Jinhee tak mau ditinggalkan, sedangkan Joon harus segera berangkat menuju mini market tempatnya bekerja paruh waktu yang berjarak sekitar dua kilometer dari indekosnya ini. Tak ada pilihan lain, Joon membawa serta Jinhee ke sana.
Dengan mengabaikan semua adegan takjub—lirikan dan bisik-bisik dengan berbagai arti yang ditujukan semua orang pada Jinhee—di sepanjang perjalanan hingga tiba di mini market, setidaknya Joon mengurangi sedikit ketakutan Jinhee. Setibanya di mini market, Joon menyuruh Jinhee duduk di salah satu kursi makan pelanggan. Tapi karena penampilan Jinhee selalu saja menarik perhatian banyak orang—mulai dari penjaga toko sebelumnya, Seungmin—hingga berbagai orang yang datang untuk belanja, akhirnya Joon menempatkan Jinhee di gudang, sebuah ruangan sempit yang dihuni oleh banyak barang dagangan yang pintunya berada di balik meja kasir.
Joon lelah dan kesal karena tingkah dan komentar kebanyakan orang tentang Jinhee. Mereka menyebutkan berbagai kalimat jahat seperti, pendatang aneh, Eropa kampung yang bangkrut, pendatang tak tahu malu, kulit kuning yang bau, dan lainnya. Tentu yang memuji cantik pun ada, tapi tetap saja Joon kesal. Rasanya Joon ingin sekali menceramahami mereka begini, 'Kalian primitif sekali. Baru kali ini melihat orang asing ya?' disertai kalimat lainnya yang tajam dan keras, tapi karena Jinhee hanya diam dan menundukan kepala, Joon jadi enggan melakukan aksi itu. Lebih baik Joon diam dan menjaga Jinhee tetap stabil saja. Dengan pikiran itulah Joon memutuskan untuk memindahkan Jinhee ke gudang.
"Jangan marah," kata Jinhee, sambil duduk di bangku yang tingginya hanya se-lutut orang dewasa yang memanjang dari balik pintu hingga ke ujung lemari pertama yang langsung terlihat saat pintu dibuka. Jinhee menengadah pada Joon.
Joon, yang berdiri bersedekap di depan Jinhee, hanya mendengus.
Jinhee berkata lagi, "Aku sudah terbiasa dengan tatapan dan ocehan jahat semacam tadi. Kau tidak perlu khawatir."
Joon turun, berjongkok hingga kepalanya sedikit lebih rendah daripada Jinhee. Dia menatap gadis itu dengan desah yang artinya, 'Jadi kau sungguh dikucilkan di bintang sana'.
"Tapi," Jinhee akan bercerita, "mungkin ini adalah pertama kalinya aku merasa setakut ini. Di luar Bumi pun sebenarnya aku tidak jarang bertemu dengan bangsa Chameleon, tapi saat bertemu dengannya, dengan chameleon yang sudah berevolusi itu, perasaan takutku sangat berbeda dari biasanya."
Joon mendengarkan.
"Dan kau tahu?" kata Jinhee, "Selain aku, tak ada alien lain yang pernah ketakutan."
Joon tak percaya itu.
"Mereka mengendalikan segala macam perasaan mereka dengan otak, sedangkan aku tidak bisa begitu. Aku kan BD, Balance Disorder. Karena itulah aku terbiasa dengan tingkah dan ocehan jahat." Jinhee, dengan sangat jelas, menyembunyikan perasaan sedihnya.
Joon bicara, "Hey, perasaan takut, sedih, dan marah adalah manusiawi. Kalau tidak memiliki itu, manusia akan menyebutnya psycho. Psikopat. Itu adalah sebutan terburuk dan paling tidak normal untuk manusia."
"Aku kan bukan manusia," kata Jinhee, agak mengejutkan Joon yang untuk sesaat lupa tentang itu.
Joon akan menghibur Jinhee. Katanya, "Anggap saja kau juga manusia. Alien itu kan sebutan untuk makhluk yang tinggal di luar Bumi, sedangkan kau ada di sini, di Bumi. Artinya sekarang kau juga manusia. Penampilanmu pun tak ada bedanya dengan kami, kan, Manusia Baru?"
