Gumelaring kang sekar-sekar (Bunga-bunga terhampar)
Ngambar arum ngebeki taman sari (Harumnya memenuhi taman bunga)
Amamet prana satuhu (Menyentuh jiwa sejati)
Karya lejaring driya (Menciptakan rasa cinta)
Peksi ngoceh kumbang ambrengengeng (Burung berkicau, kumbang mendengung)
Nimbrung (Ikut serta)
Suasana endah mulya (Suasana indah)
Lir tamaning pra hapsari (Bak tamannya para bidadari)
Bawa* langgam Taman Sari mengalun merdu syahdu dari bibir mungil seorang gadis kecil berkepang dua. Di sebelahnya seorang gadis lebih tua tiga tahun dengan rambut panjang. Sebuah bando hello kitty menghias kepalanya. Mereka duduk di tengah lapangan kosong tak jauh dari sebuah perumahan yang baru dibangun di daerah Kasihan. Sambil memetik bunga liar mereka menikmati waktu bermain di bawah terik matahari. Bagi mereka berdua, tanah kosong itu bak sebuah taman surga yang indah, tempat para bidadari tinggal.
Bunga-bunga bermekaran menebar bau harum. Burung terbang dan hinggap mengoceh dengan cerianya. Suara kumbang berdengung menceritakan perjalanannya. Suasana yang indah tercipta dalam khayalan. Mereka merangkai bunga-bunga menjadi mahkota untuk dipasang di atas kepala. Mereka ingin menjadi bidadari surga yang suci, yang kecantikannya tak tertandingi. Seandainya seorang wanita surga muncul ke dunia maka dia akan menyinari antara bumi dan langit, bau harum tubuhnya semerbak memenuhi antara bumi dan langit, yang kerudungnya lebih baik daripada dunia dan seisinya. Si Rambut Kepang lalu berlagak terbang dengan sayap mengelilingi si Bando Hello Kitty.
"Walah kamu tuh Na, kayak beneran jadi bidadari saja. Lihat rambutmu saja bau matahari," celetuk si Bando Hello Kitty membuyarkan khayalan Nina, gadis berkepang dua.
Nina merengut lalu memasang rangkaian bunga ke atas kepala si Bando Hello Kitty.
"Weee, rambut situ juga berkutu," Nina mengejek balik kakaknya, "Mbak Ayu apa sudah lupa kata Pak Salim kalau kita perempuan yang beriman akan jadi ratu surga. Boleh dong aku pura-pura jadi bidadari surga," lanjut Nina mulai berceramah.
Ayu paling sebal saat adiknya mulai bicara tentang nasihat Pak Salim, guru agama mereka di sekolah.
"Ahai! Kesayangan Pak Salim," jawab Ayu lalu melengos pergi menjauh mencari bunga liar kembali.
Nina makin kesal, lalu menggelengkan kepalanya sambil menghela napas mencoba bersabar menghadapi kakaknya.
Tiba-tiba seekor kumbang badak terbang dan hinggap di rok Ayu.
"Hiiiyy!" teriak Ayu panik jingkrak-jingkrak.
Dia mencoba mengibaskan roknya, tapi kumbang badak itu malah mencengkeramkan kaki-kakinya lebih kuat ke rok Ayu.
"Mbak Ayu, itu kumbang badak. Tangkap ya. Berani apa tidak?" teriak Nina
"Hiiy, emoh aku Na. Kowe wae yang tangkap!" teriak Ayu dengan raut wajah jijik sambil mengibaskan roknya yang dihinggapi kumbang badak.
Nina segera mengambil kumbang badak yang sedang merayap santai di rok kakaknya. Dia tak mau melepas pegangannya di rok Ayu walau sudah dikibaskan sedemikian kuat membuat Ayu makin jijik. Nina nyengir kuda saat kumbang badak itu dengan pasrah dijepit di antara kedua jemari Nina yang mungil, lalu dimasukkan ke dalam sebuah kantong plastik yang dia temukan di dekatnya.
"Kita ke sungai yuk, Kak. Cari ikan gathul," ajak Nina mendahului Ayu.
"Hei tunggu aku!" teriak Ayu.
Dia menyusul adiknya yang berjalan sambil melompat-lompat riang menuju ke sungai yang tak jauh dari persawahan dekat perumahan.
***
Seorang anak laki-laki berumur sepuluh tahun berjalan menyusuri jalanan setapak menuju sungai. Sebuah sungai yang mengular dengan bebatuan sebesar sapi hasil dari letusan gunung. Di bagian timur ada sebuah sendang yang luas dan dalam seperti kolam. Tak seperti biasanya sendang itu sepi orang. Biasanya ada saja orang yang berenang atau sekedar main air di sendang. Airnya dingin mengalir tenang menuju sungai besar yang deras alirannya. Tak jauh dari situ hamparan sawah dan tanah kosong masih luas walau sebagian sudah dijadikan lahan KPR oleh pemerintah. Takkan lama sawah dan lahan itu akan berganti menjadi pemukiman penduduk yang padat, karena daerah itu sangat strategis di pinggiran kota.
Anak laki-laki itu memegang sebuah kantongan kertas. Baju kaosnya lusuh dengan celana pramuka yang tidak diganti sepulang sekolah.. Sebenarnya dia tak suka bermain air, apalagi main di sungai. Sungai itu cukup deras dan berbatu-batu besar. Dia harus mendapatkan ikan hari ini. Esok akan ada percobaan sains di sekolah yang menggunakan ikan. Pak Alfan, guru kelasnya memberi tugas mencari kumbang badak dan ikan khas sungai air tawar. Kumbang badak sudah ada di tangannya, merayap dalam kantong kertas bergemerisik suaranya. Tidak hanya satu yang dia tangkap, tapi lima ekor.
