Joon baru saja menerima gaji kerja paruh waktunya. Bukannya disimpan untuk menutupi kekurangan biaya kuliahnya, Joon malah akan menghabiskannya untuk berjalan-jalan dengan Jinhee. Sekali ini saja tidak apa-apa, kan? pikir Joon. Dia akan tunjukan pada Jinhee bahwa selain kimbab segitiga ada BANYAK makanan lainnya yang enak. Tapi karena Jinhee baru saja menghabiskan lima buah kimbab segitiga, Joon akan mengosongkan perutnya dulu dengan berkeliling kota. Joon membawanya ke barisan kios yang menjual berbagai barang, termasuk pakaian. Ya, dia akan membelikan pakaian untuk Jinhee.
Meski Jinhee berkeras dirinya tidak perlu pakaian, Joon tetap akan membelikannya. Terutama setelah melihat tatapan meremehkan Seola tadi. Jinhee HARUS membeli pakaian baru. Joon-lah yang sibuk memilih pakaian untuk Jinhee, sementara Jinhee sendiri acuh. Akhirnya pilihan jatuh pada one piece kuning bermotif kupu-kupu, untuk pertama kali Jinhee menyatakan rasa sukanya terhadap pakaian yang Joon tawarkan.
Sementara Jinhee mengganti pakaian canggihnya dengan pakaian barunya, Joon—dengan cepat—memilih kaus berlengan panjang, celana pendek, dan jaket—paket yang dikenakan manekin. Menurut Joon, Jinhee akan membutuhkan lebih dari satu pakaian baru. Dengan segera, dia membayar pakaian itu terlebih dahulu.
Jinhee keluar dari kamar pas, mengenakan one piece kuningnya dan menenteng pakaian canggihnya. Joon menyambutnya dengan riang dan langsung menggiringnya ke kasir. Joon sedikit berkedip pada Kasir Wanita agar merahasiakan transaksi yang barusan. Kasir Wanita tersipu karenanya, dan Jinhee sama sekali tak menyadari apa yang sedang terjadi.
Rasanya Seola INGIN sekali merobek-robek one piece kuning yang dikenakan Jinhee itu. Dia mengintip dari balik manekin yang bertelanjang dan diusir oleh penjaga toko karena manekin itu hendak dipakaikan pakaian baru.
Joon dan Jinhee berhenti di dekat sebuah photo box. Untuk pertama kalinya, mereka akan berfoto. Joon memakaikan Jinhee berbagai wig dan aksesoris aneh lainnya, dan mengajari berbagai pose juga pada Jinhee. Dari mulai pose damai, senyum datar, membuat bentuk hati super besar dengan menggabungkan tangan Joon dan tangan Jinhee, dan pose finger love, tercetak dalam satu lembar kertas foto. Joon membagi dua kertas foto itu agar masing-masing bisa menyimpan dua dari empat foto yang dicetak.
Seola melirik kanan-kiri sebelum menjejalkan diri ke photo box yang dimasuki Joon dan Jinhee tadi. Raut wajahnya jelek sekali saat kamera mulai berderik mengambil gambarnya. Dia mencari cara untuk menemukan foto Joon dan Jinhee, tapi cara itu tidak ditemukannya. Alhasil, Seola terpaksa mengantongi raut wajahnya yang terlihat jelek daripada membuangnya dan orang lain melihatnya. Dari sini, dia kehilangan jejak Joon dan Jinhee. Seola kesal sekali sampai melompat-lompat.
Joon dan Jinhee melanjutkan kencan. Mereka berjalan berdampingan dengan santai.
Berada di sekitar banyak sepatu yang berjejer di tepi jalan, Joon jadi melirik sepatu Jinhee. Rasanya tidak cocok sepatu kets berwarna abu terang tidak cocok dengan one piece kuning ini. Lalu pandangan Joon jatuh pada sepatu bot berleher pendek, bersol tebal, bertali, dan berwarna beige yang tergolek di antara sepatu-sepatu lainnya. Joon menyeret Jinhee untuk duduk dan mencoba sepatu itu. Ternyata pas, Joon LANGSUNG membayarnya.