Jinhee berhasil terkekeh berkat ucapan Joon barusan. "Begitukah?" Jinhee membalas candaan Joon.
Joon mengangguk dengan sangat ahli, lalu ... "Permisi, apa aku boleh membawa pulang semua ini tanpa membayar?" kata suara perempuan dari luar pintu gudang.
Sebenarnya Joon lebih suka di dalam gudang dan bercanda dengan Jinhee seperti ini daripada harus melayani pembeli, apalagi yang kedengarannya jutek begitu, tapi ... "Manusia Lama, bekerjalah sana," Jinhee berkata dengan manisnya. Joon pun bangkit dengan malas.
Sebelum keluar dari gudang, Joon berpesan, "Manusia Baru, aku perlu mendengar cerita tentang latihan bicaramu hari ini. Oke?" Joon membuat bulatan dengan jempol dan telunjuk kanannya. Setelah Jinhee meniru bentuk bulatan itu, Joon keluar.
Saat Joon kembali ke gudang untuk mendengar cerita itu, ternyata Jinhee sudah memejamkan matanya dengan posisi duduk bersandar ke lemari barang. Joon menghela lega.
Dia menarik kardus yang dilipat menyerupai bantal dari celah lemari dengan hati-hati agar tak mengganggu tidur Jinhee, lalu dia membuat gadis itu meringkuk di bangku panjang ini dengan berbantalkan kardus tadi. Joon memandanginya dalam beberapa detik diam, lalu bergumam, "Benar-benar tidak ada bedanya dengan manusia."
Puas melihat Jinhee terlelap, Joon memulai pekerjaannya menata barang. Dia bolak-balik gudang dengan mengendap-endap agar tidak mengganggu tidur Jinhee. Dia menata botol-botol kaca yang berbaris tidak jauh dari pintu gudang dengan meminimalkan suara dentingan. Lalu ... "JOON!!" dan KRUNG-tuk-tuk-tuk, suara yang tidak asing dan suara minuman kaleng berjatuhan membuat Joon otomatis melotot dan menyiulkan perintah diamnya, "Sst!!"
'Apa? Kenapa?' gerak bibir pemilik suara yang tak asing tadi, Jungshin.
Joon memunguti minuman kaleng yang berjatuhan, memajang yang utuh, dan menyuguhkan yang rusak pada teman sekamarnya yang seharusnya berada jauh di kampung halaman untuk persiapan wajib militer. Dia dan Jungshin mengobrol di kursi makan pembeli.
"Aku mau lihat ah," Jungshin bangkit dari kursi, tapi pundaknya ditahan oleh tangan kiri Joon. Dia datang jauh-jauh dari kampung halaman hanya untuk melihat alien yang dia dan Joon bicarakan kemarin malam di telepon. Menemukan kamar kos dalam keadaan kosong, dia langsung bergegas ke mini market ini dan dia amat bersemangat saat diberi tahu Joon bahwa alien itu sedang tertidur di gudang.
"Aku sudah bilang, ini bukan saat yang tepat," kata Joon. Dia sudah menceritakan tentang suasana hati alien, Jinhee, yang sedang tidak baik.
"Kenapa? Dia kan sedang tidur. Aku hanya mau melihatnya.��� Jungshin ngotot.
"Tak ada yang perlu dilihat," kata Joon, malas.
"Jelek ya?" tebak Jungshin, tentang Jinhee. Lalu dia memperkirakan rupa Jinhee seenaknya, "Kepalanya botak ya? Matanya besar tanpa kelopak, tak punya hidung, bibirnya tak bertepi, dan telinganya seperti kerucut jalan? Mirip Shrek, begitu?"
Ah, Joon sudah cukup lelah seharian ini. Dia akan memberi tahu Jungshin bahwa, "Cantik. Dia seperti gadis Eropa. Rambutnya pirang, matanya biru, hidungnya mancung, punya bibir dan telinga seperti manusia biasa lainnya. Dia manusia."
"Ey," Jungshin tak percaya sebelum melihat dengan kedua matanya sendiri.
Joon menoleh pada temannya ini sambil bersedekap kesal. Katanya, "Kau benar-benar datang ke sini hanya untuk melihat dia?"
Jungshin langsung mengiyakan.
