya kesal
Aku mengusap lenganku yang terkena pukulan Ren barusan, aku paham alasan dia marah. Mungkin kalau eomma dan appa tahu entang hal ini, mereka akan memberikan reaksi yang sama, mungkin juga lebih parah.
"Bisa kah kau rahasiakan ini dari appa?" pintaku pada Ren dengan wajah memelas,
Ren hanya menghembuskan nafas kesal dan tidak tahu harus berbuat apa "baiklah" jawab Ren pasrah.
Ponselku bergetar panjang yang sontak membuatku dan Ren bersamaan menoleh kearahnya, aku meraih ponselku dan melihat siapa yang mengirim pesan. Melihat nomor yang tidak dikenal mengirimkan pesan mengundanng rasa penasaranku, aku membuka pesan itu dan membacanya dengan seksama. Mataku langsung melebar melihat isi pesan itu yang otomatis membuat aku membalikkan ponselku, melihat reaksi itu Ren mengerutkan keningnya dan bertanya "siapa itu?" aku melirik Ren kaku seakan memberikan kode tersendiri. Ren yang tampak memahami kode itu melebarkan mata, dan langsung merebut ponselku untuk membaca isi pesan itu.
"senang berkenalan dengan mu, ini nomor ponselku –HAN SE SANG."
Mata Ren melebar saat itu juga setelah membaca pesan yang kuterima barusan, ekspresinya tidak bisa kutebak dan aku juga tidak tahu reaksi apa yang akan dia berikan. Dia lalu menatap tajam ponselku dan mengetikkan sesuatu, aku langsung berusaha merebut ponselku darinya tapi terlambat, ia sudah mengirim pesannya.
"Bisakah kita bertemu di taman Hanbit besok pukul delapan malam?"
Aku langsung menatap Ren kesal setelah membaca pesan balasan itu, Ren yang mengerti maksud tatapanku menghembuskan nafas sambil menggleng meremehkanku dan memberikan pejelasan "ini satu – satunya cara yang tepat membuktikan kebenarannya." Mendengar itu aku langsung mengerutkan keningku tidak mengerti maksud perkataan Ren, membuatnya memutar mata kesal lalu membuka muulutnya menjelaskan
"kau akan menemuinya besok, apabila dia menyetujuinya maka dia akan menemuimu dan kalau dia benar orang yang kau maksud di ceritamu barusan, ia akan mengalami sesuatu besok."
Mataku melebar mendengar pemikiran Ren dan aku takjub, aku bahkan tidak berfikir sampai sejauh itu. Senyumku melebar dan aku memeluk Ren dengan senang hati "terima kasih sayangku Han Sae Ren, otakmu selalu berguna di saat seperti ini" pujiku tulus. Saat pagi tiba aku langsung pergi ke benteng untuk menceritakan informasi apa yang ku dapat dan memberi tahukan rencanaku.
"Semoga rencanamu ini berjalan dengan lancar" kata Yoon Mi setelah mendengar ceritaku.
Aku hanya tersenyum sambil memainkan jari tanganku lalu menunduk lemas, menyadari sikapku itu Yoon Mi membuka suara
"kau takut?"
aku mengangkat wajahku dan memaksakan senyumku "ya.. sedikit." Yoon Mi menepuk bahu kiriku singkat lalu berkata "pulanglah untuk mempersiapkan dirimu nanti malam" dan meninggalkanku sendirian di ruangannya.
000
Langit mulai terlihat menggelap, waktu telah menunjukkan pukul delapan kurang lima belas menit dan aku merasa sudah saatnya aku membuktikannya dengan diriku sendiri. Taman Hanbit terlihat sangat sepi dan tidak ada tanda – tanda kehidupan disana, aku berdiri di belakang pohon besar menunggu sambil melihat jam yang menunjukkan kurang delapan menit lagi kejadian itu terjadi. Tak lama seorang pria datang dengan kaus putih yang ditutupi jaket cokelat tua, sepatu yang berwarna sama dengan jaketnya dan celana pendek santai. Setelah menghela nafas panjang aku mengamati wajahnya, namun gelapnya taman saat itu memburamkan pandanganku, pria itu tampak mencari seseorang tapi ia tidak bisa menemukannya. Ia pun mengeluarkan ponselnya dan mengirimkan pesan pada seseorang, tak lama setelah ia mengalihkan perhatian dari ponselnya, ponselku pun bergetar.
Aku mengamati sekeliling mencari tanda – tanda kedatangan jeoseung saja lain disana, meskipun hasilnya nihil. Tiba – tiba muncul seorang pria dengan setelan serba hitam, kedua tangannya masuk di dalam saku jaketnya dan masker menutupi wajahnya, pria itu terlihat mengamati sekitarnya untuk memastikan tidak ada siapa – siapa disana. Pria itu pun langsung berlari keras mengeluarkan sesuatu dari sakunya, dan langsung membelenggu satu – satunya orang disana bagaikan singa sedang menerkam mangsanya. Mataku melebar melihat kejadian itu dan kakiku otomatis maju selangkah seakan aku ingin menolong pria yang ditusuk itu, namun langkahku terhenti mengingat misi utamaku disini.
Penusuk itu dengan segera mengambil ponsel dan dompet pria yang menjadi korbannya, dan pergi meninggalkan pria itu begitu saja. 'Ini kesempatanku' kataku dalam hati, aku memberanikan diri menjauh dari pohon tempatku bersembunyi dan mendekati pria yang terbaring sekarat ditanah. Saat aku rasa jarakku sudah cukup dekat, aku sedikit menundukkan badanku untuk melihat wajah pria itu dengan seksama, suara erangan pria itu semakin kuat seiring darah segar yang mengalir semakkin deras dari lukanya. Aku maju selangkah lagi untuk melihat wajah pria itu dan saat wajahnya tepat di depanku mataku melebar, aku langsung membalikkan badanku hendak pergi dari tempat itu. Namun pria itu menyadari keberadaanku dan menahan kakiku
"Tak peduli siapapun kau, selamatkan aku." Kata pria itu sebelum akhirnya tak sadarkan diri.
***