Sementara Jinhee ketinggalan karena merasa sepatu barunya agak berat, Joon berjalan dengan ringan dan sangat tegap. Dia BANGGA terhadap dirinya sendiri. Haha. 'Jinhee-ya, ayo!' seru Joon, lewat tolehan dan gerakan tangan yang kuat.
Jinhee pun mempercepat langkahnya.
Lalu suara rebusan kental terdengar dan menggiurkan mulut. Jinhee tidak sabar untuk mencicipi makanan pendek-pendek berwarna merah ini, tteokbokki. Saat makanan itu menyentuh lidahnya, ternyata itu terlalu pedas untuknya. Joon tertawa melihat tingkah kepedasan Jinhee.
Karena tteokbokki tak bisa Jinhee nikmati, setelah dari kedai itu Joon membawa Jinhee duduk di warung kaki lima yang menyediakan berbagai jajanan. Dia membuat Jinhee menggilai eomuk dan kuahnya. Joon kekenyangan menonton Jinhee makan.
Dan minuman yang akan Joon perkenalkan kepada Jinhee adalah SODA. Joon penasaran ingin melihat reaksi Jinhee ketika meneguk minuman itu, dan ...
Kedua pundak Jinhee mengerjap, mata Jinhee memejam, dan lidahnya menjulur kaget karena sensasi minuman bersoda itu, tapi, "Ini seru," kata Jinhee, dan dia meneguknya lagi dan bereaksi yang sama lagi setelahnya. Joon hampir terpingkal-pingkal karenanya.
Totalnya, hari ini Jinhee mempelajari enam jajanan, yaitu tteokbokki, eomuk, soda, es krim, hotteok, dan cumi kering. Kecuali bagian diperhatikan orang karena penampilan Jinhee—yang berambut pirang dan bermata biru, hari ini SANGAT menyenangkan. Dan karena hari sudah mulai gelap, Joon memutuskan untuk pulang dan lain kali dia akan mengerjai Jinhee dengan makanan ekstrem semisal ... kaki gurita hidup? Membayangkannya saja sudah membuat Joon terkekeh sakit perut.
"Kenapa sih?" tanya Jinhee, yang sedang kesulitan mencerna cumi kering.
���Tidak," Joon menggeleng.
Jinhee menyerah. Dia serahkan sebungkus cumi kering yang masih penuh itu pada Joon. Dia tidak tahu cara menikmati makanan tipis yang sulit untuk dikunyah itu. Joon akan menyimpan itu untuk dimakan lain kali.
Mereka pun tiba di ujung tanjakan menuju indekos Joon. Jinhee sudah sangat lelah berjalan seharian ini. Dia malas kalau harus menempuh jalan menanjak, tapi tidak ada pilihan lain. Dan ternyata Seola sudah berdiri bersedekap di dekat tangga kamar kos Joon. Dari wajahnya, terbaca sekali bahwa dia sedang sangat kesal. Joon tiba di dekat Seola duluan dan langsung berkomentar, dengan takjub, "Kau berdiri di sini seharian? Tidak pulang?"
"Tidak," kata Seola, "Seharian ini aku mengikuti kalian, kehilangan jejak, dan akhirnya kembali ke sini untuk mencari tahu ke mana dan jam berapa kalian pulang."
Jinhee tiba di kanan Joon, dengan lelah.
"Untuk apa?" Joon sungguh tidak bisa memahami tindakan Seola itu.
"Aku ingin tahu," Seola ngotot.
"Untuk apa? Kenapa kau ingin tahu?" Joon mengembalikan kengototan Seola, dan dengan sangat mendadak, Seola menjawab, "Karena aku juga ingin kencan dengan Sunbae. AKU MENYUKAI SUNBAE!" teriakannya membekukan Joon.
Jinhee celingukan antara Joon dan Seola.
Bibir Seola semakin berkerut ke atas, sedangkan alis dan dahinya mengernyit sedih. Sebenarnya dia juga tidak ingin mengungkapkan perasaannya dengan cara seperti ini, tapi—
"Oh?!" Joon bersuara.
Seola amat menantikan suara Joon selanjutnya. Lalu Joon mengangkat telunjuknya, mengarahkannya pada Seola, dan berkata, "Ibumu!" serunya, sambil menoleh pada Jinhee.
Jinhee tertegun.