"Ngapain?" Joon sungguh tak habis pikir.
"Penasaran," kata Jungshin, heboh, "Kau kan tahu aku penggemar makhluk selain manusia. Kalau ada kesempatan untuk bertemu dengan salah satu dari mereka, aku TIDAK BOLEH melewatkannya. Jadi, perlihatkan dia padaku ya? Ayolah."
"Ternyata kau sama saja dengan yang lain, primitif," kata Joon, sambil menepuk bahu Jungshin lalu bangkit dari tempat duduknya. Khusus Jungshin, karena dia adalah teman sekamar selama dua tahun ke belakang, Joon akan mengenalkan Jinhee padanya. Tentunya tanpa harus membangunkan Jinhee.
Joon dan Jungshin berdiri di kedua sisi pintu gudang. Jungshin ingin masuk dan melihat Jinhee lebih dekat, tapi Joon menahan tubuh kurus temannya itu hanya dengan satu tangan. Jinhee sama sekali TIDAK BOLEH dibangunkan.
"Kalau dilihat dari sini, sama sekali tidak mirip alien," keluh Jungshin, keras. Dan setelah Joon memelototinya dan menyuruhnya untuk bicara pelan-pelan, Jungshin mengulangi kalimatnya itu dengan suara yang lebih rendah.
Joon menggiring Jungshin kembali ke kursi makan pembeli. Dia akan menjelaskan tentang Jinhee padanya di sana. Katanya, "Nama aslinya ... entahlah, panjang dan bukan bacaan, jadi aku tidak bisa mengingatnya. Dia ingin aku memanggilnya L2, tapi akhirnya dia kuberi nama. Jinhee. Namanya Jinhee."
"Ah, aku ingin berkenalan langsung dengannya," keluh Jungshin, serius.
"Besok saja, kalau dia sudah bangun," cerocos Joon, bijak.
Jungshin monyong-monyong ke arah pintu gudang, "Padahal aku sudah mencari tahu tentang dia untuk bahan obrolan. Banyak yang ingin aku tanyakan, tau."
"Kau mencari tahu apa? Dari mana?" Joon heboh, penasaran.
"Dari internet-lah. Kau primitif ya?" Jungshin menampar pelipis Joon.
"Ada gitu?" Joon tak percaya.
"Ada. Banyak, dan beberapa situs resmi pun merilis artikel tentang alien." Jungshin siap membuktikannya pada Joon. Sambil membuka hasil pencariannya di ponsel, dia menceritakan pengetahuan barunya, "Alien itu ada banyak jenisnya, dibedakan berdasarkan penampilan dan tempat asal. Karena katamu dia berasal dari Pleiades, artinya dia adalah Pleiadian. Alien jenis itu adalah salah satu alien humanoid, berpenampilan mirip manusia. Yah, tentang itu aku sudah memastikannya tadi, kan?"
Joon mengangguk-angguk heboh. Dia ingin tahu lebih banyak lagi tentang alien ini. Matanya serius menatap ponsel Jungshin dan telinganya menegang mendengarkan ucapan Jungshin yang katanya, "'... berkomunikasi secara telepati, melakukan perjalanan dengan sistem tabung, kebanyakan adalah vegetarian, rata-rata berusia sampai 700 tahun, tidak memiliki masalah kesehatan karena mereka mengendalikan kesehatan dengan kekuatan pikiran mereka.' Wah!" Joon dan Jungshin sama-sama takjub karenanya.
"Heh, ngomong-ngomong dia umurnya berapa?" tanya Jungshin, kepo.
"Pastinya sih aku tidak tahu, tapi kurasa sudah lebih dari seratus tahun." Joon menyimpulkan itu dari ucapan sepintas Jinhee saat mereka berada di bangunan tua tadi.
Jungshin melotot heboh. "Tapi kayak anak SMA ya?" ucapnya, takjub. "Ayo baca lagi!" katanya, lalu melanjutkan bacaan, "'... mereka mendukung pengembangan ras di Planet lain dan memastikan kemajuan evolusi mereka untuk—"
"Sebentar," Joon memotong.
"Kenapa?"
"Evolusi? Alien benar-benar bisa berevolusi?" tanya Joon, serius.