Sang anak laki-laki berdiri di tepi sungai dengan raut wajah cemas. Dia meletakkan kantong kertas yang berisi kumbang badak di pinggir sungai, melepas kaos, lalu menyingsingkan celananya. Dia agak ketakutan ke sungai sendirian. Teman-temannya sudah mencari ikan duluan. Mereka meninggalkannya tadi siang sepulang sekolah. Dia menghela napas mencoba menenangkan diri. Dia tak suka masuk ke dalam sungai.
Di pinggir sungai yang sejuk karena pepohonan, tak membuat tubuhnya mendingin dan tenang. Bulir keringat dingin langsung keluar di dahinya. Dia menutup mata lalu berjalan perlahan masuk ke dalam air. Dingin menyergap kakinya seketika. Dia membuka mata perlahan mengatasi rasa takutnya. Wajahnya sudah mulai pucat, tapi dipaksakan konsentrasi mencari ikan.
Sang anak laki-laki makin ke tengah walau airnya sampai ke pinggang. Tiba-tiba dia merasa sesak napas dan jatuh ke dalam air. Dia tak bisa bernapas, matanya pedih dan semuanya menjadi buram lalu gelap. Antara sadar dan tidak, dia merasa sebuah tangan menariknya keluar dari air dan menyeretnya ke tepi. Saat dia mulai bisa bernapas, ia buka matanya, sesosok gadis berkepang dua tersenyum padanya dengan wajah yang lega, lalu pandangannya kembali gelap.
***
Nina menatap anak laki-laki yang sedang tidur di hadapannya. Anak berdagu runcing dan berbadan kurus terlihat nyenyak tidur dengan napas yang teratur. Nina bersyukur anak laki-laki itu selamat dari peristiwa yang nyaris merenggut nyawanya. Tadi siang, dia dan Ayu ke sungai dekat persawahan dan melihat anak laki-laki itu jatuh pingsan di tengah sungai. Di momen kritis itulah Nina langsung menarik tangan si anak laki-laki dan dibantu oleh Ayu mengangkatnya ke tepi sungai.
Ayu mengenal anak laki-laki itu sebagai teman satu sekolahnya, di kelas 6B. Nina pun berlari ke arah kampung mencari bantuan. Syukur para penduduk segera membawa ke Puskesmas terdekat sehingga nyawanya tertolong. Di tangan Nina tergenggam sebuah kantong kertas berisi kumbang badak, lalu diletakkan begitu saja di lemari di dekat ranjang. Nina pergi keluar ruangan.
***
Penghuni sebuah rumah sederhana bercat putih dan berpagar besi berwarna biru tua terlihat sedang sibuk mengangkut barang. Rumah itu milik keluarga Mertodimedjo. Mereka akan pindah rumah. Tak jauh, masih di kecamatan yang sama. Mereka akan tinggal di rumah milik kakek Nina. Semua barang diangkut ke atas truk. Nina semangat membantu ayah ibunya mengangkat barang. Sedangkan Ayu hanya bersungut-sungut di kursi mobil Mercy milik ayahnya. Wajahnya merengut sedih karena harus pindah sekolah. Setelah semua barang masuk ke dalam truk, Nina berjalan menuju mobil ayahnya.
"Ayolah jangan bersedih. Nanti kan kita bisa mendapat teman yang baru di sekolah yang baru," hibur Nina pada Ayu yang langsung di respon dengan dengkus kesal.
Ayu memeluk boneka beruang cokelatnya.
"Aaah ... apa karena takkan lagi bertemu dengan Mas Adi? Haah, melihatmu seperti ini benar-benar membuatku tak ingin cepat baligh," cetus Nina sambil duduk di kursi belakang.
"Anak sok tahu," jawab Ayu masih kesal walau sebenarnya ucapan adiknya benar adanya.
Nina masih kelas tiga SD, tapi memiliki pola pikir yang lebih dewasa daripada Ayu. Tak salah jika ayah dan ibunya lebih sayang pada Nina, itu pikir Ayu. Oleh karena itu, kadang muncul rasa cemburu di hatinya pada Nina.
Nina hanya tersenyum melihat Ayu sambil menutup pintu mobil. Ayah dan ibunya juga masuk ke dalam mobil.
"Ayo kita berangkat," ajak ayahnya sambil menyalakan mobil.
Mereka meluncur menuju rumah kakek Mertodimedjo.
***
Seorang anak laki-laki berbadan kurus berdiri di depan rumah Ayu yang sudah kosong. Berkali-kali dia memencet bel, tapi tak seorang pun yang membuka pintu.
"Cari siapa, Le?" tanya sebuah suara dari belakang yang membuat anak itu langsung menoleh.
Dilihatnya seorang perempuan setengah baya membawa payung dan kantong plastik hitam di tangannya.
"Cari Ayu sama Nina kah, Le? Mereka baru saja pindah rumah," jelas ibu itu tanpa menunggu jawaban sang anak laki-laki.
Si anak laki-laki terlihat murung dan menundukkan kepala demi mendengar penjelasan perempuan berpayung.
"Inggih, Bu terima kasih informasinya. Monggo," pamit sang anak dengan santun.
Sang perempuan berpayung hanya membalas dengan senyuman ramah.
Si anak laki-laki beranjak pergi dari depan rumah Nina yang kosong. Dia berhenti sebentar lalu menengok ke belakang melihat ke arah rumah Nina. Dia belum sempat mengucapkan terima kasih pada gadis berkepang dua yang dilihatnya sekilas. Gadis kecil itu telah menyelamatkan nyawanya.
*Intro lagu