Seola tak mengerti situasi ini.
Joon menangkap wajah Seola, menunjukannya pada Jinhee, dan sekali lagi dia berkata, "Ibumu. Ini ibumu. Lihat?"
Jinhee mengamati Seola baik-baik. Sementara itu, Seola yang merasa seluruh wajahnya tercekik melepaskan diri dari cekikan wajah itu. Dia protes, "Aku ini masih 22 tahun, hanya berjarak empat tahun darinya. Bagaimana mungkin aku ini ibunya? Sunbae jangan ngaco deh."
"Tidak, bukan begitu," kata Joon, serius. "Kau itu benar-benar—"
"Mirip," potong Jinhee, dan pandangan mata kini beralih padanya. Dia mendekat pada Seola, menatap wajahnya lekat-lekat, dan mulai melayangkan tangannya untuk menyentuh wajah itu. Dengan ujung jari yang menempel di pipi Seola, Jinhee bicara sendiri, "Pipi, bibir, hidung, dahi, mata ... kalau warnanya biru dan rambutnya pirang, dia benar-benar ibuku!" seru Jinhee, dengan antusias.
Joon baru tahu kalau ibunya Jinhee juga bermata biru dan berambut pirang seperti Jinhee. Sketsa itu hanya hitam di atas putih. Joon bisa mengenali kemiripan sketsa itu dengan Seola justru karena sketsa itu tidak berwarna.
Seola menggeliat dari sentuhan dan tatapan aneh Jinhee yang menurutnya tidak sopan itu. Dia protes lagi, "Kalian ini bicara apa sih? Kenapa aku adalah ibunya dia? Aku ini Seola. JUNG SEOLA. Sunbae, bagaimana? Jadi mau berkencan denganku tidak?" Karena sudah terlanjur menyatakan perasaan, sekalian saja Seola menagih jawabannya.
"Sebentar," kata Jinhee. Dia menatap Seola lekat-lekat. Katanya, "Kau ini apa? Kau benar-benar ... ibuku."
Joon amat bingung dengan situasi ini.
Seola kesal sekali dibuatnya. "Hey, kau itu sudah gila ya? Bagaimana mungkin aku adalah ibumu? Lihat perbedaan usia kita—dan oh, kenapa kau tidak sopan sekali? Panggil aku 'eonni', ingat?"
Jinhee mengabaikan ceramah tentang kesopanan itu. Dia—dia bertanya, "Benarkah kau dan makhluk itu adalah saudara sepupu?"
"Eh?" Seola tidak tahu siapa yang dimaksud Jinhee.
"Profesor Jung," bisik Joon, memberi tahu.
Maka dengan bangga, Seola mengangkat dagunya dan menjawab, "Ya, kami sepupu. Aku dan PROFEOSOR Jung Jisub adalah sepupu. Tahu?"
Jinhee tak bisa mencerna ucapan Seola ini. Profesor Jung yang Seola maksud adalah Leon, reptilian. Sedangkan Seola adalah manusia. Bagaimana bisa mereka adalah saudara sepupu?
Joon tak ikut bicara dalam hal ini.
"Apa kau juga ... tertarik pada kakak sepupuku itu?" Seola tak henti-hentinya membanggakan kakak sepupunya yang adalah seorang profesor di usianya yang masih muda. "Bagaimana? Kau mau ... hm? Mau kukenalkan padanya? Mau bertemu dengannya? Mudah saja mengaturnya. Bagaimana?" tanya Seola, berulang-ulang dan tidak jelas, dan jawaban Jinhee adalah, "Ya, kenalkan aku padanya, pertemukan kami. Aku ... tertarik padanya."
"APA?!" Joon syok. "Kau ini apa-apaan? Kau baru saja selesai berkencan denganku lho? Jinhee-ya?" Joon ingin Jinhee segera sadar dari omong kosongnya barusan itu.
Sementara Seola merasa agak keberatan atas permintaan Jinhee barusan dan melemparkan pandang ke segala arah, pandangan Jinhee tertuju pada satu hal, Seola yang begitu identik dengan ibunya, Seo Yeonjoo. Jinhee tak bisa melepaskan diri dari itu.
"Jinhee-ya!" bahkan Joon juga tidak bisa menyadarkannya.