"Hoh. Katanya sih. Bahkan beberapa alien yang tidak humanoid pun bisa berevolusi menjadi mirip manusia meski beberapa ciri khusus mereka tidak bisa dihilangkan." Jungshin membaca itu dari internet juga.
Joon langsung teringat pada hal yang penting. "Chameleon," katanya, "Jinhee terus menyebut-nyebut itu sejak tadi. Kau bisa cari tahu itu apa?"
"Oh, tentu saja." Jungshin tidak keberatan memamerkan kemampuan berselancar internetnya yang hebat. Dalam sekejap, dia sudah mendapatkan informasi yang dia inginkan. Dia membaca, "'... merupakan alien bergenetik reptil yang bisa membuat dirinya tampil menyerupai manusia. Mereka sering menyusup dalam kegiatan militer manusia—' HAH?! '... meski kelihatan seperti manusia, beberapa organ reptil mereka akan tetap ada, misalnya tonjolan mata, sisik, dan pupil mata yang vertikal.' Woh, tapi kenapa kau ingin mencari tahu tentang ini?"
Joon benar-benar lemas setelah mendengar semua itu. Kalau semua itu memang benar, sepertinya Jinhee benar-benar berada dalam bahaya. Tak heran, dia setakut itu tadi.
"Kau bertemu alien jenis ini juga ya? Mana dia?" tanya Jungshin, heboh.
"Bukan aku, tapi Jinhee," jawab Joon, kosong. Lalu dia melanjutkan dengan heboh, "Tapi ternyata dia adalah orang yang kukenal—aih, maksudku aku tahu dia. Dia adalah salah satu profesor di jurusanku. Dia memang aneh, masih muda, tampan, tinggi, dan profesor. Bukankah itu tidak begitu manusiawi? Tapi aku tak pernah sangka ternyata dia itu alien. ALIEN YANG KEJAM!!" Joon meremas turun kedua pipinya dengan semua jari tangannya, membuat Jungshin dan seorang anak SD laki-laki—yang hendak meminta Joon untuk menghitung jajanannya—terdiam bengong.
Anak SD itu berkata, "Ajussi, jangan konyol deh. Alien itu tidak ada."
Jungshin tertawa muncrat karena ucapan anak itu, terutama karena kata 'ajussi'-nya.
Joon marah, "Heh, siapa yang kau sebut 'ajussi', hah? Aku ini masih muda, tau! 'HYUNG', PANGGIL AKU 'HYUNG'. Anak SD zaman sekarang tidak sopan sekali. Ayo sini, hitung belanjaanmu!" Joon terus menggerutu hingga tiba di meja kasir. Saat menghitung belanjaan anak itu pun dia berceramah tentang anak SD yang seharusnya tidak berkeliaran pada jam segini dan tentang jajanannya yang kebanyakan mengandung MSG dan pengawet, dan lainnya. Akhirnya Joon mengirim anak SD itu pulang dengan jutek.
Jungshin menyambut Joon kembali duduk di kursi makan pembeli. Dia melanjutkan obrolan yang tadi, "Kau serius? Dosenmu itu adalah alien reptil ini?"
"Entahlah," jawab Joon, "itu adalah kesimpulan yang kubuat setelah melihat sketsa wajah yang Jinhee buat. Selain pupil matanya yang vertikal, sketsa itu mirip sekali dengan Profesor Jung. TAPI juniorku bilang, dia adalah sepupunya."
"Artinya juniormu itu juga alien?" Jungshin menyimpulkan seenaknya.
"Yah, mana kutahu." Joon terkapar lemas di punggung kursi plastik warna merah ini. Lalu obrolan mereka beralih pada hal lain, Jungshin akan menginap di mana malam ini dan besok akan pulang jam berapa, seolah Joon ingin Jungshin segera pergi dari hadapannya.
"Pokoknya setelah aku berkenalan dengannya, baru aku akan pulang," putus Jungshin, mantap. Lalu dia mengangkat jari telunjuknya dan mengarahkannya dengan perlahan pada Joon, seperti adegan yang khas dalam film E.T. the Extra-Terestrial.
Joon langsung menampiknya dan berkata, "Gak begitu, tau."
"Oh," desah Jungshin, datar.